NovelToon NovelToon
Suami Hyper Anak SMA

Suami Hyper Anak SMA

Status: sedang berlangsung
Genre:Bad Boy / Teen Angst / CEO / Dijodohkan Orang Tua / Nikah Kontrak
Popularitas:4.8k
Nilai: 5
Nama Author: Raey Luma

"DAVINNNN!" Suara lantang Leora memenuhi seisi kamar.
Ia terbangun dengan kepala berat dan tubuh yang terasa aneh.
Selimut tebal melilit rapat di tubuhnya, dan ketika ia sadar… sesuatu sudah berubah. Bajunya tak lagi terpasang. Davin menoleh dari kursi dekat jendela,
"Kenapa. Kaget?"
"Semalem, lo apain gue. Hah?!!"
"Nggak, ngapa-ngapain sih. Cuma, 'masuk sedikit'. Gak papa, 'kan?"
"Dasaaar Cowok Gila!"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Raey Luma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dibalik Surat

Selepas Davin pergi, Leora pun memasuki kamarnya. Ia membuka hapenya dengan hati tak tenang.

"Pasti Rey marah. Haduh, Leora. Kenapa sih semuanya jadi kacau begini?" batinnya.

Saat ia menyalakan hape, notifikasi pesan berdatangan. Benar saja dugaannya, Rey begitu marah terhadapnya.

"Leora, lo sengaja abaikan chat gue?"

"Leora, gue udah siap. Lo kemana sih, kok malah gak aktif?!"

"Leora, sorry kalo lo marah sama gue. Tapi, gue gak bisa diginiin. Gue gak biasa nunggu kabar orang lain."

"Gue anggap lo nolak ajakan gue. Jadi, dari sekarang lo bebas mau ngapain. Gue gak suka cewek sok jual mahal."

Deg

Jantung Leora rasanya mau copot. Apakah ucapan itu berarti Rey memutuskannya sepihak?

"Enggak, Rey lo harus dengerin semua penjelasan gue. Gue gak mau putus dari lo," ucapnya, setengah gemetar.

Ia mencoba membalas pesan cowok itu, sayangnya nomornya tak aktif. Entah sengaja, atau mungkin nomor Leora di blokir olehnya.

Sial.

Hati Leora tak tenang, dengan cepat ia pun bersiap untuk pergi ke sekolah walaupun masih terlalu pagi untuknya.

Ingatannya terlempar pada sosok Davin, "Semua ini gara-gara Davin!" suaranya bergetar penuh ketidakpuasan. "Kalau dia kemarin jemput, mungkin gak bakal ribet kayak gini. Dari awal emang dia pembawa sial!"

Tatapannya penuh dendam, dada terasa sesak oleh rasa kecewa yang menumpuk. Setelah menahan napas beberapa saat, Leora mengusap dahinya yang masih basah oleh keringat dingin. Tubuhnya lemas, bersin beberapa kali mengguncang pundaknya, tapi dia enggan menyerah. "Gue gak boleh sakit sekarang," batinnya keras, niat bulat demi pacarnya.

Dengan langkah pelan, Leora berbelok menuju dapur, di mana Bi Marni tengah sibuk. Sesampainya di sana, ia mencoba menahan lemah, meski demam seperti merayap di seluruh tubuhnya.

"Non, mau kemana?" tanya Bi Marni, yang masih berdiri di sisi wastafel.

"Sekolah dong, Bi. Emangnya kemana lagi?" jawab Leora, seraya menyuapkan dua helai roti dengan tergesa.

"Loh, bukannya Non gak enak badan? Kenapa maksain masuk? Katanya, Den Davin udah ngasih surat sakit buat wali kelas Non Leora."

Roti yang masih di dalam mulut cewek itu, hampir keluar lagi setelah mendengar ucapan Marni. "A-apa? Davin ngasih surat sakit?"

"Iya Non. Den Davin bilang kalo Non Leora demam, dan gak bisa masuk sekolah hari ini. Makannya Den Davin inisiatif buat surat sakit"

Leora berdiri mematung di tempat,

“Davin lo tuh siapa, dokter gue?” gumamnya kesal, tapi nada suaranya terdengar setengah panik.

Bi Marni menatapnya heran. “Lho, emangnya salah ya Den Davin bikin surat sakit? Katanya biar Non gak disangka bolos.”

“Ya jelas salah, Bi! Sekarang semua orang bakal mikir aku gak masuk gara-gara sakit! Padahal aku harus ke sekolah buat jelasin semuanya ke Rey!”

“Rey?” Bi Marni menaikkan alisnya. “Pacarnya Non itu?”

Leora langsung memalingkan wajah. “Bi… jangan ngomong keras-keras dong, jaga rahasia ini dari Papa Ardy ya.”

Wajahnya merona, lebih ke arah frustrasi total.

Ia berlari kecil ke kamar mandi, menggengga ponsel dan menatap cermin dengan napas memburu. “Leora, fokus. Lo harus ke sekolah, jelasin semuanya ke Rey, minta maaf, dan beresin ini secepatnya.”

Begitu hendak keluar, matanya menangkap kertas di atas meja makan. Sepertinya salinan surat sakit yang dibuat Davin. Tulisan tangan cowok itu rapi tapi asal-asalan, dan di bawahnya ada tanda tangan yang nyaris sama persis dengan milik Papa Ardy.

“Dia... niru tanda tangan bokap gue?!”

Leora menjerit kecil. “Cowok itu udah gila! GILA BENERAN!”

Tapi tak ada waktu untuk marah lebih lama. Ia segera mengambil tas, menyambar jaket, lalu berlari keluar.

Namun, langkahnya terhenti di depan pintu ketika Bi Marni memanggil, “Non! Tapi Den Davin bilang Non gak boleh kemana-mana hari ini! Katanya harus istirahat!”

Leora menatap Bi Marni dengan tatapan tak senang. “Bi, kalo Davin suruh aku lompat ke sumur, aku harus nurut juga gitu?!”

“Ya… enggak juga, Non. Tapi Den Davin ngomongnya serius banget tadi.”

“Serius apanya! Yang bikin ribet semua ini tuh dia!” gerutunya sambil mengikat rambut, lalu berlari keluar rumah tanpa sempat pamit lagi.

Udara pagi masih lembap, sisa hujan tadi malam membuat jalanan sedikit licin. Leora setengah berlari, napasnya berat, dadanya sesak antara panik dan marah.

“Rey, tolong jangan salah paham dulu, ya…” lirihnya sambil menggenggam ponsel erat.

Namun di tengah jalan, sebuah suara memanggil pelan dari arah depan.

“Lo yakin mau ke sekolah dalam kondisi gitu?”

Langkah Leora terhenti. Ia menoleh, dan benar saja, Davin berdiri di sana, sudah mengenakan seragam olahraga tim basket, memegang sebotol air, wajahnya tenang tapi tajam.

“Davin,” ucap Leora pelan, “Lo udah bikin semuanya makin kacau!”

“Gue bikin kacau? Leora, lo denger dulu deh. Lo itu lagi demam. Muka lo pucat, mata lo bengkak. Mau ke sekolah dalam kondisi kayak gini? Mau pingsan di jalan?”

“Gue masih bisa jalan, Davin! Gue cuma—”

“Enggak ada tapi.” Davin menatapnya tajam. “Gue gak bakal biarin lo ke sekolah dalam keadaan kayak gitu.”

Leora menggertakkan gigi. “Gue gak butuh lo ngatur gue!”

“Sayangnya, sekarang lo istri gue. Dan lo harus nurut.”

“Ngaco!” seru Leora kesal, tapi Davin sudah lebih dulu menarik lengannya dan menggiringnya ke arah motor.

“Naik.”

“Enggak mau!”

“Leora.” Nada suara Davin merendah, tapi tegas. “Lo mau gue gendong ke rumah, biar satu komplek nonton?”

Leora melotot, tapi tubuhnya memang sudah lemas. “Davin, sumpah kalo lo maksa—”

“Naik.”

Akhirnya dengan wajah merah padam karena kesal, Leora duduk di jok belakang. Ia sengaja menatap ke arah lain, pura-pura tak peduli. Tapi baru beberapa detik motor melaju, angin dingin pagi membuatnya menggigil.

“Peluk gue biar gak jatuh,” kata Davin datar tanpa menoleh.

“Enggak perlu.”

“Oke, tapi jangan nyalahin gue kalo lo kelempar.”

Motor berbelok cukup tajam, dan benar saja, Leora hampir kehilangan keseimbangan. Refleks, tangannya langsung melingkar di pinggang Davin.

“See?” Davin tersenyum tipis. “Gue bilang juga apa.”

“Gue bakal loncat, Davin, sumpah!” teriak Leora dari belakang, tapi suaranya kalah oleh deru angin.

“Loncat aja, tapi jangan salahin gue kalo lo jatuh di got,” balas Davin santai.

Sepanjang jalan, mereka terus berdebat tanpa benar-benar saling mendengar. Leora mengomel, Davin diam tapi tetap mengatur laju motor dengan tenang, seolah tak peduli meski gadis di belakangnya mengancam ingin kabur setiap lima detik sekali.

Begitu sampai di depan rumah, Davin langsung mematikan mesin. Leora belum sempat turun ketika ia mendadak merasa tubuhnya melayang.

“Davin! Turunin gue!” teriak Leora panik, wajahnya merah padam.

“Lo udah demam tinggi. Gue gak mau lo jatuh,” katanya datar, seolah hal itu sangat normal.

Bi Marni yang baru keluar dari dapur langsung menutup mulut menahan tawa. “Astaga, Den Davin… Non Leora digendong segala.”

“Dia bandel, Bi,” jawab Davin tenang. “Kalo gak dipaksa, gak bakal nurut.”

Leora berusaha menendang udara, tapi sia-sia. Davin membopongnya masuk sampai ke dalam kamar, seolah tubuhnya selemah kapas.

Begitu sampai di depan kamarnya, Davin menurunkannya perlahan. “Istirahat. Gue gak mau denger alasan lagi.”

Leora mendengus keras. “Gue benci lo, Davin.”

“Gue juga benci liat lo keras kepala kayak gini,” balas Davin, menatapnya sebentar sebelum berbalik pergi. “Tapi kalo lo kenapa-kenapa, gue yang disalahin bokap lo.”

Leora terdiam. Ada sedikit rasa aneh di dadanya mendengar itu, tapi ia buru-buru menepisnya. “Terserah lo.”

Davin hanya mengangkat bahu, lalu berjalan keluar sambil menyalakan ponselnya. “Istirahat. Gue sekolah dulu. Jangan kabur lagi, ngerti?”

Pintu tertutup, menyisakan Leora yang masih berdiri di tempat, wajahnya panas karena malu.

“Cowok itu… bener-bener nyebelin!”

1
Shifa Burhan
author tolong jawaban donk dengan jujur

*kenapa di novel2 pernikahan paksa dan sang suami masih punya pacar, maka kalian tegas anggap itu selingkuh, dan pacar suami kalian anggap wanita murahana, dan suami kalian anggap melakukan kesalahan paling fatal karena tidak menghargai pernikahan dan tidak menghargai istrinya, kalian akan buat suami dapat karma, menyesal, dan mengemis maaf, istri kalian buat tegas pergi dan tidak mudah memaafkan, dan satu lagi kalian pasti hadirkan lelaki lain yang jadi pahlawan bagi sang istri

*tapi sangat berbanding terbalik dengan novel2 pernikahan paksa tapi sang istri yang masih punya pacar, kalian bukan anggap itu selingkuh, pacar istri kalian anggap korban yang harus diperlakukan sangat2 lembut, kalian membenarkan kelakuan istri dan anggap itu bukan kesalahan serius, nanti semudah itu dimaafkan dan sang suami kalian buat kayak budak cinta dan kayak boneka yang Terima saja diperlakukan kayak gitu oleh istrinya, dan dia akan nerima begitu saja dan mudah sekali memaafkan, dan kalian tidak akan berani hadirkan wanita lain yang baik dan bak pahlawan bagi suami kalau pun kalian hadirkan tetap saja kalian perlakuan kayak pelakor dan wanita murahan, dan yang paling parah di novel2 kayak gini ada yang malah memutar balik fakta jadi suami yang salah karena tidak sabar dan tidak bisa mengerti perasaan istri yang masih mencintai pria lain

tolong Thor tanggapan dan jawaban?
Raey Luma: Sementara contoh yang kakak sebutkan mungkin lebih menonjolkan karakter pria yang arogan, sehingga apa pun yang dia lakukan selalu tampak salah di mata pembaca. Apalagi di banyak novel, perempuan yang dinikahkan secara paksa biasanya digambarkan berasal dari tekanan ekonomi atau tanggung jawab keluarga, sehingga karakternya cenderung lebih lemah dan rapuh. Dan itu yang akhirnya membuat tokoh pria terlihat seperti pihak yang “dibenci”.


Beda dengan alur ceritaku di sini, di mana pernikahan mereka justru terjadi karena hal konyol dua orang ayah yang sama-sama sudah kaya sejak lama, jadi dinamika emosinya memang terasa berbeda.

Kurang lebih seperti itu sudut pandangku. Mohon maaf kalau masih ada bagian yang kurang, dan terima kasih sudah berbagi opini 🤍
total 2 replies
Felina Qwix
kalo aja tau Rey si Davin suaminya Leora haduh🤣🤣🤣
Raey Luma: beuuh apa ga meledak tuh sekolah🤣
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!