NovelToon NovelToon
Antara Kau, Dia Dan Kenangan

Antara Kau, Dia Dan Kenangan

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintapertama / Bad Boy / Trauma masa lalu / Barat / Mantan
Popularitas:699
Nilai: 5
Nama Author: Yellow Sunshine

Ketika cinta pertama kembali di waktu yang salah, ia datang membawa hangatnya kenangan sekaligus luka yang belum sembuh.
Nora tak pernah menyangka masa lalu yang sudah ia kubur dalam-dalam muncul lagi, tepat saat ia telah memulai kisah baru bersama Nick, pria yang begitu tulus mencintainya. Namun segalanya berubah ketika Christian—cinta pertamanya—kembali hadir sebagai kakak dari pria yang kini memiliki hatinya.
Terjebak di antara masa lalu dan cintanya kini, sanggupkah Nora memilih tanpa melukai keduanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yellow Sunshine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kencan Dadakan

Cahaya pagi musim gugur menembus jendela kamarku, menebar semburat oranye kemerahan yang hangat di lantai. Aku masih terlelap ketika ponselku bergetar, membangunkanku. Layar menampilkan pesan dari Nick.

'Pakailah pakaian yang nyaman. Aku akan menjemputmu pukul 8.'

Aku tersenyum sambil menutup mata sejenak, rasanya jantungku sudah berdebar karena penasaran dan sedikit cemas. Setelah mandi cepat, aku memilih sweater krem yang nyaman dan celana jeans favoritku—sederhana tapi pas untuk hari libur musim gugur yang sejuk.

Di atas ranjangnya, Nina yang baru saja terbangun dari tidurnya, menatapku sambil tersenyum menggoda. "Hmm, sepertinya hari ini akan ada yang sibuk pergi berkencan.”, godanya.

Tidak lama setelah itu, Sarah muncul dari balik pintu kamar, membawa sebuah kantong berisi snack dan soda. “Aku tahu hatimu sedang hangat, tapi udara di luar cukup dingin dan berangin, Nora. Jadi, jangan lupakan mantelmu!”

Aku mendengarkan Sarah, sambil menatap barang yang dibawanya. "Hei, kalian akan bersenang-senang tanpaku?", protesku.

"Kamu akan bersenang-senang bersama kekasih populermu hari ini, Nora. Jadi, kami bisa apa?", goda Sarah.

"Hmm, benar sekali, Sarah. Cuaca di luar tampaknya sangat mendukung untuk berkencan, berpelukan, berciuman, atau...", sahut Nina, membuat wajahku tiba-tiba memanas.

"Hmm, bahkan mungkin Nora tidak akan tidur di ranjangnya malam ini, Nina.", timpal Sarah, tertawa kecil.

"Hei, Nora!", seru Nina, membuatku menoleh ke arahnya. "Kurasa kamu akan memerlukannya malam ini, Nora.", katanya, melemparkan sesuatu kepadaku. Sebuah benda berukuran kecil dengan kemasan plastik berbentuk persegi. Sebuah pengaman.

"Nina!", pekikku, menatapnya tajam. Sementara Nina dan Sarah tertawa lebar.

"Hanya untuk berjaga-jaga, Nora.", kata Nina.

"Ehem, kurasa Nina ada benarnya juga, Nora. Tidak ada yang salah dengan berjaga-jaga.", timpal Sarah, mengambil benda itu, dan memasukkannya ke dalam tasku.

Kemudian, ponsel milikku tiba-tiba bergetar. Menampilkan pesan dari Nick yang memberitahuku bahwa ia sudah tiba di depan asrama.

Seakan mengetahui bahwa aku akan segera pergi, Nina dan Sarah menatapku sambil tersenyum lebar. "Selamat bersenang-senang, Nora!", kata mereka hampir bersamaan.

"Kalian juga!", balasku, lalu menghambur pergi keluar dari kamar asrama.

Di luar sana, tampak sosok Nick yang sudah menungguku, berdiri di sebelah mobil sedannya. Ia langsung menyadari kehadiranku, begitu aku muncul dari balik pintu dan menghampirinya.

“Selamat pagi, Sleepyhead!”, sapa Nick, sambil membuka pintu mobil. Ia membawa sesuatu di tangannya—sebuah kantong kertas kecil berisi croissant dan kopi panas. “Kamu pasti belum sempat sarapan.”

Aku terkejut sekaligus tersenyum. “Hmm. Darimana kamu mendapatkan kekuatan cenayangmu itu, Nick?”, godaku.

“Sejak bersamamu.” jawabnya, tertawa ringan. “Ayo, masuk! Hari ini, aku janji, hanya kamu dan aku. Tanpa jadwal sibuk, tanpa panitia, hanya kita berdua.”

Aku menatapnya dengan sudut bibir terangkat. "Dalam rangka apa?"

"Ehm, anggap saja ini... penebusan. Karena, akhir-akhir ini aku terlalu sibuk dan tidak memiliki cukup waktu untuk kita berdua."

"Baiklah. Tawaran diterima.", sahutku, tersenyum simpul.

Aku melangkahkan kaki masuk ke dalam mobil, menyandarkan kepala sejenak, menikmati aroma kopi hangat yang menguar dan suara angin yang membawa aroma dedaunan gugur. Di luar, daun-daun merah, kuning, dan oranye menari di sepanjang jalan, menambah nuansa hangat namun romantis pada pagi musim gugur ini.

Nick melajukan mobilnya perlahan, melewati jalanan kota yang mulai dipenuhi aroma kayu manis dari toko roti dan suara dedaunan yang bergesekan di bawah roda. Aku menatap keluar jendela, membiarkan pandanganku terhanyut pada dedaunan mapel yang beterbangan seperti serpihan emas di udara.

"Ke mana kita?", tanyaku sambil menyesap kopi hangat.

“Ke tempat yang tidak akan pernah bosan aku datangi.”, jawabnya, matanya sejenak menatapku, lalu kembali ke jalan. “Tempat yang lebih indah saat musim gugur seperti ini.”

Beberapa menit kemudian, kami tiba di danau yang dikelilingi pohon-pohon berwarna api. Ya, danau yang sama, yang menjadi tempat pengakuan cinta Nick hari itu—airnya memantulkan langit biru pucat dan siluet ranting yang mulai meranggas, dan udara di sini lebih segar, menusuk lembut ke kulit.

Nick keluar lebih dulu, lalu membukakan pintu untukku.

“Sudah siap menjadi modelku hari ini?”, godanya sambil mengeluarkan kamera saku dari saku jaketnya.

Aku mengangkat alis. “Kamu mau memotretku?”

“Bukan ‘mau’. Tapi ‘harus’.”, jawabnya, memotret bahkan sebelum aku siap.

Kami berjalan menyusuri tepi danau, menginjak rumput yang lembap dan daun-daun yang rapuh di bawah sepatu. Nick terus memotret—kadang aku sedang tertawa, kadang aku hanya menatap air. Di satu titik, ia berhenti, mendekat, lalu membenarkan rambutku yang tertiup angin. “cantik.”, ucapnya, pelan sekali.

Setelah puas di danau, ia mengajakku ke taman kota yang tak jauh dari sana. Aroma gurih mulai menyeruak sebelum kami melihat deretan food truck yang berjajar. Lampu-lampu kecil tergantung di antara truk, meski hari masih siang, membuat suasananya seperti festival kecil. Nick membawaku ke truk hot dog favoritnya, lalu memesan pumpkin spice latte untukku.

Kami duduk di bawah pohon besar yang separuh daunnya sudah gugur, membiarkan cahaya matahari sore menyaring di antara ranting. Saat aku sedang menyesap latte, Nick menatapku dengan senyum miring.

"Ada sesuatu di hidungmu.” katanya.

Refleks aku ingin mengusapnya sendiri, tapi tangannya sudah lebih dulu menyentuh wajahku, ibu jarinya menyapu lembut di ujung hidungku. Sentuhan sekilas itu cukup untuk membuat jantungku kehilangan irama.

Hari ini, waktu terasa lebih lambat. Kami mencoba beberapa makanan, bercanda, tertawa bersama, bercerita tentang banyak hal, berfoto dan lainnya. Tidak ada dering ponsel, tidak ada rapat mendadak, tidak ada Alice atau panitia. Hanya kami berdua, bahkan saat ini, ditemani musik akustik dari salah satu food truck dan suara angin yang membawa aroma manis jagung bakar.

Menjelang senja, kami kembali ke dalam mobil untuk pergi ke tempat selanjutnya yang sudah Nick rencanakan. Nick meraih tanganku, menggenggamnya erat. Tanpa banyak kata, ia menunduk dan mengecup bibirku singkat—hangat, lembut, dan membuat seluruh dunia seakan memudar kecuali dirinya.

Aku menatapnya, mencoba menyembunyikan senyum yang tak bisa kutahan. Dan di saat itu aku tahu, meskipun hari-hari kemarin sempat membuatku ragu, hari ini ia berhasil menghapus semua sisa dingin di hatiku.

Malam mulai menurunkan selimut gelapnya, tapi lampu-lampu kota masih berkelap-kelip, menambah nuansa hangat di udara musim gugur yang sejuk. Nick membawa mobilnya ke sebuah restoran kecil yang nyaman—bukan yang mewah, tapi punya suasana hangat yang selalu ia sukai. Meja kayu, lampu gantung temaram, dan aroma makanan yang mengundang dari dapur membuat tempat itu terasa seperti rahasia kecil di kota ini.

“Kamu pasti suka tempat ini.”, kata Nick sambil membuka pintu mobil untukku. “Aku cukup sering datang ke sini setelah shift di bar.”, Ia tersenyum, matanya menatapku dengan lembut.

Aku tertawa kecil, menepuk tangannya. “Kamu pasti tahu, aku tidak pernah meragukan satupun rekomendasimu soal makanan enak.”, kataku, membuat Nick ikut tertawa kecil bersamaku.

Kami memesan pizza artisan favorit Nick—tipis, renyah, dan penuh topping segar. Lalu beberapa minuman hangat, cokelat panas untukku dan teh jahe untuknya. Saat menunggu pesanan datang, kami bercakap ringan, saling melempar candaan, dan sesekali saling mencuri pandang dengan senyum yang membuat jantungku berdebar.

Pizza akhirnya datang, dan aroma gurihnya membuat perut kami sama-sama berbunyi cukup nyaring—kami saling menatap dan tertawa. Nick mengambil sepotong untukku, tangannya menyentuh jari-jariku sebentar—cukup untuk membuat aku tersipu.

“Ah, kamu memang manis.”, goda Nick sambil menyeruput teh jahe hangatnya.

Aku menahan tawa, menatapnya dengan mata berbinar. “Kamu juga manis… tapi jangan terlalu sering menggodaku di depan makanan enak, nanti aku kehilangan nafsu makan.”, candaku.

Kami tertawa bersama, menikmati pizza yang sederhana tapi terasa istimewa karena kami bersamanya. Malam itu, tidak ada tuntutan jadwal, tidak ada tekanan, hanya hangatnya kebersamaan dan suara tawa kami yang bersatu dengan musik lembut di latar restoran.

Setelah menyelesaikan kegiatan makan malam berdua, kami keluar dari restoran sambil membicarakan betapa enaknya pizza tadi. Udara malam mulai menusuk, membuatku merapatkan mantel. Nick membukakan pintu mobil, dan aku segera masuk, mengembuskan napas panjang untuk menghangatkan diri.

Sebelum ia menyalakan mesin, aku merogoh tas milikku untuk mencari lip balm—dinginnya udara di luar membuat bibirku terasa kering dan tidak nyaman. Tapi, karena terlalu bersemangat, tas yang ada di pangkuanku pun miring dan beberapa barang berjatuhan ke kursi—ponsel, dompet, dan… oh tidak.

Sebuah benda mungil berbungkus plastik persegi tergeletak begitu saja di kursi di antara kami.

Nick memungutnya dengan tenang, menatapnya sejenak, lalu menatapku dengan senyum miring yang jelas berbahaya.

“Jadi… kita bahkan punya rencana cadangan untuk malam ini, ya?” katanya, nada suaranya penuh godaan.

Aku buru-buru meraih benda itu, pipiku rasanya panas sekali. “Bukan aku yang—maksudku, itu bukan… itu ulah Nina dan Sarah!”

Nick tertawa melihatku gugup dan salah tingkah.

"Kita lupa ini saja, oke?", kataku, menyelipkan benda itu ke dalam tasku.

"Hmm, Baiklah.", katanya sambil tersenyum, lalu menyalakan mobil, tapi tangannya tidak langsung memutar kemudi. Ia menatapku lama, seolah sedang memilih kata yang tepat.

“Aku tahu, mungkin teman-temanmu hanya bercanda, Nora…” suaranya tenang, nyaris seperti bisikan.

Ia tersenyum tipis, bukan senyum menggoda, tapi senyum yang hangat sekali. “Lagipula, kurasa kita tidak butuh itu sekarang.", lanjutnya, masih menatapku lekat. "Ehm, belum...", koreksinya.

"Aku tidak mau terburu-buru. Tapi… kalau suatu hari nanti, saatnya tiba… aku mau itu jadi keputusan kita berdua.”, katanya, lagi.

Tatapannya begitu tulus sampai aku tak sanggup membalas dengan kata-kata. Hanya senyum gugup yang bisa kuberikan, sambil memalingkan wajah supaya ia tidak melihat pipiku yang memanas.

Nick hanya terkekeh pelan, lalu mulai melajukan mobilnya. Radio memutar lagu lembut, tapi jantungku berdetak jauh lebih keras daripada iramanya. Aku menatap keluar jendela, mencoba meredakan panas yang menjalar sampai ke ujung telingaku—percuma. Kata-katanya tadi berulang di kepalaku, seperti janji yang diam-diam ingin kupegang erat.

1
Yellow Sunshine
Halo, Readers? Siapa disini yang kesel sama Alice? Angkat tangan 🙋‍♂️🙋‍♀️. Author juga kesel nih sama Alice. Kira-kira rencana Alice untuk menggoda dan mengejar Nick akan berlanjut atau berhenti sampai sini ya? Coba tebak 😄
Arass
Lanjutt thorr🤩
Yellow Sunshine: Siap. Semangat 💪🫶
total 1 replies
Yellow Sunshine
Hai, Readers? Siapa nih yang nggak sabar liat Nora sama Nick jadian? Kira-kira mereka jadian di bab berapa ya?
Aimé Lihuen Moreno
Wih, seruu banget nih ceritanya! Jangan lupa update ya thor!
Yellow Sunshine: Thanks, Reader. Author jadi makin semangat nih buat update 😍
total 1 replies
Melanie
Yowes, gak usah ragu untuk baca cerita ini guys, janji deh mantap. 😍
Yellow Sunshine: Thanks, Reader. It means a lot 😍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!