NovelToon NovelToon
KEHUDUPAN KEDUA

KEHUDUPAN KEDUA

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Junot Slengean Scd

Seorang kultivator legendaris berjuluk pendekar suci, penguasa puncak dunia kultivasi, tewas di usia senja karena dikhianati oleh dunia yang dulu ia selamatkan. Di masa lalunya, ia menemukan Kitab Kuno Sembilan Surga, kitab tertinggi yang berisi teknik, jurus, dan sembilan artefak dewa yang mampu mengguncang dunia kultivasi.
Ketika ia dihabisi oleh gabungan para sekte dan klan besar, ia menghancurkan kitab itu agar tak jatuh ke tangan siapapun. Namun kesadarannya tidak lenyap ,ia terlahir kembali di tubuh bocah 16 tahun bernama Xiau Chen, yang cacat karena dantian dan akar rohnya dihancurkan oleh keluarganya sendiri..
Kini, Xiau Chen bukan hanya membawa seluruh ingatan dan teknik kehidupan sebelumnya, tapi juga rahasia Kitab Kuno Sembilan Surga yang kini terukir di dalam ingatannya..
Dunia telah berubah, sekte-sekte baru bangkit, dan rahasia masa lalunya mulai menguak satu per satu...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Junot Slengean Scd, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB.7 BAYANGAN MOTIAN DI KOTA HITAM

Kabut malam turun perlahan di atas daratan barat Benua Xun.

Dari kejauhan, terlihat cahaya merah kehitaman memancar dari lembah besar di tengah padang tandus tempat itu dikenal dengan nama Kota Hitam, sebuah wilayah tanpa hukum, di mana pembunuhan dan transaksi roh menjadi hal biasa.

Langitnya selalu gelap, bahkan siang hari pun tampak seperti senja yang muram.

Udara di sana dipenuhi aroma logam, darah, dan asap spiritual yang menyesakkan dada.

Xiau Chen berdiri di atas tebing yang menghadap ke kota itu.

Jubahnya berkibar tertiup angin malam, sementara di tangannya, Lonceng Jiwa Abadi bergetar halus seolah merespons sesuatu.

“Ada kekuatan gelap di sana,” gumam Kitab Kuno dari dalam jiwanya.

“Aku bisa merasakannya — energi milik Mo Tian. Tapi… bukan dia sendiri. Ada sosok lain yang menyatu dengannya.”

Xiau Chen mengerutkan dahi.

“Sepertinya dia menanamkan benih jiwanya ke tubuh manusia lain. Jika begitu, aku harus mencari wadah itu terlebih dahulu.”

Ia menatap kota itu dalam diam, lalu melangkah turun dengan langkah ringan, menembus kabut dan masuk ke dalam wilayah terlarang itu.

Kota Hitam seperti neraka dunia.

Jalan-jalan sempitnya dipenuhi orang-orang dengan jubah lusuh, mata mereka merah karena menghirup serbuk roh, dan pedagang spiritual menjual organ binatang buas tingkat langit seolah itu buah di pasar biasa.

Tidak ada hukum di tempat itu — hanya kekuatan.

Namun kehadiran Xiau Chen menarik perhatian.

Aura tenangnya, langkahnya yang mantap, dan sorot matanya yang dalam membuat banyak orang menyingkir tanpa sadar.

Bahkan roh-roh jahat yang biasa berkeliaran di jalan itu berhenti melayang, tak berani mendekat.

Di sebuah kedai tua di tengah kota, ia berhenti.

Kedai itu tampak sepi, tapi dari luar, Xiau Chen bisa merasakan aliran qi yang halus — berbeda dari yang lain, bersih dan teratur.

Ia masuk.

Di dalam, seorang lelaki muda duduk sendirian di pojok ruangan. Rambutnya putih, matanya dingin, dan di hadapannya terdapat secangkir teh yang masih mengepulkan asap.

Ketika Xiau Chen melangkah, lelaki itu membuka mata.

“Aku tahu kau akan datang,” katanya tenang.

“Sudah seribu tahun, tapi langkahmu masih sama, Guru.”

Xiau Chen berhenti.

Jantungnya berdetak lebih cepat. “Kau…”

Lelaki itu tersenyum tipis. “Ya. Aku — Ling Yao, murid keduamu.”

Hening panjang menyelimuti ruangan.

Suara angin di luar lenyap. Bahkan lilin di meja berhenti bergetar.

“Jadi kau masih hidup,” ujar Xiau Chen pelan.

“Aku mengira seluruh muridku lenyap dalam perang suci.”

Ling Yao tertawa kecil, tapi tawanya getir.

“Hidup? Tidak, Guru. Aku tidak hidup… dan juga tidak mati. Aku hanya wadah yang diciptakan oleh Mo Tian.”

Tatapannya tajam, dan dari matanya, cahaya hitam samar memancar.

“Ketika guru mengorbankan diri menghancurkan Kitab Kuno, aku terluka parah. Namun sebelum mati, aku menemukan sepotong kitab itu yang hancur—halaman yang berisi Teknik Pemisahan Jiwa. Aku menggunakannya… tapi yang masuk ke dalam tubuhku bukan hanya jiwaku, melainkan bayangan Mo Tian.”

Xiau Chen menatapnya tajam.

“Jadi… separuh dari jiwa Mo Tian ada di dalam tubuhmu.”

“Benar.”

Ling Yao menatap cangkir tehnya, uapnya membentuk lingkaran hitam kecil.

“Dan sekarang, separuh itu terus berbisik di kepalaku, memaksaku mencari sisa pusaka yang lain.”

Xiau Chen menarik kursi, duduk di hadapannya.

Matanya menatap lurus ke murid lamanya itu — tanpa amarah, tanpa belas kasihan, hanya keheningan dalam yang tak bisa dibaca.

“Kalau begitu,” katanya tenang, “mengapa kau tidak membiarkannya mengambil alih sepenuhnya?”

Ling Yao tersenyum tipis. “Karena aku masih muridmu, Guru. Bagaimanapun, aku ingin mengakhiri semua ini dengan tanganku sendiri.”

Ia menatap Xiau Chen lurus. “Dan untuk itu… aku harus melawanmu.”

Xiau Chen tidak menjawab.

Hanya mengangkat tangan, menurunkan secangkir teh di hadapannya.

“Kalau begitu, sebelum kita saling membunuh, minumlah dulu. Teh ini menenangkan jiwa, mungkin satu-satunya yang tersisa dari masa lalu yang damai.”

Ling Yao menatap teh itu lama, lalu tersenyum getir.

“Guru memang tidak pernah berubah.”

Ia meneguk teh itu. Dan sesaat kemudian, matanya berkedip tajam — dari pupilnya keluar aura hitam yang pekat.

Suara tawa aneh bergema di dalam ruangan.

“Hahaha… akhirnya kita bertemu lagi, Pendekar Suci.”

Nada suara itu berat dan dingin.

Bukan suara Ling Yao.

Itu suara Mo Tian.

Xiau Chen menatapnya tanpa kaget.

“Jadi kau akhirnya muncul, Mo Tian.”

Tubuh Ling Yao mulai berubah. Urat-urat hitam muncul di lehernya, matanya bersinar merah, dan aura kegelapan meledak dari tubuhnya hingga dinding kedai bergetar.

“Kau menghancurkan tubuhku, Xiau Chen,” suara itu bergema, “tapi jiwa tidak bisa dibunuh. Sekarang aku hidup dalam darah muridmu sendiri!”

Xiau Chen berdiri.

Udara di sekelilingnya mulai bergetar, dan Lonceng Jiwa Abadi berdering lembut di tangannya — satu dentang, dua dentang.

Setiap dentang membuat waktu di ruangan itu berhenti sesaat.

Asap lilin membeku di udara.

“Jika kau hidup dalam tubuh muridku,” ujar Xiau Chen datar, “maka aku akan membersihkan jiwanya, meski harus menukar sebagian dari diriku.”

Mo Tian tertawa besar.

“Coba saja, Pendekar Suci! Kita lihat seberapa jauh kau bisa menantang waktu!”

Pertempuran pecah.

Gelombang qi hitam dan cahaya emas bertabrakan di dalam ruangan kecil itu, menghancurkan dinding dan atapnya dalam sekejap.

Ribuan simbol spiritual melayang di udara, setiap satunya mengandung kekuatan yang bisa menghancurkan gunung.

Xiau Chen menggerakkan dua jarinya, membentuk Segel Pemutus Dosa.

Sementara Mo Tian di dalam tubuh Ling Yao melawan dengan Jurus Rantai Jiwa Gelap.

Tubuh Ling Yao melayang di udara, matanya berkilat merah.

“Guru! Cepat bunuh aku sebelum aku benar-benar menjadi dia!”

Suara asli Ling Yao muncul di antara pekikan Mo Tian.

Namun Xiau Chen hanya menggeleng pelan.

“Tidak. Aku tidak akan membunuh muridku.”

Ia memutar Lonceng Jiwa Abadi di tangannya, dan suara lembut terdengar lagi — dentang ketiga.

Waktu berhenti sepenuhnya.

Cahaya hitam yang hendak menghantamnya membeku di udara.

Xiau Chen berjalan mendekat, menatap Ling Yao yang kini terdiam di tengah kekosongan waktu.

“Maafkan aku,” katanya pelan.

“Namun kau harus tidur agar dunia ini bisa bangkit.”

Ia menempelkan dua jarinya ke dahi Ling Yao.

Cahaya putih keluar, membentuk segel di antara alis muridnya itu.

Lalu dari tubuh Ling Yao, kabut hitam pekat mulai keluar, melengking seperti jeritan jiwa.

“Tidak… kau pikir segel waktu bisa menahanku selamanya?”

“Aku akan kembali, Xiau Chen… bahkan dari lubang waktu sekalipun!”

Suara Mo Tian menghilang bersama kabut hitam yang terserap ke dalam Lonceng Jiwa Abadi.

Tubuh Ling Yao jatuh ke lantai, tak sadarkan diri.

Beberapa saat kemudian, waktu kembali bergerak.

Api dari lilin padam, dan kedai tua itu kini hancur seluruhnya.

Xiau Chen menatap muridnya yang terbaring lemah.

Aura kegelapan di tubuhnya lenyap, digantikan aliran spiritual murni yang tenang.

“Satu bagian jiwa Mo Tian telah tersegel,” bisik Kitab Kuno dalam jiwanya.

“Tapi masih ada empat pecahan lagi di dunia. Ia memecah dirinya menjadi lima bagian agar bisa hidup abadi.”

“Empat lagi…” gumam Xiau Chen.

Matanya menatap langit malam yang bergulung di atas Kota Hitam.

“Jadi ini bukan akhir, melainkan awal dari perburuan yang sesungguhnya.”

Ia memungut muridnya, meletakkannya di tempat aman, lalu menatap arah utara — tempat aura hitam lain bergetar samar.

“Pusaka keempat…”

“dan pecahan jiwa Mo Tian berikutnya.”

Xiau Chen melangkah pergi, meninggalkan Kota Hitam yang terbakar diam-diam di belakangnya.

Angin malam meniup debu dan abu, sementara suara samar Mo Tian menggema di kejauhan, seolah menertawakan dunia.

“Datanglah, Pendekar Suci… Mari kita ulangi takdir langit dan bumi.”

1
Nanik S
Lanjutkan Tor
Nanik S
Bagus... walau dulu sektemu hancurkan saja kalau menyembah Iblis
Nanik S
Xiau Chen... hancurkan Mo Tian si Iblis pemanen Jiwa
Nanik S
Lebih baik berlatih mulai Nol lagi dan tidak usah kembali ke Klan
Nanik S
Hadir 🙏🙏
Girindradana
tingkatan kultivasinya,,,,,,,
Rendy Budiyanto
menarik ceritanya min lnjutin kelanjutanya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!