Lima tahun cinta Shannara dan Sergio hancur karena penolakan lamaran dan kesalah pahaman fatal. Bertahun-tahun kemudian, takdir mempertemukan mereka kembali di atas kapal pesiar. Sebuah insiden tak terduga memaksa mereka berhubungan kembali. Masalahnya, Sergio kini sudah beristri, namun hatinya masih mencintai Shannara. Pertemuan di tengah laut lepas ini menguji batas janji pernikahan, cinta lama, dan dilema antara masa lalu dan kenyataan pahit.
Kisah tentang kesempatan kedua, cinta terlarang, dan perjuangan melawan takdir.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RYN♉, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB : Bayang di Balik Kebenaran
Beberapa jam kemudian, di lounge pribadi yang mewah di dek atas kapal pesiar. Aroma kopi mahal dan cerutu Havana berbaur di udara yang dingin. Sergio duduk tegak di sofa kulitnya, memandang tajam ke dua orang yang berdiri di hadapannya: Risa dan Bayu.
Risa mengenakan pakaian kerja rapi, tetapi wajahnya masih terlihat sembab. Bayu berdiri di sampingnya, berusaha menampilkan ketenangan seorang petugas keamanan, namun keringat dingin membasahi bagian belakang kerah seragamnya.
"Lima ratus juta," ulang Sergio, suaranya datar, tanpa emosi. "Uang sebanyak itu untuk menutupi rasa malu, katanya? Tapi sekarang kalian bilang kalian 'hanya membantu teman'?"
Risa tersentak. "Tuan Sergio, sungguh! Saya mohon, Anda harus percaya. Saya tidak berbohong soal trauma, tapi... itu bukan trauma saya. Itu trauma Nara."
"Nara?" Sergio mengangkat alisnya. Nama itu lagi. "Shannara Althea, benar?"
"Benar, Tuan." Risa menunduk. "Dia... dia sahabat saya. Dia panik. Benar-benar hancur. Dia keluar dari kamar Anda dalam kondisi mengenaskan, Tuan. Memar di mana-mana. Dia terlalu malu, terlalu syok untuk meminta kompensasi atau bahkan melapor."
Bayu segera menimpali, nadanya terdengar terpaksa meyakinkan. "Nara adalah anak yang baik, Tuan. Dia hanya seorang pelayan. Kejadian malam itu... menghancurkannya. Dia mengira dengan melarikan diri, masalah akan selesai. Tapi dia juga butuh biaya pengobatan, biaya terapis. Jadi, Risa... istri saya, dia mencoba membantunya. Dia mengambil inisiatif untuk meminta ganti rugi itu, demi Nara."
Sergio menyandarkan punggungnya. Ia menyilangkan tangan di dada, matanya tidak lepas dari pasangan itu, mencari celah kebohongan di balik kepalsuan mereka.
"Jadi, kamu datang padaku, mengaku sebagai korban untuk mendapatkan uang, hanya untuk menutupi kepanikan temanmu?" tanya Sergio, suaranya tajam seperti pisau. "Itu tidak masuk akal. Jika dia panik, kenapa tidak langsung melapor ke manajemen? Kenapa harus melalui perantara yang mengaku sebagai korban?"
Bayu menegakkan badannya. "Dia takut, Tuan. Dia takut reputasinya hancur. Tuan sendiri tahu, jika seorang pelayan melapor tamu VIP—siapa yang akan dipercaya? Nara yang akan dituduh mencari sensasi, memeras. Dia terlalu takut untuk berhadapan dengan Tuan. Kami berdua hanya mencoba melindunginya dari kehancuran yang lebih parah."
Risa mengangguk-angguk cepat, air mata palsu kembali menggenang. "Nara ... dia tidak tahu saya yang meminta uang itu, Tuan. Saya terpaksa berbohong padanya, mengatakan itu uang yang saya pinjamkan. Saya hanya ingin dia bisa berobat tanpa perlu takut."
Sergio mengepalkan tangannya di balik lipatan jasnya. Hatinya diserang oleh konflik: naluri mengatakan ada yang busuk, tapi kesaksian dua orang ini, yang kini tampak membela 'korban' yang sebenarnya, membuatnya ragu. Terlebih lagi, Bayu dan Risa secara tidak langsung mengonfirmasi: Shannara adalah wanita yang ada di kamar itu.
"Jika dia benar-benar 'terlalu malu', bagaimana saya bisa mendapatkan kebenaran dari mulutnya sendiri?" desak Sergio.
Bayu meraih kesempatan itu. "Tuan, Tuan harus bicara langsung padanya. Tuan akan tahu kebenarannya dari matanya sendiri."
"Dan di mana dia?"
"Dia sudah mengundurkan diri, Tuan," jawab Bayu cepat. "Dia terlalu syok. Tapi dia masih di kapal. Dia akan turun sore ini saat kapal berlabuh. Dia di kabin stafnya. Jika Tuan ingin bertemu dengannya, sekarang kesempatan terakhir Tuan."
Bayu melirik jam tangannya. "Kami akan pergi. Kami sudah mengatakan apa yang harus kami katakan. Jika Tuan mau kebenaran, Tuan harus menemuinya. Kami janji, Tuan akan tahu bahwa Nara tidak punya niatan buruk, selain hanya ingin melarikan diri dari aib."
Sergio menatap mereka berdua dalam diam untuk beberapa saat, lalu mengangguk singkat. "Kalian boleh pergi."
Bayu dan Risa segera bergegas keluar, napas lega yang tak tertahankan tampak jelas di wajah mereka. Mereka berhasil, untuk saat ini. Nara akan mengonfirmasi cerita mereka, dan Sergio akan mengira ini semua hanya salah paham karena kepanikan seorang gadis.
Namun, Sergio tidak bergerak. Ia memanggil Davin asistennya "Davin."
"Ya, tuan?"
"Cari tahu lokasi Shannara Althea. Cepat. Aku harus menemuinya sekarang."
Sergio berdiri, melangkah ke jendela. Pikirannya kacau. Jika yang dikatakan pasangan itu benar, maka ia telah merusak Shannara, cinta pertamanya, dan kini ia harus memaksanya menanggung aib di depan matanya sendiri. Ia merasa jijik pada dirinya sendiri, pada kebodohannya, dan pada kabut alkohol yang telah membimbingnya pada kehancuran ini. Ia harus mendengar cerita itu dari mulut Shannara. Ia harus tahu kebenaran di balik aib yang telah ia ciptakan.