Hidup di tengah-tengah para Pria yang super Possessive tidak membuat Soraya Aleysia Abigail Jonshon merasa Terkekang Ataupun diatur. Karena hanya dia satu-satunya perempuan yang hidup di keluarga itu, baik Ayah maupun kakak-kakaknya, mereka menjaganya dengan super ketat . Bagi mereka, Raya adalah anugrah Tuhan yang harus benar-benar dijaga, gadis itu peninggalan dari Bunda mereka yang telah lama meninggal setelah melahirkan sosok malaikat di tengah-tengah mereka saat ini.
Raya adalah sosok gadis jelmaan dari bundanya. Parasnya yang cantik dan mempesona persis seperti bundanya saat muda. Maka dari Itu baik Ayah maupun Kakak-kakaknya mereka selalu mengawasi Raya dimanapun Gadis itu berada. Secara tidak langsung mereka menjadi Bodyguard untuk adik mereka sendiri.
Penasaran sama kisahnya? kuylah langsung baca.....!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ana_nanresje, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
7_Interogasi
Gadis itu bersenandung kecil sembari melangkahkan kakinya memasuki kampus. Ini adalah hari kedua Ia menempuh pendidikan Di Universitas Garuda bersama sahabatnya. Senyum manis terus terukir di wajah cantiknya. Tak jarang mahasiswa lain yang melihatnya pun ikut merasakan kebahagiaan yang Ia pancarkan.
" Pagi!"
Kata itu lah yang terus terlontar dari bibirnya saat berpas pasan dengan mahasiswa lain. Entah Ia kenal atau tidak, atau itu juniornya atau teman seangkatannya Raya tidak tahu itu. Tapi yang jelas dia menghormati dan menghargai mereka yang lebih dulu menyapanya.
Semua mahasiswa ikut tersenyum saat melihat kerendahan hati seorang Raya, yang mereka kenal maba angkatan terakhir. Bahkan walaupun gadis itu pindahan dari australia dan berasal dari Universitas ternama, gadis itu tidak menyombongkan diri. Bukan karena paras cantiknya saja tapi karena kebaikan dan kedermawanannya pula semua Mahasiswa di kampus mengenal dirinya.
" Pagi Tomboyy!" Raya tersentak kaget saat kedua Sahabatnya menepuk keras bahunya sembari teriak tepat di telinganya.
" Ya ampun lo berdua mau bikin gue jantungan!" Ujar Raya. Tangannya mengapit kedua sahabatnya sehingga mereka mengaduh kesakitan.
" Ampun Ray, ampun. Kita gak sengaja!" Meli si mulut cerewet itu berusaha melepaskan tangan Raya dari lehernya.
" Uhuk uhuk. Ray gue gak bisa nafas nih!" Begitupun dengan Hana, ia berusaha melepaskan diri juga dari apitan Raya.
" Mangkanya jangan suka bikin orang kaget. Tar kalo jantungan gimana?" Raya melepaskan apitannya, kini mereka berjalan beriringan menuju kelas mereka.
" Yaelah Ray. Kita mah yakin jantung lo mah kuat gak bakal deh lo kena serangan jantung!" Ujar Meli sembari merapikan rambutnya yang sedikit berantakan karena ulah Raya.
" Lagian kalo lo kena serangan jantung, lo tenang aja kali, Kan Ka Randi seorang dokter gue yakin dia bisa nyelamatin nyawa lo!"
" Aduh, sakit Raya!" Ringis Hana yang mendapatkan satu cubitan di tangannya.
" Lagian kalo ngomong asal aja. Lo ngedoain gue kena serangan jantung beneran?"
" Ya enggak lah Ray. Mana tega gue ngedoain sahabat gue kena serangan jantung. Masih kangen gue sama lo! Baru juga kita kemaren ketemu. Eh masa lo mau di ambil sama yang maha kuasa?! Entar entaran aja deh tar gue bosen aja. Baru gue iklas!"
" Hana!" Kesal Raya yang siap menerkam satu Sahabatnya itu.
" Iya iya. Gue cuma becanda. Yaelah sejak kapan sih lo jadi baperan gini? Kaya si Meli aja!"
" Ih Apaan lo bawa bawa nama gue? Sejak kapan lagi gue baperan?
" Barusan!" Kompak Raya dan Hana bersamaan. Meli hanya bisa mengerucutkan bibirnya sembari menggaruk kepalanya yang kalah telak sama sahabatnya itu.
" Oh iya kemaren Lo berdua kemana? Katanya mau ke kantin tapi gue tungguin gak nongol-nongol. Mangkir kemana sih?" Raya menarik kursinya untuk Ia duduki begitupun dengan Hana dan Meli, mereka ikut duduk di kursi kosong yang terdapat di depan kursi Raya.
" Untung lo nanya, jadi ingetkan sekarang gue! Sumpah demi kak Rey dan kak Randi yang super duper ganteng gue gedek sama lo!" Tuding Hana. Wajahnya tiba-tiba terlihat kesal dan kusut seperti pakaian yang belum di setrika.
" Iss apaan lo bawa-bawa kakak gue? Lo gedek sama gue? Gedek kenapa? Perasaan gue gak ngapa ngapain? Aneh banget sih lo!"
" Lo tau gak Sih?"
" Gak Tau!" Ucap Raya cepat memotong ucapan Meli.
" Mangkanya jangan asal potong aja. Orang gue belum selesai juga ngomongnya!" Kesal Meli sembari menimpuk Raya dengan tasnya.
" Iya iya maaf. Yaudah lanjutin!"
" Males Gue. Lo aja Han yang jelasin!" Titah Meli pada satu sahabatnya itu.
" Ck. Gitu aja ngambek lo mel baperan banget sih!" Hana membenarkan posisi duduknya menatap serius pada Raya
" Jadi gini Ray, lo pengen tau kan kenapa kita gedek sama Lo?" Raya mengangguk.
" Kemaren pas kita mau nyamperin lo ke kantin tiba tiba di tengah perjalanan kita gak sengaja nabrak pak Alden!"
" Terus?"
" Posisinya saat itu gue sama Meli lagi lari buat ngejar lo. Entah berantah dari mana asalnya Pak Alden, tiba-tiba nongol di hadapan kita sambil bawa buku yang banyaknya minta ampun. Untungnya gue bisa ngerem kaki gue dan berhasil menghindari tabrakan. Eh emang dasarnya nasib sial, si Meli malah nabrak gue otomatis gue juga nabrak Pak Alden yang berada tepat di depan gue!"
" Eh gak gitu ceritanya astral!" Potong Meli tak terima.
" Sebenarnya Gue juga udah berhenti sama kayak lo, tapi gara gara si Ian sama si Mike yang nabrak gue dari belakang otomatis gue juga nabrak lo! Jadi salah si dua cecunguk itu bukan gue!" Ujarnya membela Diri.
" Jadi Ceritanya tabrakan beruntun? Terus apa hubungannya sama gak kekantin?"
" Huuf. Untung lo maba Ray, kalo lo mahasiswa lama mungkin lo juga bakal ngehindar dari dosen yang namanya pak Alden!" Kata Meli sambil bergidik ngeri entah membayangkan apa.
" Pak Alden itu Dosen Killer, dia juga gak segan-segan buat ngasih hukuman sama kita. Semua mahasiswa disini pada ngehindar dari dia Ray. Semuanya pada nurut, Pak Alden tidak suka keributan. Nah kalo membangkang lo siap siap aja keluar dari kelasnya dan Ngulang MK dia tahun depan. Killer banget kan tuh Dosen!"
Raya hanya menganggukkan kepalanya, Ia jadi penasaran seberapa Killernya sih tuh Dosen sampe sahabat sahabatnya ini menunjukkan tampang yang ketakutan saat menceritakannya. Menurut Raya pak Alden tidak beda jauh dari kakak tertuanya, mungkin mereka seumuran.
" Nah gara-gara kemaren kita nabrak dia dan bikin buku yang di bawa dia jatuh berserakan kita berempat dihukum buat veresin perpustakaan!" Ujar Meli menjawab pertanyaan awal Raya.
" Sumpah Ray. Untung aja tuh Dosen Killer ganteng, kalo gak?!" Hana mengepalkan erat kedua tangannya keatas, seperti ingin meraih sesuatu dan ingin menghancurkannya.
" Bener Han, gue juga gedek sama dia. Ngasih hukuman kok gak kira kira. Mana belum sarapan di hukum Dosen killer gak di bolehin kekantin lagi. Tuh orang kapan berubahnya sih? Lagi di hukum aja terus di pantau, tau banget kalau gue punya niat buat Kabur!"
" Terus kenapa lo gak telpon gue? Kan gue bisa bawain Makanan Buat lo lo pada!" Raya memutar bola matanya jengah. Bukankah di zaman sekarang teknologi semakin canggih?
" Ah elah Ray. Lo sih belum tau siapa Pak Alden! Mana bisa kita mainin Handphone dan hubungin Lo? Berisik sedikit aja langsung di Ceramahin!" Hana mengerucutkan bibirnya sehingga Raya semakin penasaran dengan sosok pak Alden itu.
" Tau. Gara-gara ngejar lo kita malah di hukum sama Dosen Killer. Perut Gue keroncongan bunyi terus pas MK terakhir. Pelajaran juga gak masuk gara-gara cacing di perut gue Nge DJ mulu!"
" Terus sekarang lo udah sarapan belum?" Tanya Raya memastikan.
" Udahlah. Pagi-pagi banget gue udah sarapan. Gue takut kejadian kemaren keulang lagi. Kasian cacing di perut gue, takut tar sakit Maag!" Meli menepuk perutnya yang sudah berisi. Sedangkan Hana dan Raya yang melihat tingkah lucu Meli hanya Tertawa menyaksikannya.
" Eh kemaren kemana, lo nggak ikut MK terakhir? Si Shaka juga gak ikut MK! Lo berdua kemana Huh?"
" Bener lo berdua kemana? Lo di bawa kemana Kemaren sama dia?"
Raya tersenyum kikuk sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal saat kedua temannya mencecari dia dengan pertanyaan yang bertubi tubi.
" Ray jawab dong, lo sama Shaka kemaren kemana?" Desak Meli kepo.
" Itu Gue sama.....!"
Ucapan Raya terhenti saat semua mahasiswa masuk kedalam kelas. Satu persatu mahasiswa pun menduduki kursinya masing Masing.
" Tar aja gue ceritanya. Udah ada Dosen!" Usir Raya pada kedua sahabatnya. Mau tidak mau akhirnya Meli dan Hana kembali pada tempat duduknya.
Raya hanya tersenyum tipis sembari melipat tangan di atas meja. Satu persatu kursi pun sudah terpenuhi dengan mahasiswa. Tatapannya jatuh tepat pada sosok pria yang baru saja duduk di sebelah kanannya. Pria itu yang kemarin menjaganya saat tidur dan pria itu juga yang sudah membuatnya kesal setengah mati karena tindakannya.
Shaka. Pria itu bernama Shaka Pria yang memiliki bola mata yang indah, hidung mancung, rahang kokoh dan Raya Di buat iri padanya karena memiliki bulu mata yang lentik dan lebat. Senyum di bibirnya menghilang, sempat melintas di Benaknya Kenapa Pria itu terlihat Dingin dan pendiam? Berbeda dengan saat kemarin, pria itu terlihat lebih ceria walaupun Raya tau tidak ada kesan apapun di wajahnya. Tapi Shaka yang sekarang sangatlah berbeda dengan yang kemarin.
Raya mengalihkan pandangannya lagi kearah Samping Kirinya, masih sama dingin dan pendiam. Pria yang menggunakan kaca mata bulatnya dengan kemeja kebesarannya yang di kancing penuh sampai leher, bajunya juga di masukkan kedalam celana.
Nerd!
Pasti orang yang pertama kali melihatnya akan menganggapnya si cupu atau si kutu buku. Penampilannya yang ketinggalan jaman, buku tebal yang selalu bertengker indah di lengannya pasti membuat Mahasiswa itu kesulitan untuk mencari Teman.
Tapi tidak untuk Raya, Gadis itu malah senang melihat Seorang pria berpenampilan seperti itu. Baginya berpenampilan seperti itu mendapatkan nilai plus darinya. Dia suka dengan pria yang menjaga penampilannya, dan menurut Raya pria berkacamata itu cocok dengan pakaiannya. Apalagi jika tidak memakai kacamata sudah dapat Raya pastikan pria itu di banjiri dengan pujian.
Raya mengamati Pria itu. Kulit wajahnya yang putih dan bersih, bola matanya tajam, hidungnya mancung, Alis hitamnya tebal dan Isss lagi dan lagi Raya mendengus, ketika kedua Pria yang duduk disampingnya memiliki bulu mata yang lentik dan lebat.
Raya mengamati kedua pria yang duduk di sampingnya secara bersamaan.
Sama sama pendiam. Sama sama Dingin. Sama sama tidak punya Ekspresi. Issss semuanya sama, mereka memiliki kesamaan yang sama. Tapi hanya Satu yang membedakan mereka, Pria berkacamata itu sepertinya tidak punya teman seorang pun, berbeda dengan Shaka yang di gandrungi oleh kaum Hawa, ia pun memiliki beberapa teman.
" Hai, boleh nebeng bukunya lagi gak? Gue belum beli soalnya!" Raya tersenyum ramah menampilkan deretan gigi putihnya.
Pria berkacamata itu menoleh tanpa suara, dia menggeserkan bukunya kearah meja Raya. Tidak terasa Dua jam telah berlalu. Dosen yang mengajar pun sudah keluar sedari tadi. Semua mahasiswa berhamburan keluar, entah ke kantin atau ke tempat yang lainnya. Begitupun dengan Raya, gadis itu segera membereskan buku catatannya dan memasukkan kedalam Tasnya.
" Tunggu," Pria berkacamata itu berhenti. Dia menoleh kearah sampingnya saat merasa sebuah tangan yang hangat mencekal tangannya.
" Eh Sorry." Raya segera melepaskan cekalanya itu saat Pria berkacamata itu merasa tidak nyaman.
" Mmm Thank ya buat bukunya tadi. Dan kenalin nama gue Raya!" Raya mengulurkan tangannya berusaha menjabat tangan lawan main bicaranya.
Hampir lima detik pria itu tidak membalas uluran tangannya. Raya merasa canggung dan merasa tidak enak. Mungkin Pria ini Ilfeel sama gue! Pikir Raya sembari membatin.
Pada saat Raya ingin menarik kembali tangannya tiba-tiba sebuah tangan yang kokoh menahannya.
" Key."
Raya tersenyum. Pria itu membalas uluran tangannya. Dan setelah mengatakan namanya Pria itu segera pergi dari hadapan Raya dengan buku tebalnya. Raya bernafas lega, sedingin apapun dia Raya pastikan hari-hari esoknya akan lebih indah dari sebelumnya.
Karena Raya adalah Raya. Dia akan membuat orang yang ada di sekitarnya terus tersenyum dan bahagia. Termasuk Shaka Tentunya. Gadis itu melirik kearah tempat Shaka, disana Shaka pun sedang menatapnya dengan tampang datarnya. Bibir Raya mengukir sebuah senyuman. Senyuman itu semakin manis saat langkahnya semakin dekat dengan meja milik Shaka.