Harin Adinata, putri kaya yang kabur dari rumah, menumpang di apartemen sahabatnya Sean, tapi justru terjebak dalam romansa tak terduga dengan kakak Sean, Hyun-jae. Aktor terkenal yang misterius dan penuh rahasia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
Hyun-jae berdiri di tepi ranjang cukup lama, menatap wajah Harin yang akhirnya benar-benar tertidur. Nafasnya sudah stabil, pipinya masih merah merona, bibirnya sedikit terbuka, terlihat polos sekali. Pemandangan itu kontras sekali dengan beberapa menit sebelumnya, saat gadis ini begitu agresif dan berani menempel padanya. Seakan dua pribadi berbeda muncul dalam waktu singkat, satu gadis kecil yang rapuh dan manja, satu lagi gadis nakal yang berani melanggar batas.
Hyun-jae menghela napas panjang. Tubuhnya terasa kaku, pikirannya berputar tidak karuan. Ia baru saja melewati momen yang di luar dugaan, dicium, digigit, dan dipeluk habis-habisan oleh seseorang yang baru ia kenal. Ia sendiri masih bisa merasakan hangat bibir Harin yang tertinggal di bibirnya, masih bisa mengingat sensasi giginya yang nakal menggigit pelan. Hal itu cukup untuk membuat wajah dinginnya berubah, meski ia berusaha menutupinya.
Pria itu melangkah mundur, duduk di kursi kecil di sudut kamar. Lampu redup membuat suasana semakin tenang, hanya ada suara detik jam dinding dan desiran AC. Namun di dalam kepala Hyun-jae, ketenangan itu sama sekali tidak terasa. Ia memikirkan kembali interaksi mereka dari pertama kali mereka bertemu kemarin. Mulai dari Harin yang malu-malu, ceroboh, penakut dan manja. Hyun-jae tertawa kecil.
Ia menatap tangannya sendiri, masih terasa jejak lembut dari tubuh Harin yang menempel begitu erat.
"Aku bodoh kalau terus mengingatnya," katanya pada diri sendiri, menepuk pelan keningnya, berusaha membuang bayangan itu. Tapi semakin ia mencoba, semakin jelas ingatan itu menyeruak. Senyum nakal Harin saat dia mabuk, suara rengekannya memanggil 'oppa', dan cara ia memohon apel seakan itu adalah hal paling penting di dunia, semuanya begitu jelas di benaknya.
Hyun-jae menggigit bibir, lalu berdiri. Ia berjalan ke jendela, menarik sedikit tirai, menatap keluar. Kota malam itu sepi, hanya lampu jalan yang berderet seperti bintang palsu di kejauhan.
"Aku harus jaga jarak darinya, tidak boleh lengah," pikirnya. Namun hatinya sendiri menolak kata-kata itu. Ada sesuatu dalam diri Harin yang berbeda, sesuatu yang berhasil menembus dinding dingin yang selama ini ia bangun rapat.
Harin bergumam dalam tidurnya, membuat Hyun-jae menoleh cepat. Gadis itu memeluk bantal dengan erat, wajahnya tampak gelisah, seolah sedang bermimpi buruk. Tanpa sadar, Hyun-jae kembali mendekat. Ia duduk di tepi ranjang, menyibakkan sedikit rambut yang menutupi kening Harin.
"Tenanglah, aku di sini," bisiknya. Sentuhan kecil itu berhasil membuat ekspresi wajah Harin melunak, napasnya kembali teratur.
Melihat itu, dada Hyun-jae terasa hangat. Ada perasaan aneh, campuran lega, sayang, dan tanggung jawab yang muncul begitu saja. Ia mengusap rambut Harin perlahan, seolah itu adalah hal paling wajar di dunia. Padahal dalam dirinya, ia tahu jelas, ini adalah batas yang berbahaya. Ia belum mengenal gadis ini sepenuhnya, namun sudah merasa seakan ia harus melindunginya.
Jam menunjukkan pukul dua belas malam. Hyun-jae tahu ia tidak akan bisa tidur dengan tenang malam itu. Ia memilih tetap duduk di kursi, menjaga dari kejauhan. Matanya terus bergantian menatap jam dan wajah Harin, memastikan tidak ada hal aneh lagi yang terjadi. Namun semakin lama ia mengamati, semakin sulit baginya mengabaikan kenyataan bahwa ia merasa nyaman dengan kehadiran gadis itu.
Di tengah hening malam, pikirannya melayang jauh. Ia teringat masa lalu, saat ia membangun citra diri yang dingin, tegas, dan tak tersentuh. Ia tidak membiarkan siapa pun masuk terlalu dekat, karena ia tahu dekat berarti rentan. Tapi malam ini, hanya dalam waktu sehari, seorang gadis ceroboh yang mabuk kopi mampu menghancurkan tembok itu. Hanya dengan satu ciuman aneh, gigitan nakal, semua pertahanan rapuh.
"Bagaimana mungkin?" ia berbisik.
"Kau bahkan belum tahu siapa dia sebenarnya Hyun-jae."
Namun pertanyaan itu tidak menenangkan, malah membuatnya semakin bingung. Ia menatap Harin lagi, kali ini lebih lama. Gadis itu terlelap dengan tenang, bibirnya sedikit mengerucut, wajahnya terlihat polos. Tidak ada sisa keberanian liar yang tadi muncul. Yang ada hanya seorang gadis kecil yang tampak rapuh, seperti membutuhkan perlindungan.
Tanpa sadar, Hyun-jae tersenyum tipis.
"Kau benar-benar berbahaya, gadis ceroboh. Kalau besok kau sadar apa yang sudah kau lakukan, aku ingin lihat bagaimana kau menanggung malu."
Malam semakin larut. Hyun-jae akhirnya berdiri, mematikan lampu kamar, hanya menyisakan lampu tidur yang redup. Ia berjalan keluar, tapi sebelum menutup pintu, ia menoleh sekali lagi. Ada rasa enggan meninggalkan Harin sendirian, seolah kalau ia pergi, gadis itu akan hilang begitu saja. Dengan helaan napas panjang, ia memutuskan kembali ke kursi di dekat ranjang.
"Baiklah, aku akan menemanimu di sini sampai pagi. Kalau kau terbangun, kau tidak akan sendirian," katanya pelan.
Ia menyandarkan kepala di kursi, menutup mata sebentar, tapi telinganya tetap siaga mendengar setiap gerakan kecil dari ranjang. Suasana kamar hening, hanya suara napas lembut Harin yang menjadi irama malam itu. Hyun-jae akhirnya membiarkan dirinya merasakan ketenangan yang jarang ia temui. Untuk pertama kalinya dalam waktu lama, ia merasa bukan hanya sebagai pria dingin yang tidak peduli pada apapun, tapi sebagai seseorang yang dibutuhkan.
Di dalam tidurnya, Harin tersenyum kecil, seakan merasakan keberadaan seseorang yang menjaganya.
Paginya, cahaya matahari menembus tirai kamar. Hyun-jae membuka mata dengan lelah, lehernya kaku karena semalaman tidur di kursi. Namun hal pertama yang ia lakukan adalah menoleh ke arah ranjang. Harin masih tertidur, wajahnya terlihat jauh lebih segar dibanding semalam. Pipinya tak lagi terlalu merah, napasnya stabil, seakan malam penuh gejolak itu hanya mimpi.
Hyun-jae menghela napas lega. Ada kepuasan aneh yang menyelinap dalam dirinya karena berhasil menemani gadis itu sampai pagi. Namun sekaligus, ia merasa bodoh. Seorang pria sepertinya seharusnya tidak terjebak dalam situasi seperti ini, menunggu, mengawasi, bahkan hampir merindukan sesuatu yang seharusnya tidak ia biarkan tumbuh.
Saat ia bangkit untuk meregangkan tubuh, Harin bergerak kecil. Mata gadis itu perlahan terbuka, menatap sekilas ruangan sebelum akhirnya jatuh pada sosok Hyun-jae.
Ia bingung, kenapa pria itu ada di kamar ini? Mata Harin berkedip-kedip, otaknya berpikir cepat meski kepalanya terasa pening. Ia mencoba mengingat-ingat apa saja yang telah terjadi semalam.
Makan bersama si aktor, ia di tanya kenapa kabur dari rumah, minum kopi lalu mabuk, terus ...
Harin berpikir makin keras. Matanya membulat lebar begitu mengingat apa telah dia lakukan semalam.
Harin, kami naik ke tubuh cowok itu dan nyium dia?!
Gadis itu melirik ke sosok tampan yang masih setia duduk di kursi. Harin panik dan malu bukan main. Ia menyengir ke sosok yang menatapnya dengan ekspresi datar itu lalu dengan cepat bangkit dari kasur untuk melarikan diri. Namun baru saja mencapai pintu keluar kamar, Hyun-jae sudah berada di belakangnya, mencegah dia untuk kabur.
"Mau ke mana, kabur, hm?"
Harin hampir menjerit dan melompat saking kagetnya pria itu sudah berdiri di belakang tubuhnya, berbicara pelan di telinganya.
Luna emang super resek tapi aku yakin suatu saat dia akan mendapatkan balasannya .
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍