Uwais menjatuhkan talak tiga kepada istrinya, Stela, setelah memergokinya pergi bersama sahabat karib Stela, Ravi, tanpa mau mendengarkan penjelasan. Setelah perpisahan itu, Uwais menyesal dan ingin kembali kepada Stela.
Stela memberitahu Uwais bahwa agar mereka bisa menikah kembali, Stela harus menikah dulu dengan pria lain.
Uwais lantas meminta sahabat karibnya, Mehmet, untuk menikahi Stela dan menjadi Muhallil.
Uwais yakin Stela akan segera kembali karena Mehmet dikenal tidak menyukai wanita, meskipun Mehmet mempunyai kekasih bernama Tasya.
Apakah Stela akan kembali ke pelukan Uwais atau memilih mempertahankan pernikahannya dengan Mehmet?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
Stela membuka matanya perlahan-lahan dan melihat tangannya yang terpasang selang infus
Ia melihat Mehmet yang tertidur di samping tempat tidurnya.
"Dia menemani aku, setelah apa yang ia perbuat." gumam Stela.
Mehmet membuka matanya dan melihat Stela yang sudah sadar.
"Stela, syukurlah kamu sudah sadar." ucap Mehmet.
Stela memandang wajah Mehmet yang tidak punya rasa bersalah sedikitpun.
"Aku mau pulang, Met. Aku nggak mau disini." ujar Stela.
Mehmet menggelengkan kepalanya sambil menahan tangan Stela yang akan melepas selang infusnya.
“Tidak, Stela. Kamu belum boleh pulang,” ucap Mehmet dengan suara lembut tapi tegas, menahan tangan istrinya agar tidak mencabut selang infus.
“Lepaskan, Mehmet. Aku nggak nyaman di sini dan aku cuma mau pulang.” ujar Stela.
Mehmet menggelengkan kepalanya sambil memohon kepada Stela.
“Stela, tolong. Kamu masih demam. Dokter bilang kamu kena gejala typus. Kalau kamu pulang sekarang, kondisimu bisa drop lagi.”
Stela memalingkan wajah, menatap ke arah jendela rumah sakit.
“Lucu, ya. Baru kemarin kamu mengurung aku di gudang dan sekarang kamu pura-pura peduli. Kenapa, Met? Takut aku mati di rumahmu?”
Mehmet yang mendengarnya langsung menghela nafas panjang.
"Baiklah kalau itu yang kamu inginkan. Pulanglah kalau kamu mau pulang!" ucap Mehmet.
Stela menatap wajah Mehmet dengan sorot tajam, suaranya kini mulai bergetar menahan emosi.
“Kenapa kamu marah? Aku cuma bilang yang sebenarnya. Kamu nggak pernah peduli, Met. Dari awal, kamu cuma menjalankan kewajiban, bukan karena cinta.”
Mehmet mengepalkan tangannya, napasnya mulai memburu.
“Jangan bilang aku nggak peduli, Stela! Aku yang bawa kamu ke sini! Aku yang khawatir waktu kamu pingsan!”
Stela menatap wajah suaminya yang sedang berbicara.
“Khawatir? Setelah kamu mengurung aku di gudang dan seharian tanpa makan, tanpa air, tanpa udara? Itu yang kamu sebut khawatir?”
Mehmet menundukkan kepalanya dengan rasa bersalahnya.
“Aku khilaf, Stela. Aku cuma nggak mau kamu pergi. Aku takut kehilangan kamu!”
“Takut kehilangan aku? Untuk apa? Kamu bahkan punya perempuan lain di luar sana!” balas Stela, nadanya meninggi.
Mehmet langsung mendongakkan kepalanya saat mendengar perkataan dari istrinya
“Semalam kamu tidur di mana, Met? Di rumah? Atau di apartemen kekasih kamu?”
"Bukankah kau tahu sendiri kalau aku pulang dan tidak menginap di rumah Tasya!"
Mereka berdua saling pandang dengan nafas yang naik turun.
Mehmet langsung keluar dari ruang perawatan dan duduk di kursi tunggu.
Melihat suaminya yang keluar dari ruangannya, Stela langsung menangis sesenggukan.
Tangisan Stela terdengar di luar ruang perawatan.
Setelah puas menangis selama beberapa menit, Stela bangkit dari tempat tidurnya dan menuju ke kamar mandi.
Ia berjalan sempoyongan sambil tangannya memegangi dinding agar tidak jatuh.
Sesampainya di kamar mandi, Ia membuka keran air dan membasuh wajahnya.
Tetesan air dingin mengalir di pipinya, bercampur dengan air mata yang tak kunjung berhenti.
Tiba-tiba pandangannya mulai berkunang. Ruangan di sekitarnya terasa berputar.
“Pusing sekali…” bisiknya pelan sambil memegang dinding.
Langkahnya terhuyung, tubuhnya oleng ke belakang.
“Mehmet…” panggilnya lemah sebelum tubuhnya akhirnya kehilangan keseimbangan.
BRUK!
Suara keras terdengar ketika kepala Stela membentur tepi wastafel dan tubuhnya jatuh tak sadarkan diri ke lantai kamar mandi.
Perawat yang baru saja masuk dengan membawa nampan untuk sarapan langsung terkejut ketika mendengar suara keras dari kamar mandi.
"Dokter, tolong! Ada yang jatuh dikamar mandi!"
Dokter dan perawat langsung masuk ke dalam kamar mandi.
Mehmet yang masih melamun sampai tidak sadar jika istrinya terjatuh di kamar mandi.
Ia baru bangkit setelah banyak dokter dan perawat yang masuk kedalam ruang perawatan.
Disaat ia akan masuk, tiba-tiba ada tangan yang memegangi nya.
"Kenapa kamu disini? Ayo temani aku." ucap Tasya.
Mehmet menggelengkan kepalanya dan meminta Tasya untuk kembali ke ruang perawatan.
"Aku harus menemani istriku," ucap Mehmet.
"Mehmet! Kamu dan dia hanya pasangan bohongan. Jadi, kamu tidak usah perhatian sama wanita kecentilan seperti dia!"
Tasya menggeret tangan Mehmet dan mengajaknya ke ruang perawatan.
Beberapa menit kemudian, perawat menenangkan Stela yang masih setengah linglung setelah terjatuh di kamar mandi.
“Tenang, Bu Stela. Jangan bergerak dulu. Dokter akan memeriksa kondisi Ibu,” ucap perawat sambil menuntun Stela kembali ke ranjang.
Namun, ketika dokter masuk untuk memeriksa, ia terkejut.
“Dimana suami Anda, Bu? Saya tidak melihat Pak Mehmet di sini,” tanya dokter, menatap bingung ke sekeliling ruangan.
Stela menggeleng pelan, napasnya masih terengah.
“Aku tidak tahu. Tolong hubungi Ravi, Sus. Aku ingin Ravi datang,” ucap Stela dengan suara lemah.
Perawat segera mengangguk dan mengambil telepon rumah sakit.
“Siap, Bu. Saya akan menghubungi sekarang,” katanya sambil menekan nomor Ravi.
Beberapa saat kemudian, di rumah Ravi, teleponnya berdering kencang.
Ravi mengangkat telepon dengan cepat.
“Halo?”
Suara Stela terdengar lemah dan gemetar di ujung telepon.
“Rav, aku di rumah sakit. Tolong, kesini." punya Stela sambil menahan napasnya.
Ravi langsunh membelalakkan matanya saat mendengar perkataan dari Stela.
“Apa? Rumah sakit? Stela, kamu kenapa? Tenang, aku segera kesana!”
Ravi langsung mengangkat jaketnya dan berlari keluar rumah menuju mobil, jantungnya berdebar kencang.
“Ya Allah, Stela. Aku segera menuju ke rumah sakit,” gumam Ravi sambil menyalakan mesin mobil dan melajukan kendaraan secepat mungkin.
Jalama yang sepi membuat Ravi lekas sampai di rumah sakit.
Ia segera menuju ke ruang perawatan Stela yang ada di lantai bawah.
Ceklek!
Stela menoleh ke arah pintu yang dibuka oleh Ravi.
"Stel, apa yang terjadi? Kening kamu sampai diperban seperti itu?"
Ravi menghela nafasnya dan ia memanggil dokter.
Dokter yang mendengarnya langsung masuk ke ruang perawatan.
"Apa yang terjadi pada dia?" tanya Ravi.
Dokter menghela nafas panjang saat akan menjawab pertanyaan dari Ravi.
“Bu Stela mengalami benturan di kepala akibat jatuh. Selain itu, kondisi tubuhnya melemah karena gejala tifus yang sebelumnya belum sepenuhnya membaik. Untungnya tidak ada cedera serius di kepala, tapi Ibu harus istirahat total dan terus dipantau,” jelas dokter sambil menatap Ravi.
Ravi menggenggam tangan Stela pelan, wajahnya penuh kekhawatiran.
“Stel, aku minta maaf kamu sampai begini. Jangan khawatir, aku akan tetap di sini sampai kamu benar-benar pulih,” ucap Ravi.
Stela menatap Ravi dengan mata setengah terpejam, napasnya masih terengah.
“Rav, aku lelah dengan semuanya,” bisiknya pelan sambil menggenggam tangan Ravi yang ada di selimut di ranjang.
Ravi meminta Stela untuk istirahat dan tidak memikirkan apapun.
"Istirahatlah dan jangan banyak bicara dulu," pinta Ravi
Stela mengangguk kecil dan mencoba untuk memejamkan matanya.
Ravi menoleh ke kanan dan kiri dan ia tidak melihat keberadaan Mehmet.
"Dimana dia? Bukankah dia sekarang yang seharusnya menunggu Stela?" gumam Ravi.