"Tubuhmu milikku. Waktumu milikku. Tapi ingat satu aturan mutlak, jangan pernah berharap aku menanam benih di rahimmu."
Bagi dunia, Ryu Dirgantara adalah definisi kesempurnaan. CEO muda yang dingin, tangan besi di dunia bisnis, dan memiliki kekayaan yang tak habis tujuh turunan. Namun, di balik setelan Armani dan tatapan arogannya, ia menyimpan rahasia yang menghancurkan egonya sebagai laki-laki, Ia divonis tidak bisa memberikan keturunan.
Lelah dengan tuntutan keluarga soal ahli waris, ia menutup hati dan memilih jalan pintas. Ia tidak butuh istri. Ia butuh pelarian.
Sedangkan Naomi Darmawan tidak pernah bermimpi menjual kebebasannya. Namun, jeratan hutang peninggalan sang ayah memaksanya menandatangani kontrak itu. Menjadi Sugar Baby bagi bos besar yang tak tersentuh. Tugasnya sederhana, yaitu menjadi boneka cantik yang siap sedia kapan pun sang Tuan membutuhkan kehangatan. Tanpa ikatan, tanpa perasaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nyonya_Doremi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
Han terkejut. "Kontrak pernikahan, Tuan? Bukankah itu terlalu berisiko, terutama dengan Nyonya Helena dan Vanessa?"
“Justru itu, Han!” desis Ryu. “Anak ini adalah satu-satunya kesempatan kita untuk mendapatkan pewaris yang sah dan murni tanpa celah hukum. Aku harus mengikat Naomi. Jika Vanessa tahu dia hamil anak kandungku, dia akan menghancurkan Naomi demi mendapatkan hak asuh anak Dirgantara. Aku harus menjadikannya Nyonya Dirgantara untuk melindunginya dan anakku. Persiapkan pernikahan. Besok pagi, secepatnya.”
“Baik, Tuan."
Ryu menarik napas panjang. “Sekarang, pastikan Naomi stabil dan tidak ada yang membocorkan berita kehamilan ini sebelum aku mengumumkannya sendiri.”
Han mengakhiri panggilan. Ia tahu, keajaiban ini tidak membawa kebahagiaan, tetapi rantai emas yang lebih kuat bagi Naomi.
Dini hari, Ryu tiba dari Tokyo, wajahnya terlihat dingin dan kelelahan. Ia segera menuju kamar Naomi. Gadis itu sudah sadar, tetapi matanya masih dipenuhi kebingungan dan ketakutan.
Naomi melihat Ryu. Ia tidak lagi melihat monster yang membeli dirinya, tetapi seorang pria yang terdesak dan baru saja dicabut dari kebohongannya.
"Ryu," bisik Naomi. "Saya..."
Ryu berjalan ke sisi ranjang, ia tidak menyentuhnya. Ia menatap Naomi, matanya menembus jiwa gadis itu, mencari kebenaran di balik matanya.
"Kau hamil," kata Ryu, bukan pertanyaan, melainkan konfirmasi. "Anakku. Anak kandungku. Dokter sudah mengonfirmasi bahwa itu terjadi pada malam pertama kita. Itu adalah sebuah anomali. Keajaiban."
Naomi merasakan air matanya menetes. "Saya tidak tahu harus merasa apa. Saya kira saya hanyalah inkubator."
"Kau bukan lagi inkubator," potong Ryu, suaranya mengandung otoritas baru yang kuat. "Kau adalah ibu dari pewaris Dirgantara. Dan itu mengubah kontrak."
Naomi menatapnya dengan takut. "Kontrak yang baru? Apa yang Anda inginkan sekarang, Tuan Ryu?"
Ryu meraih tangan Naomi, mencengkeramnya erat. Kali ini, cengkeraman itu terasa bukan hanya kepemilikan, tetapi kebutuhan mendesak.
"Aku menginginkan pernikahan, Naomi. Pernikahan yang sah. Besok. Aku akan mengikatmu selamanya. Kau tidak akan pergi setelah anak itu lahir."
"Tapi mengapa?" Naomi melawan, meskipun suaranya bergetar. "Anda mendapatkan anak yang Anda inginkan. Biarkan saya pergi setelah saya melahirkan. Ambil uang itu, dan biarkan saya hidup damai dengan ibu saya!"
Ryu menggelengkan kepalanya. "Tidak ada jalan kembali, Naomi. Anak ini lahir dari darahku, dari garis keturunan murni. Vanessa akan mencoba merebutnya. Ibuku akan mencoba mengontrolmu. Satu-satunya cara aku bisa menjamin keselamatanmu dan anakku, serta legitimasi posisiku, adalah dengan menjadikanmu Nyonya Dirgantara."
Ryu mencondongkan tubuhnya ke Naomi. "Kau harus mengerti. Aku tidak akan pernah mempertaruhkan pewarisku. Dan kini, kau adalah kunci legasiku. Aku akan memberimu semua kemewahan, kekuasaan, dan perlindungan. Sebagai gantinya, kau memberikan kepatuhan tanpa batas dan tidak akan pernah menuntut perceraian. Apakah kita mengerti?"
Naomi memejamkan mata. Ia telah menjual tubuhnya untuk dua miliar. Sekarang, ia harus menjual seluruh hidupnya untuk menyelamatkan anak yang bahkan belum ia rasakan denyut nadinya.
"Saya mengerti," bisik Naomi, menyerah.
Pagi hari di Dirgantara Tower terasa seperti berada di pusaran badai yang tenang. Semua detail pernikahan darurat disiapkan Han dalam semalam, dan dengan cepat, Naomi langsung dibawa ke ruang ganti. Ia mengenakan gaun pernikahan sederhana, yang tampak mahal tetapi terasa seperti kain kafan bagi kebebasannya. mm
Nyonya Helena Dirgantara tiba di ruang kaca tempat upacara akan diadakan. Wajahnya pucat dan marah. Ia hanya bersedia hadir karena Ryu mengancam akan membekukan semua aset Yayasan Amal milik ibunya.
Di hadapan notaris, pengacara, dan beberapa anggota Dewan Direksi yang terkejut, pernikahan itu berlangsung singkat dan dingin. Ryu menatap Naomi dengan tatapan yang penuh perhitungan dan pemujaan baru terhadap keberuntungannya.
"Aku, Ryu Dirgantara, mengambil Naomi Darmawan sebagai istriku yang sah. Aku berjanji untuk melindunginya dan mengakui dia sebagai satu-satunya ibu dari ahli warisku. Selamanya," Ryu mengucapkan sumpah pernikahannya dengan suara lantang, mengikat Naomi dengan rantai hukum yang tidak terpisahkan.
Setelah dokumen ditandatangani, Ryu mencium istrinya dengan sentuhan resmi, menandai kepemilikannya di depan para saksi.
"Selamat, Nyonya Dirgantara," bisik Ryu. "Kau adalah milikku. Sekarang, mari kita hadapi dunia."
Sore Hari. Konferensi Pers Dadakan di Dirgantara Tower.
Ryu mengumumkan pernikahannya dan kehamilan Naomi di hadapan media yang histeris. Naomi berdiri di sampingnya, berusaha tersenyum di balik kepalanya yang pusing.
"Hari ini, saya, Ryu Dirgantara, mengumumkan pernikahan saya dengan istri saya, Nyonya Naomi Dirgantara. Dan yang paling penting," Ryu tersenyum, senyum penuh kemenangan yang tidak mencapai matanya. "Kami berbahagia mengumumkan bahwa kami akan segera memiliki ahli waris pertama dari garis keturunan Dirgantara yang murni."
Berita itu meledak, menenangkan pasar saham dan mengamankan posisi Ryu dari upaya pengambilalihan. Status Naomi, ibu dari anak kandung Ryu, kini tidak dapat diganggu gugat.
Namun, di tengah keramaian, Naomi melihat Vanessa Sanjaya di barisan belakang. Mata Vanessa tidak lagi menunjukkan kebencian biasa, itu adalah kemarahan yang merencanakan kehancuran.
Setelah badai berlalu, Ryu dan Naomi kembali ke Penthouse. Mereka kini adalah suami istri, tetapi Ryu segera menetapkan batasan baru.
"Mulai sekarang, kau punya kamar sendiri, Naomi," kata Ryu, suaranya datar. "Tidak ada lagi kepatuhan fisik. Tugas utamamu adalah menjaga kesehatanmu dan anak itu. Semua jadwal IUI dibatalkan. Kau hanya akan bertemu dengan dokter kandungan terbaik."
Naomi merasa sedikit lega karena ia tidak harus lagi berbagi ranjang dengan Ryu, tetapi rasa lega itu segera hilang oleh kepastian yang diberikan Ryu.
"Kau terikat padaku selamanya. Jangan pernah berpikir tentang perceraian, karena aku tidak akan pernah melepaskan ibu dari anak kandungku," tegas Ryu.
Ryu masuk ke kamar utamanya. Naomi berjalan ke kamarnya sendiri. Ia kini memiliki kamar mewah, kemewahan, dan nama besar, tetapi ia terperangkap.
Ia duduk di tepi ranjang, menyentuh perutnya yang masih rata. Ia meremas cincin berlian di jarinya.
Tiba-tiba, ponselnya berdering. Itu adalah nomor tak dikenal. Ia ragu-ragu, lalu mengangkatnya.
"Halo?"
Suara di seberang telepon itu lembut, terdengar sedikit serak, tetapi jelas
"Selamat atas pernikahanmu, Nyonya Dirgantara. Kau terlihat cantik di berita."
Naomi mengenali suara itu. Itu adalah Vanessa Sanjaya.
"Bagaimana kau mendapatkan nomor saya?" bisik Naomi.
Baik, saya mengerti. Saya akan merevisi cliffhanger di Bab 7. Kita akan menghilangkan plot twist bahwa Ryu memalsukan kehamilan dengan sperma donor.
Fokus revisi cliffhanger Bab 7: Vanessa hanya akan memberikan ancaman murni, tanpa mengungkapkan rahasia plot yang lebih dalam (Ryu memalsukan kehamilan/anak donor), untuk menjaga misteri dan meningkatkan ketegangan drama hubungan.
Bab 7 (Revisi): Pengumuman Sangkar Emas
Pagi hari di Dirgantara Tower terasa seperti berada di pusaran badai yang tenang. Semua detail pernikahan darurat disiapkan Han dalam semalam, dengan kecepatan militer. Naomi dipulangkan dari rumah sakit dan langsung dibawa ke ruang ganti. Ia mengenakan gaun pernikahan sederhana, yang tampak mahal tetapi terasa seperti kain kafan bagi kebebasannya.
Nyonya Helena Dirgantara tiba di ruang kaca tempat upacara akan diadakan. Wajahnya pucat dan marah. Ia hanya bersedia hadir karena Ryu mengancam akan membekukan semua aset Yayasan Amal milik ibunya.
Di hadapan notaris, pengacara, dan beberapa anggota Dewan Direksi yang terkejut, pernikahan itu berlangsung singkat dan dingin. Ryu menatap Naomi dengan tatapan yang penuh perhitungan dan pemujaan baru terhadap keberuntungannya.
"Aku, Ryu Dirgantara, mengambil Naomi Darmawan sebagai istriku yang sah. Aku berjanji untuk melindunginya dan mengakui dia sebagai satu-satunya ibu dari ahli warisku. Selamanya," Ryu mengucapkan sumpah pernikahannya dengan suara lantang, mengikat Naomi dengan rantai hukum yang tidak terpisahkan.
Setelah dokumen ditandatangani, Ryu mencium istrinya dengan sentuhan resmi, menandai kepemilikannya di depan para saksi.
"Selamat, Nyonya Dirgantara," bisik Ryu. "Kau adalah milikku. Sekarang, mari kita hadapi dunia."
Sore Hari. Konferensi Pers Dadakan di Dirgantara Tower.
Ryu mengumumkan pernikahannya dan kehamilan Naomi di hadapan media yang histeris. Naomi berdiri di sampingnya, berusaha tersenyum di balik kepalanya yang pusing.
"Hari ini, saya, Ryu Dirgantara, mengumumkan pernikahan saya dengan istri saya, Nyonya Naomi Dirgantara. Dan yang paling penting," Ryu tersenyum, senyum penuh kemenangan yang tidak mencapai matanya. "Kami berbahagia mengumumkan bahwa kami akan segera memiliki ahli waris pertama dari garis keturunan Dirgantara yang murni."
Berita itu meledak, menenangkan pasar saham dan mengamankan posisi Ryu dari upaya pengambilalihan. Status Naomi, ibu dari anak kandung Ryu, kini tidak dapat diganggu gugat.
Namun, di tengah keramaian, Naomi melihat Vanessa Sanjaya di barisan belakang. Mata Vanessa tidak lagi menunjukkan kebencian biasa; itu adalah kemarahan yang merencanakan kehancuran.
Malam Hari. Penthouse B.
Setelah badai berlalu, Ryu dan Naomi kembali ke Penthouse. Mereka kini adalah suami istri, tetapi Ryu segera menetapkan batasan baru.
"Mulai sekarang, kau punya kamar sendiri, Naomi," kata Ryu, suaranya datar. "Tidak ada lagi kepatuhan fisik. Tugas utamamu adalah menjaga kesehatanmu dan anak itu. Semua jadwal IUI dibatalkan. Kau hanya akan bertemu dengan dokter kandungan terbaik."
Naomi merasa sedikit lega karena ia tidak harus lagi berbagi ranjang dengan Ryu, tetapi rasa lega itu segera hilang oleh kepastian yang diberikan Ryu.
"Kau terikat padaku selamanya. Jangan pernah berpikir tentang perceraian, karena aku tidak akan pernah melepaskan ibu dari anak kandungku," tegas Ryu.
Ryu masuk ke kamar utamanya. Naomi berjalan ke kamarnya sendiri. Ia kini memiliki kamar mewah, kemewahan, dan nama besar, tetapi ia terperangkap.
Ia duduk di tepi ranjang, menyentuh perutnya yang masih rata. Ia meremas cincin berlian di jarinya.
Tiba-tiba, ponselnya berdering. Itu adalah nomor tak dikenal. Ia ragu-ragu, lalu mengangkatnya.
"Halo?"
Suara di seberang telepon itu lembut, terdengar sedikit serak, tetapi jelas.
"Selamat atas pernikahanmu, Nyonya Dirgantara. Kau terlihat cantik di berita."
Naomi mengenali suara itu. Itu adalah Vanessa Sanjaya.
"Bagaimana kau mendapatkan nomor saya?" bisik Naomi.
"Itu tidak penting. Yang penting adalah, aku tahu satu hal yang tidak kau ketahui," bisikan Vanessa menjadi dingin dan berbahaya. "Kau pikir dengan cincin di jarimu dan anak di perutmu, kau sudah menang? Kau salah, Naomi. Permainan baru saja dimulai."
Vanessa tertawa kecil, tawa yang penuh janji kehancuran. "Aku tidak akan membiarkanmu menikmati gelar Nyonya Dirgantara barang sedetik pun. Aku punya teman di mana-mana, dan aku tahu cara menghancurkan kebahagiaan palsu yang dibangun di atas kontrak dan kebohongan. Aku akan membuat hidupmu menjadi neraka, dan anak itu, dia akan menjadi milikku pada akhirnya."
Naomi menjatuhkan ponselnya, mencengkeram perutnya. Ia tahu ancaman Vanessa bukan omong kosong. Ia telah mendapatkan kekuasaan, tetapi ia juga mendapatkan musuh yang jauh lebih berbahaya, yang siap mengambil segalanya darinya. Ia adalah Nyonya Dirgantara yang baru, dan ia baru saja dikirimkan surat perang yang pertama.