Namanya Diandra Ayu Lestari, seorang perempuan yang begitu mencintai dan mempercayai suaminya sepenuh hati. Baginya, cinta adalah pondasi rumah tangga, dan persahabatan adalah keluarga kedua. Ia memiliki seorang sahabat yang sudah seperti saudara sendiri, tempat berbagi rahasia, tawa, dan air mata. Namun, sebaik apa pun ia menjaga, kenyataannya tetap sama, orang lain bukanlah darah daging.
Hidupnya runtuh ketika ia dikhianati oleh dua orang yang paling ia percayai, suaminya, dan sahabat yang selama ini ia anggap saudara.
Di tengah keterpurukannya ia bertemu ayah tunggal yang mampu membuatnya bangkit perlahan-lahan.
Apakah Diandra siap membuka lembaran baru, atau masa lalunya akan terus menghantui langkahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susanti 31, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku tidak selingkuh
Diandra, wanita itu memandangi tangannya yang menggantung di udara. Jemari lentiknya terasa kosong akibat sambutannya diabaikan begitu saja oleh sang suami yang baru pulang dari perjalanan bisnis. Dia menarik napas dalam-dalam, menghembuskannya secara perlahan dan mengembangkan senyumnya.
Wanita itu mengikuti langkah suaminya sampai di kamar. Meletakkan tas kerja Ramon di meja, kemudian menghampiri untuk membantu Ramon melepas kemeja yang mungkin membuat suaminya gerah seharian.
"Mas mau langsung makan atau minum kopi dulu?"
"Kenapa hal seperti ini harus kamu pertanyakan sih? Kita sudah tiga tahun menikah, masa iya tidak tahu kebiasaan suami," ucap Ramon terkesan ketus. Pria itu berlalu ke kamar mandi.
Lagi dan lagi Diandra hanya bisa menghela napas panjang, berusaha memahami suaminya yang mungkin lelah perjalanan jauh.
"Diandra!"
"Eh mama juga sudah pulang."
"Mama lelah ambilkan minum."
"Bi, tolong ambilin minum untuk mama ya," ucap Diandra pada pelayan yang kebetulan melintas sedangkan dirinya menyiapkan makan suaminya.
Selang beberapa menit Ramon datang dengan pakaian lebih rapi.
"Mas ayo makan dulu," ujar Diandra.
"Nanti Sayang, mas ada urusan penting."
"Tapi mas baru pulang masa iya pergi lagi. Makan dulu setelah itu pergi."
"Iya nanti."
Tanpa menyentuh makan siang yang Diandra siapkan, Ramon lagi-lagi meninggalkan rumah.
"Kenapa sikap mas Ramon berubah ya? Apa aku punya salah?"
"Makanya jadi istri jangan kegatelan, suami dinas keluar kota kamunya malah jalan sama pria," celetuk mama mertuanya.
"Diandra tidak bertemu siapapun kok, mama pasti ...."
"Ini buktinya!" Mama Ramon memperlihatkan sebuah foto di mana Diandra bertemu seorang pria di indoapril.
"Kami hanya bertemu bukan jalan. Apa jangan-jangan mama yang melaporkan ...."
"Berhenti menuduh mama Diandra, kenapa kesannya kamu membenci mama? Apa karena dia bukan mama kamu?" bentak Ramon yang ternyata kembali karena melupakan sesuatu.
"Kerabat mas yang melihatmu jalan dengan pengacara itu. Apa jangan-jangan sikapmu berubah karena ini? Kamu selingkuh dengannya? Guru macam apa kamu ini sampai selingkuh dengan orang tua ...."
Ucapan Ramon berhenti ketika sebuah tamparan mendarat di pipinya. Belum lagi tatapan kecewa yang Diandra layangkan.
"Sebatas itu kepercayaan mas padaku? Selingkuh? Apakah mempunyai urusan dengan seorang pria sudah dianggap selingkuh? Lalu bagaimana dengan mas yang setiap hari bertemu perempuan!"
"Perjalanan bisnis dengan sekretaris yang juga perempuan, apa aku menganggap mas selingkuh?"
"Diandra."
"Jika pun ada yang selingkuh di antara kita itu pasti mas karena mas punya riyawat perselingkuhan saat kita pacaran dulu!"
Diandra berlalu, tidak mengidahkan panggilan suaminya. Dia masuk ke kamar, duduk sambil memeluk lututnya di seberang tempat tidur.
"Sayang, maaf mas kelepasan tadi. Mas cemburu melihatmu dengan pria lain itulah mengapa sikap mas acuh padamu."
"Bukannya mas ada urusan? Kenapa belum pergi?" sahut Diandra tanpa menoleh.
"Kamu lebih penting." Ramon menghampiri Diandra dan menarik kepelukannya. "Mas takut kehilangan kamu, makanya mas cemburu Diandra," bisiknya.
Sudut bibirnya tertarik ketika Diandra membalas pelukannya. "Aku lebih takut mas Ramon pergi dan berubah. Lain kali kalau ada apa-apa langsung cerita padaku, jangan bersikap seperti tadi."
"Iya Sayang."
Merasakan ponselnya bergetar di celana, Ramon langsung menolaknya sebab tahu itu dari Olivia yang menyuruhnya segera datang.
"Mas lapar ayo makan siang bersama." Diandra mengangguk dan mengikuti langkah suaminya.
Sedangkan di belahan dunia lainnya Olivia uring-uringan sendiri sebab Ramon tidak kunjung tiba. "Pasti dia sedang memanjakan Diandra, kenapa sih Ramon tidak sepenuhnya jatuh saja padaku?"
Wanita itu sedang berkemas untuk pindah ke rumah baru yang lebih nyaman, tentu saja rumah itu dibelikan Ramon untuknya. Sebenarnya sudah lama Olivia iri pada kehidupan Diandra, baru kali ini mendapatkan kesempatan sebab di berikan pekerjaan yang langsung terhubung pada Ramon.
***
"Pak, saya akan menjemput Abian," ucap Hansen memberitahukan.
"Kamu baru tiba dan mau pergi lagi? Periksa berkas di atas meja." Gerald menunjuk setumpukan berkas dengan dagunya.
"Tapi jika saya tidak pergi sekarang, kemungkinan terlambatnya sangat besar."
"Saya yang jemput Bian."
"Tumben Pak, apa karena gurunya cantik ya?"
"Mau saya pecat?"
"Bercanda Pak." Hansen menyengir, segera duduk di depan meja dengan segala pekerjaan sedangkan pemilik pekerjaan itu sendiri telah meninggalkan ruangan beberapa detik lalu.
Gerald melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Tepat ketika mobilnya berhenti di depan pagar, anak-anak mengemaskan pun keluar dari kelas di sambut oleh orang tua mereka.
Sudut bibir Gerald tertarik melihat putranya dari kejauhan sedang digandeng oleh guru perempuan.
"Ayah!"
"Bagaimana belajarnya hari ini?"
"Sangat selu Ayah. Bian mengambal hewan, kata bu gulu gambal Bian bagus."
"Pintar putra ayah." Gerald mengacak-acak rambut putranya tetapi lirikannya sejak tadi tertuju pada Diandra yang sibuk mencari sesuatu di tas.
"Ibu gulu cantik ya Ayah?" tanya Abian membuat Diandra menoleh, berbeda dengan Gerald yang gelagapan.
"Kenapa memangnya?" tanya balik Gerald.
"Coalnya ayah liatin ibu gulu telus."
"Eh ...."
"Ayah kan punya mata Bian, jadi bebas mau liatin siapa saja. Iya kan pak?"
"Iya benar. Lagian tadi ayah liatin tasnya ibu guru."
"Untuk ciapa ayah?"
"Ayo pulang." Tidak tahu mau jawab apa lagi, akhirnya Gerald mengendong Abian masuk ke mobil. Sebenarnya tujuan Gerald menjemput Abian sebab ia ingin berbicara dengan Diandra.
Gerald tahu rasanya dikhianati seperti apa dan ia tidak mau orang baik yang selalu menjaga putranya ikut merasakan. Namun bagaimana caranya?
"Ayah kok liatin ibu gulu telus?" pertanyaan itu kembali Abian layangkan ketika mobil tidak kunjung melaju dan tatapan ayahnya tertuju pada Diandra yang dijemput oleh suaminya. Wanita itu tampak sangat bahagia.
"Abian cerewet."
"Ayah juga celewet."
"Abian jelek."
"Ayah juga jelek."
"Bian ganteng."
"Ayah pelit."
.
.
.
.
Ada yang mau jadi ibu Bian, tapi ayah pelit ya ☺️
ni manusia oon apa terlalu pintar ya🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
jangan mimpi Ramon Diandra engg mungkin balik lagi sama kamu,, lagian pede banget bisa mempersulit persidangan yakin bisa lawan pak Gerald hemm 😏