Annisa Dwi Az Zahra gadis periang berusia 20 tahun yang memutuskan ingin menikah muda dengan lelaki pujaannya yang bernama Rian Abdul Wahab, namun kenyataan pahit harus diterima ketika sebuah tragedi menimpanya.
Akankah Nisa bertemu bahagia setelah masa depan dan impiannya hancur karena tragedi yang menimpanya?
"Kini aku sadar setelah kepergianmu aku merasa kehilangan, hatiku hampa dan selalu merindukan keberadaanmu, aku telah jatuh cinta tanpa kusadari" Fahri
"Kamu laki-laki baik, demi kebaikan kita semua tolong lepaskan aku, karena bertahan pun bukan bahagia dan pahala yang kita dapat melainkan Dosa" Nisa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 𝐈𝐩𝐞𝐫'𝐒, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11. Om Bangun!
Setengah jam sudah berlalu Rian dan Nisa duduk didepan toko, namun hujan belum juga ada tanda-tanda untuk mereda.
"Gimana ini kalau hujannya gak reda?" Nisa melirik Rian dengan sorot mata penuh kekhawatiran.
"Kalau gak reda ya berarti kita nginep disini, tidak apa-apa kan?"
Rian balik bertanya sambil menatap Nisa sekilas kemudian membuang muka sambil mengulum senyum.
Entah kenapa wajah Nisa yang khawatir dan grogi menurutnya begitu cantik dan menggemaskan.
Membuat Rian ingin selalu menggodanya.
"Enggak mau, lagian mana bisa tidur dalam keadaan seperti ini ditempat begini pula. Nisa berani kok pulang maksain kalau cuma hujan deras seperti ini, yang penting sudah tidak ada petir."
Nisa menggelengkan kepalanya kemudian berdiri dan berjalan mondar-mandir.
Sedangkan Rian masih diposisi yang sama tetap duduk sambil memperhatikan Nisa yang mondar mandir seperti setrikaan.
"Mas. Nisa pulang sekarang aja ya, sudah mau Maghrib takutnya nungguin hujan reda malah gak reda-reda sampai malam."
Akhirnya Nisa memberanikan diri menatap Rian minta persetujuan mau pulang dengan menerobos derasnya hujan.
"Yasudah kita tunggu 10 menit lagi, semoga hujannya reda tapi kalau tetap deras ya kita terobos saja. Tapi yakin emang, berani nerobos hujan deras kayak gini?" Rian menyetujui sambil melihat jam, dan memastikan Nisa benar-benar berani apa tidaknya maksain pulang.
Ia pun seandainya sendiri tidak sedang bersama Nisa sudah pulang daritadi tanpa menghiraukan hujan yang memang sangat deras.
"Iya mas, Nisa yakin kok kan masih siang belum Maghrib jadi berani." Nisa menatap Rian yang sepertinya kurang yakin dengan dirinya yang berani pulang ditengah derasnya hujan.
Setelah sepuluh menit berlalu akhirnya Rian berdiri dari duduknya menyusul Nisa yang sejak tadi berdiri, kadang duduk kadang mondar-mandir tidak jelas, membuat siapapun yang melihatnya geleng-geleng kepala.
Rian berdiri pas dibelakang Nisa, sedangkan orang yang didepannya belum mengetahui kalau laki-laki yang selalu membuat jantungnya berdebar itu telah berdiri pas dibelakang tubuhnya.
Sehingga ketika ada suara petir yang begitu keras menggelegar Ia langsung melompat berbalik ketempat duduknya, Namun sayang bukan bok*ngnya yang mendarat duduk dengan cantik, yang ada malah mukanya membentur dada bidang Rian yang sedang berdiri merapikan jas hujan yang baru saja dipakainya.
Membuat badan Nisa menjadi tidak seimbang karena lantai yang kena air hujan jadi basah dan licin.
Akhirnya badan Nisa mundur dan kepeleset hampir kejengkang kalau Rian tidak sigap menangkap pinggangnya yang ramping ketutup jaket biru tebal milik Rian.
"Astaghfirullah. Ma maaf mas, kirain masih duduk disana." Ujar Nisa sambil menggosok hidungnya yang berasa panas memakai telapak tangan kirinya.
Ia belum sadar kalau tangannya yang kanan masih memegang lengan Rian dengan eratnya karena refleks pas hendak jatuh tadi.
Sedangkan Rian langsung membuang muka ketika Nisa menatapnya sambil menggosok-gosok hidungnya yang memerah karena benturannya lumayan keras, entah kenapa tiba-tiba ada yang berdesir dan menggelitik hatinya.
"Sudah bisa berdiri seimbang belum?" Rian menatap tangan kanan Nisa sambil menetralkan rasa agar tidak berefek merah pada wajahnya seperti wajah Nisa.
Ia mati-matian menahan desiran dengan sekuat tenaga.
Sebagai lelaki yang normal dan dewasa berada sangat intim dengan lawan jenis yang notabene memiliki paras cantik diatas rata-rata sangatlah menganggu kesehatan jiwa dan raganya.
Makanya Ia ingin mengakhiri rasa nyaman namun membahayakan itu, yang seumur-umur baru Ia rasakan.
"Aww..." Nisa buru-buru melepaskan pegangan tangannya setengah malu, namun karena kaget lagi-lagi Ia malah kembali hendak jatuh, dan Rian pun tidak sempat menarik pinggangnya seperti tadi. Ia hanya mampu meraih tangan Nisa dan menariknya dengan keras sehingga membuat Nisa terhuyung kedepan dan menabrak badan Rian.
Malang tak bisa dihindar karena tertabrak akhirnya Rianlah yang jatuh disusul Nisa yang menindih tubuhnya.
"Ya Allah cobaan apalagi ini? kenapa harus menimpaku disaat seperti ini"
Rian meringis dan merana dalam hati sambil memalingkan mukanya, karena kalau tetap mempertahankan posisi alami jelas-jelas ujung hidungnya menyentuh puncak kepala Nisa yang tertutup pashmina, namun aromanya tercium dengan sangat jelas oleh Rian dan membuat jantungnya berdetak kencang tak beraturan, begitupun dengan detak jantung Nisa yang sangat jelas dirasakan Rian, karena dada mereka menempel sehingga kedua Insan berbeda jenis yang pemikirannya entah melayang kemana itu bisa saling merasakan degupan jantung masing-masing.
Drrtttt.... drrrttt
Handphone Nisa didalam tas bergetar dua kali menandakan ada panggilan masuk, sontak menyadarkan Nisa yang mukanya menyusup ke dada Rian yang terasa hangat dan nyaman, Ia membuka matanya dan melihat keatas dan tertegun beberapa saat menatap pipi sebelah kiri Rian yang ditumbuhi jambang tipis halus.
"Ya Allah mimpi apa aku semalam? bisa sedekat ini dengan om Rian, tapi kenapa dengan jantungku kayak mau lepas hiks? eh kok jantung si om juga bergemuruh sih? apa karena ketindih aku dan tiba-tiba kena serangan jantung?"
Yasallam jangan sampai om Rian kenapa-kenapa gara-gara ketabrak aku, huhuuu"
Nisa langsung bangun menarik wajah Rian yang miring ke kanan, Ia memanggil-manggil Rian sambil menggoyangkan wajahnya kekiri dan ke kanan sambil mau nangis.
"Om bangun om! jangan kayak gini kan Nisa jadi takut,
Takut om kenapa-kenapa gara-gara nemenin Nisa yang ujung-ujungnya malah celaka ketabrak Nisa yang ditolong om, bagaimana nanti Nisa menjelaskan semuanya pada ibu sama Bu Wid, hiks." Nisa akhirnya menangis setelah beberapa kali membangunkan Rian tapi tetap pada keadaan seperti semula yaitu menutup mata.
Sedangkan Rian sambil memejamkan matanya Ia Istighfar berkali-kali menyaksikan tingkah Nisa yang menganggapnya pingsan atau entah dianggap gimana.
"Sudah selesai nangisnya" tanya Rian pada Nisa yang sedang mengelap sudut matanya dengan tissue.
"Oommm... Syukurlah om sudah sadar, Alhamdulillah Ya Allah." Nisa memekik Riang sambil kembali memeluk Rian dari samping, Ia lupa bahwa mereka sedang berada di teras toko di kelilingi derasnya hujan.
🍁🍁🍁
jagain fahri atuhhh
masih membanggongkan ceritanya😯