NovelToon NovelToon
Kanvas Hati

Kanvas Hati

Status: sedang berlangsung
Genre:Pernikahan Kilat / Romantis / Cinta setelah menikah / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: Lia Ramadhan

Berawal dari seorang Pelukis jalanan yang mengagumi diam-diam objek lukisannya, adalah seorang perempuan cantik yang ternyata memiliki kisah cinta yang rumit, dan pernah dinodai oleh mantan tunangannya hingga dia depresi dan nyaris bunuh diri.
Takdir mendekatkan keduanya, hingga Fandy Radistra memutuskan menikahi Cyra Ramanda.
Akankah pernikahan kilat mereka menumbuhkan benih cinta di antara keduanya? Ikuti kelanjutan cerita dua pribadi yang saling bertolak belakang ini!.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lia Ramadhan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 7.

Pasangan pengantin baru ini masih tertidur berpelukan mesra, seolah menikmati waktu kebersamaan mereka dengan perasaan yang berbunga-bunga.

Keduanya berharap waktu ini berhenti sejenak, jangan berjalan kembali dan berlalu begitu cepat.

Fandy terbangun lebih dulu, matanya menatap istri cantiknya yang terlelap di pelukannya. Dia menggeser pelan-pelan tubuh Cyra agar tidak membangunkannya.

Setelah melepas pelukan hangat Cyra, lalu Fandy meraih celana pendek dan kaosnya hingga memakainya dengan cepat.

Setelah itu Fandy mencari tas punggung yang berisi buku sketsa dan peralatan lukis seadanya yang biasa dia bawa kemana-mana. Tiba-tiba terbersit idenya untuk melukis Cyra yang sedang tertidur saat ini.

Pelan dan tanpa suara, Fandy kembali ke ranjang dan duduk sambil bersandar di kepala ranjang. Buku sketsa dan pensil sudah dipangkuannya.

Tangannya mulai melukis wajah Cyra yang tertidur dengan damai, wajahnya terlihat tetap cantik meski dalam kondisi tidur saat ini.

Puas melukis wajah cantik Cyra yang tertidur, Fandy lalu bergerak perlahan lagi. Kali ini, tangan kirinya yang tersemat cincin nikah pelan-pelan meraih tangan Cyra yang juga ada cincin nikahnya.

Fandy menggenggam tangan Cyra, lalu dilukisnya tangan mereka yang saling tersemat cincin pernikahan. Fandy tersenyum bahagia saat melukisnya.

“Bang Fandy sudah bangun dari tadi ya?” Cyra akhirnya terbangun dari tidurnya karena merasa tangannya digenggam cukup lama oleh Fandy.

“Iya Cyra, maaf ya jika saya sudah mengganggu tidurmu.”

“Tidak apa Bang, lagian sudah cukup lama saya tertidur,” jawab Cyra tidak keberatan.

“Abang sedang apa dari tadi? Kok saya merasa tangan ini digenggam abang cukup lama,” tanya Cyra penasaran.

Fandy terkekeh pelan, seolah pencuri yang sedang tertangkap basah.

Dia terus menggaruk tengkuknya meski tidak gatal sama sekali. “Enggak ngapa-ngapain kok, cuma seneng aja genggam tangan Cyra,” alihnya cepat tak ingin cerita yang telah dilakukannya tadi.

Cyra masih menatap Fandy dengan curiga, dia yakin ada yang sedang Fandy sembunyikan darinya.

Namun, Cyra enggan memaksa dan bertanya lebih lanjut lagi. “Ya sudah kalau begitu,” balasnya.

Dirinya kini ingin lekas ke kamar mandi, merasa tidak nyaman dengan area intimnya.

Cyra mencari gaun tidurnya, lalu bergegas bangun dan memakainya. Saat dia beranjak lebih jauh dan ingin melangkah, Cyra meringis pedih.

“Aduh... sssh nyeri banget milikku ini,” keluhnya dalam hati.

Fandy yang melihat Cyra meringis kesakitan perlahan menghampiri Cyra. “Cyra kenapa? Apa ada yang sakit?” tanyanya khawatir.

“Iya, Bang. Sakit dan agak ngilu rasanya ini,” jawab Cyra malu-malu sambil tertunduk.

“Cyra mau ke kamar mandi Bang, tapi enggak tahan ini sakit banget rasanya,” ujarnya masih menunduk kepalanya.

“Ya udah sini Abang bantu ke kamar mandinya, di gendong enggak apa-apa, kan?”

Cyra hanya mengangguk dan berkata lirih. “Iya, Bang. Boleh kalau enggak keberatan.”

Fandy bergegas mengangkat tubuh Cyra dengan hati-hati dan di gendongnya tubuh Cyra yang terasa ringan dan dibawanya ke arah kamar mandi.

Cyra yang kini berada dalam gendongan Fandy entah mengapa perasaannya campur aduk, antara senang, deg-degan dan malu.

Apalagi kedua mata mereka saling bertatapan, keduanya spontan saling tersenyum seolah menikmati momen singkat ini.

Sampai di depan pintu kamar mandi, perlahan Fandy menurunkan tubuh Cyra dengan hati-hati. “Cyra masuk saja ke kamar mandi, Abang akan tunggu sampai Cyra selesai ya,” ucapnya lembut.

“Iya, Bang. Maaf ya jadi merepotkan,” ucap Cyra.

“Tidak apa-apa Cyra, ini karena ada andil Abang juga Cyra jadi seperti ini. Maafkan saya juga ya,” balas Fandy.

Cyra sudah berada di dalam kamar mandi, menyelesaikan urusannya. Fandy masih menunggu hingga Cyra keluar.

10 menit kemudian, Cyra keluar dan tanpa dia duga sama sekali Fandy dengan sigapnya langsung meraih tubuhnya dan di gendong kembali, lalu berjalan ke arah ranjang lagi.

Cyra dalam gendongan Fandy merasa nyaman sekali. Cyra baringkan kepalanya ke dada Fandy dan dia dengarkan degup jantung Fandy yang seolah indah berirama di telinganya.

“Jantung Abang berdetak kencang sekali,” ucap Cyra pelan.

“Mohon maklum ya, dia berdetak kencang begitu karena ada perempuan cantik yang berada di dekatnya,” gombal Fandy.

Cyra terkekeh pelan, “Abang lucu ihh... sok gombal. Karena dengan beban tubuh saya ini yang terasa berat di gendongan Bang Fandy, jadi jantungnya berdetak makin cepat.”

“Ahh... enggak gombal kok, itu kenyataannya tahu. Tubuh Cyra mah ringan banget ini. Abang masih sanggup bawa Cyra turun ke bawah kalau mau sekalian,” tantang Fandy.

“Ihh... enggak mau. Malu nanti dilihat mama dan papa.” Fandy hanya tertawa mendengar penolakan Cyra tadi.

Tubuh Cyra diturunkan perlahan di ranjang. Fandy meletakkan bantal untuk menopang punggung Cyra yang dia posisikan sambil berduduk dengan kepala bersandar di ranjang.

Fandy lalu menatap Cyra. “Gimana masih sakit enggak? Perlu saya beri obat atau apa gitu?”

“Enggak usah Bang, ini sudah mendingan kok. Makasih ya udah gendong Cyra bolak-balik ke kamar mandi,” ucapnya sambil tersenyum.

“Beneran ini, Cyra gak bohongin saya, kan?”

“Jujur Abang, beneran ini udah enggak begitu sakit kaya tadi.”

“Tolong ya Cyra, ke depannya kalau ada keluhan atau merasa sakit pada tubuhmu kasih tahu saya segera,” tegas Fandy.

“Iya Bang, Cyra akan ingat itu.” Fandy tersenyum lega lalu menyentuh kepala Cyra dan mengelusnya dengan sayang.

Kini keduanya duduk berdampingan di ranjang, saling bercerita keseharian masing-masing baik itu di rumah atau di tempat mereka bekerja.

Keduanya sepakat saling membuka diri untuk saling mengenal lebih jauh lagi, seolah mempertegas pernikahan kilat mereka ini nyata sungguhan bukan permainan.

Fandy terus menggenggam tangan Cyra kala mereka tengah berbincang santai tapi serius ini, sesekali dikecupnya mesra punggung tangan Cyra dan setelahnya dielusnya dengan lembut.

Cyra merasa terharu, baru kali ini seorang lelaki memperlakukannya dengan tulus dan penuh kelembutan, tidak seperti Boy mantan tunangannya.

“Tok... tok,” terdengar pintu kamar Cyra diketuk dari luar. Rupanya mama Cyra yang mengetuknya, karena tak lama terdengar suara mamanya memanggil.

“Cyra, Fandy makan malam sudah siap. Kita makan dulu yuk!”

Fandy bergegas menuju pintu dan membuka kuncinya. “Iya, Ma. Kami akan segera ke bawah menyusul makan malam,” jawab Fandy sopan.

“Lekas ya Fandy! Papa sudah menunggu dari tadi,” tegas Mama.

“Iya,Ma. Siap laksanakan!.. hehehe,” candanya. Mama Cyra hanya terkekeh dengan ulah menantu tampannya ini dan berlalu turun menuju ruang makan.,

“Cyra kita turun yuk! Papa dan mama sudah tunggu kita dari tadi," ajak Fandy.

“Iya, Bang. Ayuk! Saya juga sudah lapar rasanya. Perut ini seolah berteriak minta segera diisi makanan lezat,” canda Cyra sambil mengelus-elus perutnya yang rata.

Fandy langsung tertawa melihat Cyra yang nampak imut di matanya, ternyata istrinya ini bisa juga bercanda. Pikirnya Cyra itu sosok yang selalu serius dan perfeksionis.

“Tapi tunggu dulu Cyra, kalau dibawa berjalan lagi. Sakit lagi enggak nanti? Apa mau saya gendong lagi?” tawar Fandy karena khawatir.

“Insyaallah tidak Bang. Nanti Cyra gandeng tangan Abang aja ya buat pegangan dan kalaupun jatuh masih dekat Abang posisinya,” jawabnya santai.

“Oke baiklah, kalau masih sakit jangan sungkan kasih tahu saya ya,” pinta Fandy lagi.

“Iya, Bang Fandy. Bawel ihh... lama-lama. Iya… iya Cyra pasti ingat dan kasih tahu kok,” omel Cyra merasa gemas lama-lama dengan suami tampannya ini.

Keduanya saling bergandengan tangan, melangkah pelan menuruni tangga. Kamar Cyra yang berada di lantai 2 seolah terasa jauh kini, ketika mereka menuju ke ruang makan.

Papa dan mama Cyra saling menatap dan tersenyum bahagia, melihat anak dan menantunya yang tampak sudah saling dekat seperti pengantin baru pada umumnya.

Apalagi melihat cara berjalan Cyra yang tidak seperti biasanya. Harapan memiliki generasi penerus keluarga Alfian sepertinya akan segera terwujud.

1
Syahril Salman
semangat lanjut kakak 💪😍
Syahril Salman: sama2 kak😍
total 2 replies
Mericy Setyaningrum
Romantis ceritanya ya Kak
Lia Ramadhan 😇😘: makasih banget kak untuk supportnya🙏🤗
total 3 replies
Syahril Salman
jadi tambah bagus kak covernya 😍👍
Lia Ramadhan 😇😘: terima kasih kak🙏
total 1 replies
Syahril Salman
Ceritanya bagus, simple dan mudah dimengerti. Saya suka karakter Fandy yang berkomitmen, padahal belum mengenal Cyra lebih jauh tetapi berani memutuskan akan menikahinya.
Lia Ramadhan 😇😘: terima kasih kak untuk ulasan positifnya🙏
total 1 replies
Syahril Salman
lanjutkan kk ceritanya 👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!