Karena desakan Ekonomi, Rosa terpaksa harus menikah dengan pria yang sama sekali tak di cintainya. Bekas luka di tubuh serta hatinya kian membara, namun apalah daya ia tak bisa lepas begitu saja dari ikatan pernikahan yang isinya lautan luka.
seiring berjalannya waktu, Rosa membulatkan tekadnya untuk membalas segala perbuatan suaminya. bersembunyi di balik wajah yang lemah lembut nan penurut, nyatanya menyiapkan bom waktu yang bisa meledak kapan saja.
Hem, gimana ya ceritanya. yuk simak kelanjutannya, jangan lupa tinggalkan jejak likenya, komen, subscribe dan vote 🥰🫶
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni mardiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bergantung?
Lucy menyusul Rosa ke kamarnya, ia mengajak Rosa menonton drama korea terbaru, daripada harus meladeni para manusia yang maha benar.
Rania dan Melany terpaksa menginap untuk merawat Alan dan juga Naresh, sepertinya Rosa memang sengaja tidak keluar kamar agar keduanya kerepotan. Naresh terus menangis di dalam gendongan Melany, sementara Rania memijat kepalanya yang pusing karena ia di minta untuk datang ke acara modelling di luar kota. Kalau Rania pergi, otomatis Melany pun harus ikut pergi karena ia menjadi asisten sekaligus tangan kanannya.
"Tan, jadi gimana? Ini Naresh gak berhenti nangisnya, di kasih susu juga gak mau." Ucap Melany bingung.
"Bisa gak sih pegang dulu, gimana mau berumah tangga pegang anak sebentar aja gak bisa!" Omel Rania.
Melany mencebikkan bibirnya, ia kesal mendengar ucapan Rania yang keliar begitu saja. Alan menutup telinganya, niat hati ingin beristirahat pun tak tenang karena tangisan Naresh. Biasanya setiap hari tidur nyenyak tanpa gangguan, sementara saat ini ia di buat semakin meriang.
"Aaarrrggghhh, berisik!" Teriak Alan frustasi.
Malam yang harusnya sunyi kini resah tak terkendali, Alan yang tiba-tiba muntah berulang kali, Naresh yang terus terbangun dan menangis di tengah malam membuat dua wanita beda usia itu begadang semalaman. Sedangkan Lucy dan Rosa tengah tertidur pulas, keduanya tidak terusik sama sekali meskipun suara ketukan pintu di ketuk berulang kali.
*
*
Pagi menyapa.
Rosa menggeliatkan tubuhnya seraya membuka matanya, ia turun dari ranjangnya dan berjalan kearah box bayi dan mendapati kalau Naresh tak ada, sempat terkejut beberapa detik sebelum ia mengingat kalau Naresh tengah bersama ibunya.
Langkah kakinya membawanya berjalan kearah pintu, membuka pintu selebar mungkin dan berjalan keluar karena penasaran dengan situasi.
"Oeeekkk.... Oeekkkk...."
Suara tangisan Naresh kian melengking, Rosa berlari ke lantai atas guna memeriksa kalau Naresh dalam keadaan baik-baik saja.
Degh!
Jantung Rosa berhenti berdetak kala mendapati Naresh di baringkan diatas stroller tepat di samping pintu kamar Alan.
Hueekkk... Hueekkk....
Rosa mengangkat Naresh dan mencoba memanggil Bik Kokom dari atas, sambil menunggu Bik Kokom datang, Rosa mencoba menenangkan Naresh seraya berjalan kearah kamar mandi.
"Mas Alan, kenapa muntah?" Gumam Rosa pelan.
"Nduk," Panggil Bik Kokom.
"Bik, tolong pegang Naresh dulu ya, kalau perlu tolong ganti pampers dan buatkan susu baru ya, kasihan kayaknya dia haus deh. Lagian ibunya kemana sih? Masa anaknya di tinggalin begitu aja." Ucap Rosa.
Bik Kokom membisikkan sesuatu di telinga Rosa, nampak Rosa menganggukkan kepalanya mengerti dengan apa yang sudah terjadi semalam.
"Bibik ke bawah dulu ya," Ucap Bik Kokom.
Rosa menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. Alan masih tetap di posisinya, ia berjongkok di depan closet memuntahkan semua isi perutnya.
"Masih mual? Atau masih mau muntah?" Tanya Rosa.
Hueekkk...
Melany dan Rania menghilang begitu saja, entah terbuat dari apa hati mereka sampai tega meninggalkan bayi sendirian dengan posisi menangis.
Rosa memundurkan kepalanya, tentu saja ia merasa jijik melihat langsung dan mencium aroma tak sedap yang Alan keluarkan.
"Biar aku bantu,"
Rosa menekan tombol untuk membersihkan closet, setelah itu ia memapah tubuh Alan menuju tempat tidurnya. Alan di baringkan dan di selimuti oleh Rosa, badannya masih panas di tambah flu dan juga mual muntah.
"Ingat, sekarang kamu harus makan, biar ada yang masuk terus minum obat." Ucap Rosa.
Alan tak menjawab, ia sudah sangat tak bertenaga. Saat Rosa hendak pergi, tangannya di tahan oleh suaminya itu.
"Apa?" Tanya Rosa menoleh ke belakang.
"Mau sup Ayam, buatan Melany kayak air kobokan." Ucap Alan pelan.
"Pfffttt..." Rosa melipat mulutnya ke dalam, ia menahan tawanya agar tak berbunyi.
Pantas saja kalau Alan sampai muntah-muntah, makanan yang di makannya saja rasa air kobokan. Sedangkan sang mertua itu paling anti megang alat dapur alias tidak bisa masak, ia adalah ratu yang serba mau di layani.
"Kayak pernah nyobain aja air kobokan, bukannya buatanku juga gak enak ya? Buktinya kemarin di buang tuh." Sindir Rosa.
"Aku lapar." Desak Alan.
"Ya awas tangannya," Kesal Rosa sambil menghempaskan tangan Alan.
Selama 3 tahun lebih Alan sudah terbiasa dengan masakan Rosa, ketika memakan masakan orang lain rasanya tidak cocok di lidah.
Rosa berjalan keluar dari kamar Alan, langkah kakinya berjalan menuruni anak tangga menuju dapur. Tangan Rosa yang cekatan mulai bergelut dengan alat masak, Lucy dan juga pembantu datang untuk membantu, tetapi Rosa menolaknya secara halus dan meminta keduanya membantu Bik Kokom mengurus Naresh.
"Yakin lu mau bikin dia luluh? Padahal dia batu loh," Tanya Lucy kepo.
"Mulai detik ini juga aku sangat yakin, lihat saja nanti." Jawab Rosa tersenyum kecil.
Dengan bermodal keyakinan Rosa ingin menumbuhkan cinta Alan padanya, meskipun sebelumnya ia sudah berusaha dan berakhir gagal, setidaknya ia masih punya harapan agar bisa membuat Alan jatuh cinta padanya dan perlahan membalikkan keadaan seperti yang sudah di rencanakannya.
Beberapa saat kemudian.
Ketika semuanya sudah matang dan siap untuk di santap, Rosa meletakkan sup ayam dan juga bubur agar lebih mudah masuk ke perut Alan. Tak hanya itu, Rosa juga membawakan air hangat untuk mengompres kening suaminya.
Dengan langkah pelan Rosa mulai menaiki satu persatu anak tangga, Lucy sangat salut akan keluasan hati Rosa yang masih berusaha hidup dalam lingkaran rasa sakitnya.
"Uhhuuukkk.. Uhhhuukkk, hueekkk.."
Begitu Rosa masuk, Alan terdengar batuk-batuk sampai hampir muntah.
"Biar ku bantu duduk," Ucap Rosa.
Rosa meletakkan nampannya diatas meja, ia berdiri di samping kasur Alan sambil membantu Alan mengubah posisinya menjadi duduk.
"Apa pusing?" Tanya Rosa.
Alan hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. Rosa mengambil kain kering yang ia celupkan ke dalam air hangat lalu memerasnya, kain tersebut ia tempelkan di kening Alan yang sudah tak berdaya.
"Aaaa... Buka mulutnya," Rosa menyodorkan satu sendok bubur ke mulut Alan.
Alan menerima suapan demi suapan dari tangan Rosa, rasanya seperti satu minggu tak makan, satu mangkuk bubur dan juga satu mangkuk sup ayam habis di lahapnya.
"Obatnya di simpan dimana?" Tanya Rosa mencari obat Alan. Seingatnya, Alan di periksa oleh Dokter pribadi, maka dari itu ia menanyakan obatnya.
"Dokternya cuma ngasih resep, obatnya belum beli." Jawab Alan lemas.
"Apa?! Bukannya ada ibu kamu sama sepupu kamu yang jaga semalam? Kenapa gak ada yang pergi ke apotik?" Cecar Rosa.
"Ya, gak tahu!" Kesal Alan.
"Yasudah, aku ke apotik dulu." Pamit Rosa sambil membawa secarik kertas yang berada diatas nakas.
Rosa berjalan menuruni anak tangga, ia mencari Lucy untuk menemaninya pergi ke apotik.
Dari sinilah awalnya, Rosa akan membuat Alan bergantung padanya, ia akan membuat Alan terbang ke langit lalu menghempaskannya ke bumi. Sakit di bayar menyesal dan maaf pun tak cukup, luka itu tak bisa sembuh hanya dengan kata maaf saja, butuh waktu yang lama untuk bisa sembuh agar luka itu tak kembali terbuka.
Fyi : Khusus hari minggu aku libur update ya, soalnya hari minggu bagian quality time bareng suami & anak.
anak sich nando sm zoya kah kk