WARNING❗
CERITA INI BUAT YANG MAU-MAU SAJA.
TIDAK WAJIB BACA JUGA BILA TAK SUKA.
⚠️⚠️⚠️
Setelah hampir satu tahun menjalani pernikahan, Leon baru tahu jika selama ini sang istri tak pernah menginginkan hadirnya anak diantara mereka.
Pilihan Agnes untuk childfree membuat hubungannya dengan sang suami semakin renggang dari hari ke hari.
Kesempatan itu tak disia-siakan oleh Debby, sahabat Leon yang sekian lama menaruh rasa yang tak biasa pada Leon.
Badai perpisahan pun tak bisa mereka hindari.
Tapi, bagaimana jika beberapa tahun kemudian, semesta membuat mereka kembali berada di bawah langit yang sama?
Bagaimana reaksi Leon ketika tahu bahwa setelah berpisah dari istrinya, Leon tak hanya bergelar duda, tapi juga seorang ayah?
Sementara keadaan tak lagi sama seperti dulu.
"Tega kamu menyembunyikan keberadaan anakku, Nes." -Leonardo Alexander-
"Aku tak pernah bermaksud menyembunyikannya, tapi ... " -Leony Agnes-
"Mom, where's my dad?" -Alvaro Xzander-
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Al Pingsan
#09
Agnes mengemas bekal yang ia siapkan untuk Al, pekerjaan rumahnya sedikit ringan karena kini ada ART baru di rumahnya, jadi pagi-pagi rusuh begini. Agnes bisa fokus mengurus Al, sementara pekerjaan yang lain ia serahkan pada ART.
Semalam ia sudah mengatakan hal apa saja yang harus dikerjakan ART selama dirinya tak di rumah, “Al, yang ini nanti berikan pada Mayra, ya?”
“Kenapa diberikan pada si cerewet itu, Mom? Lebih baik untukku saja.”
“Tidak boleh begitu, Sayang,” tegur Agnes.
“Really, Mom, dia itu cerewet sekali, mana cadel lagi,” adu Al.
“Tuh, kan, jadi mengejek juga. Pantas saja Mayra mengatakan mulutmu pedas seperti cabe sebaskom.”
“Bukan pedas, Mom. Tapi aku pria jujur,” ralat Al bangga.
“Kalau begitu harus disertai dengan sikap gentleman, dong. Kalau kamu bicara begini pada Mommy, Al seperti pria pengecut.”
Walau bibirnya mengerucut, tapi Al mengangguk, kemudian memasukkan satu buah rainbow cupcake yang sengaja dipersiapkan Agnes untuk Mayra sebagai simbol permintaan maaf.
“Ayo, habiskan sarapanmu, dan Mommy antar kamu ke sekolah.”
“Uncle Rama mana, Mom?”
“Uncle sedang ke Medan, mengurus persiapan pembukaan restoran barunya.”
“Ah, kenapa uncle Rama tak pamit padaku?” gerutu Al.
“Mungkin buru-buru, Al, tadi dia pergi dengan penerbangan pertama.”
Al kembali cemberut, tapi tetap melanjutkan mengunyah pepaya dan apel sebagai menu sarapan pagi.
***
Suasana halaman sekolah mulai ramai, karena para siswa mulai berdatangan diantar orang tua masing-masing. Agnes turun dari mobil, kemudian membukakan pintu mobil untuk putranya.
Sementara dari arah berlawanan, mobil Dean pun berhenti di halaman sekolah, “Itu, Mom, yang namanya Mayra,” tunjuk Al ketika melihat mayra turun dari mobil dengan dibantu sang bunda.
“Oh, cantik loh, dia.” Agnes tak sekedar memuji, tapi wajah Mayra memang cantik dengan pipi yang masih gemoy menggemaskan.
“Dih, Mommy, nih. Periksa mata sana,” celetuk Al ketus.
Agnes mengantar Al hingga disambut ibu gurunya, begitu pula mayra yang diantar Bunda Adhis. “Bye, Cantik.”
“Bye juga Nnda dan Adek.”
Mayra melambai kemudian melangkah riang memasuki kelasnya, melihat suasana mulai kondusif, Agnes pun mendekati ibunda Mayra tersebut.
“Mmmm … pemisi, kenalkan, saya mommy-nya Al.”
Adhis membulatkan mata sambil tersenyum ramah, “Oh, hai— aku Bundanya Mayra.”
Kedua wanita itu bersalaman akrab, layaknya ibu-ibu yang sudah lama saling kena. “Maaf untuk sikap Al kemarin pada Mayra.”
Semalam Bu Tyas menceritakan tentang Al yang sempat saling ejek dengan Mayra di kelas.
Adhis justru tertawa geli, ia mengibaskan tangan pertanda itu bukan masalah besar. “Tidak apa-apa, namanya juga anak-anak, Mayra juga pasti membuat Al kesal bukan main,” balas Adhis.
“Abaikan saja, besok paginya juga Mayra sudah lupa, hihihi,” bisik Adhis.
“Ah, iya, Tapi tetap saja saya merasa tak nyaman. Sekali lagi saya minta maaf.”
Agnes tertawa canggung.
“Sama-sama, oh, iya. Jangan terlalu formal padaku, aku tak mau dianggap wanita tua.”
Tawa Adhis menular pada Agnes, “Sudah, ya. Aku harus buru-buru, mau bertemu dia.” Adhis mengusap perutnya yang kini terlihat besar.
“Oh, iya silahkan, aku juga harus kembali ke toko.”
Agnes berjalan bersisian dengan Adhis sampai ia melihat wajah Dean yang masih sibuk menerima panggilan di dalam mobil. Agnes buru-buru berpaling dan menutupi wajahnya, dadanya berdebar seketika manakala mengetahui siapa orang tua Mayra.
Ternyata Mayra adalah anak mantan kakak iparnya, tapi kenapa istri Dean berbeda? Sejak kapan Dean berpisah dengan Celine? Begitu pemikiran Agnes.
Wajar bila Agnes tak mengenali Adhis, karena Dean menikah dengan Adhis setelah perpisahan Leon dan Agnes terjadi.
Namun, masalah pentingnya bukan itu, tapi betapa takdir bisa bekerja dengan kekuatan ajaibnya. Mendadak Agnes was-was, karena belum siap bertemu dengan sang mantan suami. Padahal ia mantap pindah ke Jakarta demi mendekatkan Al dengan ayah kandungnya.
Tiba-tiba hati kecil Agnes bertanya-tanya, bagaimana keadaan pria itu sekarang? Apakah ia sudah menikah dengan Debby? Apa bahkan mungkin mereka sudah memiliki beberapa anak? Mendadak Leony merasa dadanya tercubit nyeri, ia meringis membayangkan hal yang ia baru saja melintas di pikirannya.
•••
“Lavalo, bilyang cama Mommy kamu, cupcake leinmbow nya enaaaak banet. Becok-becok kalo mau bagi lyagi juga bolyeh, aku pacti cediakan tempat kocong di pelyut ini.”
Mayra mengusap perutnya dengan wajah bahagia, agaknya cupcake buatan Agnes sudah membuat lidah dan perutnya menari bahagia.
“Iya, bilang terima kasih juga buat Uncle kamu, ya, aku akan menikmati hadiahnya nanti di rumah.”
“Ote!”
Kedua bocah itu bisa berbaikan hari ini, entah besok apakah ada lagi hal yang mereka perdebatkan, “Mayra.”
“Daddy—”
Mayra pun berlari menghampiri Dean yang siang ini menjemputnya seorang diri.
Dean tertegun sejenak menatap Al yang masih berdiri dan menunggu dijemput, pria itu mengucek matanya beberapa kali demi memastikan ia tak salah lihat.
“Anak itu— kenapa mirip sekali dengan Uncle Juna. Aku seperti berhadapan dengan Leon ketika masih balita.”
Tapi Dean menggelengkan kepalanya, merasa bahwa pikirannya terlalu konyol.
Tak lama kemudian, Al pun dijemput ART yang baru saja mulai bekerja. Mereka hanya berjalan kaki, karena jarak rumah kontrakan Agnes, tidak terlalu jauh dari sekolah.
Tiba di rumah, Al segera masuk ke kamarnya, anak itu membuka hadiah yang spesial, khusus dititipkan Leon pada Mayra untuknya.
Yakni sebatang coklat yang harganya cukup mahal, kedua mata Al berbinar bahagia karena seumur hidup ia tak pernah makan coklat. Entah kenapa.
“Pasti enak sekali.”
Al bergumam seorang diri, sambil membuka kemasan coklat dengan rasa tak sabar. Dan gigitan pertama membuat lidah Al seolah menari bahagia, karena untuk pertama kalinya menemukan rasa manis yang begitu memikat, legit, bercampur pahit, ditambah potongan almond yang renyah.
Anak itu bahkan bertanya-tanya, kenapa sang mommy tak pernah membelikan coklat untuknya. Padahal anak-anak lain bebas memakan makanan tersebut.
Beberapa detik setelah coklat melewati tenggorokannya, tubuhnya mulai bereaksi. Lehernya terasa panas terbakar, dan nafasnya tersengal seperti ada tali yang mencekik lehernya.
Di luar kamar.
“Rika, mana Al?” Mama Wina baru selesai menjalankan ibadah dzuhur langsung menanyakan keberadaan cucunya.
“Tadi, langsung masuk kamar, Bu.”
Mama Wina segera menghampiri kamar Al, tanpa mengetuk wanita itu langsung membuka pintu kamar Tersebut. Dan kedua matanya seketika terbelalak, melihat Al yang sudah pingsan dengan sebatang coklat masih berada di genggaman tangannya.
“Al!”
Mama Wina menjerit sekuat tenaga, “Bangun, Nak!” kata Mama Wina dalam kepanikan.
“Rika!”
“Iya, Bu?”
Rika buru-buru menghampiri Mama Wina, “Telepon Agnes sekarang, Al harus dibawa ke IGD.”
“Iya, Bu.”
Rika pun bergegas mengambil ponsel guna menghubungi Agnes yang masih berada di toko.
“Kenapa kamu makan coklat, Nak?”
Mama Wina membersihkan sisa coklat yang ada di mulut Al, dulu ketika masih berusia 3 bulan, Al pernah mengalami hal yang sama, hanya gara-gara Agnes tengah mengembangkan dessert terbaru dengan bahan dasar coklat. Dari sana Agnes tahu bahwa alergi Leon pun menurun ke anaknya.
•••
Dean baru tiba di rumah sakit setelah mengantar putrinya pulang ke rumah. Beberapa perawat berjalan dengan langkah cepat membawa pasien yang kondisi nafasnya sudah tersengal, dan sekujur tubuhnya hampir membiru.
“Hubungi Dokter Leon, segera!”
“Baik, Dok!”
Al mendengar saat Agnes bilang daddy.
sudah gak naik kereta gantung tapi masih digantung thor😂