NovelToon NovelToon
Terjerat Pernikahan Kontrak

Terjerat Pernikahan Kontrak

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / CEO / One Night Stand / Nikah Kontrak / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Kumi Kimut

Romantis - Komedi

"Gak bisa Will, kita cuma nikah sementara kan? Bahkan ibumu juga benci sama aku?" -Hania-

"Tapi hamilmu gak pura-pura, Han? Aku bakal tanggung jawab!" -William-

***

Kisah dimulai saat Hania terpaksa menerima tawaran sang bos untuk menjadi istri kontraknya tapi setelah satu bulan berlalu, Hania mabuk karena obat perangsang yang salah sasaran dan mengakibatkan Hania hamil!

Bagaimana kisah ini berlanjut? Akankah Hania menerima pinangan kedua kali dari suami kontraknya atau kembali pada mantan tunangan yang sudah tobat dan ingin membahagiakannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kumi Kimut, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 7

Hania menatap gedung megah di depan mereka, lalu menghembuskan napas panjang. Tangannya masih menggenggam clutch erat-erat.

Will memperhatikannya sejenak, lalu bersuara pelan, “Han…”

Hania menoleh. “Apa?”

Will tersenyum tipis, tapi ada ketegasan di matanya. “Boleh... minta satu hal?”

“Kalau minta aku senyum sepanjang malam, itu permintaan yang agak... menantang.”

Will menggeleng kecil, lalu duduk sedikit lebih tegak, wajahnya berbalik ke arah Hania penuh keseriusan—jarang sekali Will menghadapnya seperti ini kalau bukan urusan penting.

“Aku cuma minta kamu... akting dikit.”

Hania mengerutkan dahi. “Akting?”

Will mengangguk. “Ya. Akting sebagai istri yang bahagia. Yang... nggak cemberut kayak abis dimarahin ibu kost.”

Hening sejenak.

Hania memutar bola matanya, tapi tidak langsung menjawab. Ia malah menatap keluar jendela, seakan mempertimbangkan banyak hal dalam satu tarikan napas.

“Aku nggak suka pura-pura,” ucapnya akhirnya.

Will mendesah. “Aku tahu. Tapi malam ini... bukan tentang kamu atau aku. Ini tentang posisi kita. Dan semua mata bakal ngelihat ke arah kita.”

Hania kembali menatap Will. Tatapannya tajam, tapi tidak dingin. Lebih seperti... mencoba memahami.

Will menambahkan pelan, “Kalau kamu nggak nyaman, kita bisa keluar kapan pun. Aku nggak maksa kamu senyum kalau rasanya nyiksa. Tapi... satu-dua senyum palsu bisa nyelametin banyak hal malam ini.”

Hania mengangguk pelan, lalu menyandarkan kepala ke sandaran kursi.

“Oke,” ucapnya akhirnya. “Tapi setelah ini, kamu yang gantian akting di dapur. Tiap hari. Masak. Cuci piring. Semuanya.”

Will tertawa kecil. “Deal.”

“Tiap hari, Will. Nggak boleh pura-pura sibuk.”

Will mengangkat tiga jari. “Sumpah gentleman.”

Hania menghembuskan napas sambil menarik sedikit sudut bibirnya ke atas—sebuah senyum tipis yang lebih tulus dari yang ia kira bisa ia munculkan malam itu.

Mobil berhenti.

Seorang petugas membukakan pintu. Sorotan lampu kamera langsung menyala seperti kembang api yang terlalu bersemangat.

Will keluar lebih dulu, lalu membungkuk sedikit untuk menyambut Hania. Ia mengulurkan tangan.

Hania menatap tangan itu selama satu detik. Lalu menggenggamnya.

Langkah mereka seirama saat menyusuri karpet merah. Blitz menyala. Suara wartawan terdengar dari kejauhan memanggil nama William—dan beberapa menyebut Hania, bertanya-tanya siapa wanita bergaun emerald green yang tampak seperti misteri mahal.

Hania menggenggam tangan Will lebih erat.

Will melirik ke samping, berbisik nyaris tak terdengar. “Aktris terbaik malam ini.”

Hania menahan senyum. “Berhenti gombal atau aku nginjek sepatumu.”

Will tertawa pelan. “Nginjek sekalian hatiku juga, nggak apa-apa.”

Dan begitu pintu gedung terbuka, dunia mereka malam itu resmi dimulai—dengan panggung, peran, dan topeng yang harus dikenakan.

____

Begitu mereka masuk ke ballroom utama, aroma parfum mahal, kilau kristal gantung, dan suara denting gelas menyambut mereka. Musik jazz lembut mengalun, sementara tamu-tamu dalam balutan busana mewah berdiri dalam kelompok kecil, berbincang dan tertawa dengan sopan—semua terasa seperti adegan dalam film, dan Hania tahu... ini bukan dunianya.

Will masih menggenggam tangannya erat.

“Kalem aja. Kita cuma butuh bertahan sampai acara makan malam selesai,” bisik Will sambil tersenyum menyapa tamu lain yang lewat.

Hania mengangguk kecil. Ia menyesuaikan postur tubuh, menarik bahunya sedikit lebih tegak, bibirnya tetap membentuk senyum manis yang tidak terlalu lebar—pas. Aktris terbaik malam ini, katanya dalam hati.

Tapi baru beberapa langkah masuk, suara yang sangat dikenal Will terdengar dari samping kanan.

“Will!”

Will menoleh. Hania ikut menengok.

Seorang wanita elegan dengan kebaya modern warna biru navy menghampiri mereka dengan langkah mantap. Rambutnya disanggul rapi, kalung mutiara melingkar di lehernya. Di sampingnya, berdiri seorang gadis muda dengan dress silver selutut dan rambut panjang tergerai—ekspresinya datar, tapi matanya mengamati Hania dari atas ke bawah.

Will diam saja. Seolah tidak peduli. Dia melihat ke arah lain.

“Sialan, kenapa rubah tua dan anak gadisnya ada di sini?" gumam Hania kesal.

“Halo menantu,” sapa wanita itu sambil langsung mencium pipi kanan dan kiri Hania—tampak seperti pelukan hangat, tapi Hania bisa membaca gestur tubuh yang terlalu formal untuk murni kasih sayang.

“Kamu menantu yang cantik dan penurut,” lanjutnya. Senyumnya tipis, tidak sepenuhnya ramah, tapi tidak juga kasar. Lebih seperti... menilai.

Hania berusaha baik-baik saja, dia tersenyum. “Halo ibu mertua. Senang bertemu.”

Ragna menjabat tangan Hania, singkat. “Kamu cantik malam ini.”

“Terima kasih, Ibu. Gaun pilihan Will,” jawab Hania sopan.

Ragna melirik ke arah Will sekilas. “Dia memang punya selera yang... tidak biasa.”

Will langsung menimpali dengan senyum lebar. “Tapi tetap efektif, kan?”

Hania menahan tawa, hampir menggeleng.

Di saat yang sama, gadis muda di sebelah Ragna angkat bicara.

“Kakak. Tumben ngajak orang ke acara kayak gini,” ucapnya sambil menatap Hania tanpa basa-basi.

"Menurutmu? Apa aku harus pergi denganmu adikku?" ledek William.

Weni kesal, dia melotot ke arah sang kakak. William bodo amat.

Di baliknya, Ragna berdehem pelan. “Kita duduk dulu, yuk. Acara resmi sebentar lagi mulai.”

Mereka berjalan bersama ke meja bundar besar dengan kursi berlapis beludru. Nama-nama tertulis rapi di atas piring-piring makan. Hania melihat satu kartu dengan tulisan: Ny. Ragna Adiwangsa, dan satu lagi: Weni Adiwangsa. Tepat di sampingnya: William Adiwangsa & Pasangan.

Hania duduk, merapikan lipatan gaunnya, lalu menatap Will sejenak.

Will berbisik cepat. “Tenang. Aku di sini.”

Hania mengangguk, mencoba mengatur napas. Tapi baru beberapa menit duduk, Ratna mulai angkat bicara.

“Jadi, Hania... kamu tinggal dimana sekarang? Ibu dengar kamu tidak betah dirumah ?”

Langsung ke topik, tanpa pemanasan.

Hania menjawab dengan tenang.

Ratna mengangguk pelan." Bukan tidak betah ibu, lebih tepatnya bosan."

Will langsung menimpali cepat. “Dia lebih suka rumah baru kamu. Kapan-kapan ibu boleh berkunjung."

Weni menahan tawa. “Haha rumah baru apa? Orang itu apartemen mu kan kak? Emangnya aku gak tahu?"

"Bisa diam kan adikku?" ujar Will dengan anda tenang. Sang adik masih terus bicara," Aku punya mulut kok. Kenapa harus diam?"

Ragna meneguk air putih, lalu meletakkan gelasnya perlahan. “Ya... semoga saja kamu bisa membawa pengaruh baik buat William. Karena... dia itu butuh seseorang yang bisa menyeimbangkan.”

Kalimat itu menggantung. Tidak pedas, tapi tajam.

Hania tersenyum kecil. “Saya juga butuh yang bisa menyeimbangkan, Bu. Makanya kita bertemu dan menikah.”

Will memandang Hania dengan mata berbinar.

Weni, di sampingnya, berbisik pelan, “Pintar juga kamu, ya.”

Malam pun terus berjalan. Makan malam disajikan. Pidato-pidato panjang berlangsung. Tapi sepanjang waktu, satu hal tidak berubah: tangan Will yang sesekali menyentuh lengan Hania—halus, tenang, seperti bilang aku ada di sini.

Dan Hania... untuk pertama kalinya sejak pagi, tersenyum tanpa harus akting.

Namun, disaat yang sama, tiba-tiba saja seorang cowok ganteng mendekati meja Hania dan keluarga sang suami.

"Maaf, boleh aku bergabung di meja ini?"

---

Bersambung ....

1
Eva Karmita
Andra kamu harus nya bersyukur punya teman seperti Dani yg selalu bisa menasehati kamu supaya hidup dijln yang lebih baik lagi, plisss dengerin nasehatnya..,, jarang sekali ada sahabat sebaik Dani mau jadi teman curhat yg baik.. dan biarkan Hania hidup bahagia dan tenang bersama William
KumiKimut: iya nih kak, awas saja kalau kebanyakan ganggu
total 1 replies
Eva Karmita
lanjut thoooorr
Eva Karmita
Tom and Jerry ini namanya lanjut thoooorr 🔥💪🥰
KumiKimut: iya kak, mas mksih udah mampir ya
total 1 replies
Eva Karmita
lanjut thoooorr 🔥💪🥰
Eva Karmita
❤️
Eva Karmita
mampir otor 🙏😊
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!