Di balik ketenangan Desa Warengi Jati, sebuah tragedi mengoyak rasa aman warganya. Malam itu, seorang penduduk ditemukan tewas dengan cara yang tak masuk akal. Desas-desus beredar, rahasia lama kembali menyeruak, dan bayangan gelap mulai menghantui setiap sudut desa.
Bayu, pemuda dengan rasa ingin tahu yang tak pernah padam, terjebak dalam pusaran misteri ini. Bersama Kevin sahabat setianya yang sering meremehkan bahaya dan seorang indigo yang bisa merasakan hal-hal yang tak kasatmata, mereka mencoba menyingkap kebenaran. Namun semakin dalam mereka menggali, semakin jelas bahwa Warengi Jati menyimpan sesuatu yang ingin dikubur selamanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NonaNyala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sumbangan dan Bayangan (2)
Di episode sebelumnya mata Kevin sempat terpaku pada jendela yang berdebu di rumah kosong itu apakah yang dia lihat? Pastinya tak lain adalah seorang sosok namun kita belum tahu pasti siapakan sosok ini, mari kita lanjut kan episode sebelumnya...
...
Happy Reading...🕵♂️📸
...**----------------**...
Ia melihat sesuatu... samar, tapi jelas. Seorang perempuan berdiri di balik kaca. Rambutnya panjang menutupi wajah, tubuhnya kurus, bajunya lusuh. Ia hanya berdiri diam, menatap mereka. Kevin mengerjap cepat, menutup matanya sejenak. Tapi saat membuka lagi, sosok itu masih ada. Ia menghela napas panjang, mencoba bersikap biasa.
“Pin, ayo jalan. Nggak ada orang ini,” suara Bayu membuyarkan lamunannya.
Namun saat mereka berbalik hendak pergi, terdengar bunyi *krek...* dari dalam rumah. Seperti suara kaca yang retak perlahan. Kevin menoleh sekali lagi dan benar, kaca jendela itu kini ada garis retakan tipis, seolah tadi diketuk sesuatu dari dalam.
Bayu ikut menoleh, lalu wajahnya berubah. “Eh, lo liat nggak... itu barusan?”
Pak RT sudah melangkah duluan. “Ah, kalian jangan iseng. Rumah kosong gini suka bunyi karena kayunya lapuk.”
Kevin hanya menunduk. Ia tahu Bayu juga melihatnya, tapi Pak RT jelas tidak. Langkahnya jadi sedikit lebih berat. Sejak kecil, bayangan-bayangan seperti itu selalu mengikutinya, di mana pun ia berada.
Bayu mendekatkan mulutnya ke telinga Kevin, berbisik, “Jujur aja, Pin... itu tadi apa? Gua nggak salah liat kan?”
Kevin menghela napas panjang. “Jangan tanya sekarang. Nanti aja.”
Bayu menelan ludah, tapi ia tak lagi bercanda seperti biasanya. Sejak saat itu, langkahnya sedikit lebih hati-hati, meski mulutnya tetap mencoba melontarkan komentar-komentar ringan untuk menutupi rasa tegang.
Mereka berhenti sebentar di bawah pohon mangga. Bayu duduk di batu, wajahnya serius. “Pin, jujur. Itu tadi apa?”
Kevin menatap tanah. “Bukan kayu lapuk. Itu... penghuni rumah ini. Mereka masih di sana.”
Bayu mengusap wajahnya. “Serius??”
Kevin mengangguk pelan. “Dua rius”
“Terus mereka serem gak?”
“Biasa aja sih.”
Bayu terdiam lama. Hanya suara jangkrik terdengar dari semak. Lalu ia menepuk bahu Kevin. “Oke. Gua sih yes.”
Hari makin siang. Mereka melanjutkan perjalanan.
Di rumah Pak Sardi, suasana riang. Bayu sibuk mengomentari foto-foto keluarga, membuat semua tertawa. Kevin mencatat dengan telaten. Pak Sardi memberi sumbangan besar, sambil berkata, “Anak muda ini harus sering-sering kumpul, biar mushola ramai.”
Namun di rumah Bu Darmi, situasinya kaku. “Ngapain nyumbang? Mushola kan masih bisa dipakai.”
Bayu tersenyum miris. “Bisa dipakai Bu, tapi kalau sholatnya bawa payung. Mushola bocor, Bu...”
Kevin menahan senyum. Suasana tegang sedikit mencair, meski Bu Darmi tetap menolak.
Saat mereka lewat persawahan, Kevin mendengar suara gamelan samar. Ia berhenti sejenak, mencari sumbernya. Padahal jelas, tak ada hajatan. Angin hanya berdesir, membawa aroma padi.
“Kenapa berhenti, Pin?” tanya Bayu.
“...nggak. Jalan aja.” Kevin menggeleng.
Tapi dalam hati, ia tahu: suara itu bukan dari dunia ini.
Matahari mulai turun. Semua kelompok kembali ke pos ronda. Tumpukan uang sumbangan terkumpul lumayan banyak. Warga bercanda, tertawa, penuh semangat. Bayu kembali jadi pusat tawa, melontarkan komentar konyol. Kevin duduk agak belakang, menatap langit jingga. Hatinya hangat, tapi juga gelisah. Sosok perempuan di rumah kosong terus membayang. Retakan kaca itu, suara “krek” itu, masih terngiang.
Pak RT menutup rapat dengan doa. Semua mengamini. Namun Kevin tiba-tiba merasakan bisikan halus di telinganya:
“Keluar... keluarkan aku...”
Jantungnya berdegup kencang. Ia menoleh cepat, tapi tak ada siapa-siapa. Hanya Bayu yang menatapnya dengan alis terangkat, seolah ikut merasakan ada yang janggal.
Senja menutup hari, tapi Kevin tahu... ini baru awal dari sesuatu yang lebih besar.
...**------------------**...
DISCLAMER❗️⚠️
Cerita ini hanya karangan semata jika ada perilaku/kata yang kasar mohon di maafkan. Dan apabila jika ada kesalahan dalam pengetikan kata/typo saya mohon maaf, namanya juga kan manusia mimin juga manusia lohh, jadi mohon dimaklumi ya hehe..
Sekali lagi mimin mengucapkan mohon maaf jika per episode di dalam cerita yang mimin buat terlalu pendek soalnya mimin sengaja membagi agar BAB nya banyak, dan biar kaliannya juga greget😜