NovelToon NovelToon
Earth Executioner

Earth Executioner

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Balas Dendam / Perperangan / Hari Kiamat
Popularitas:501
Nilai: 5
Nama Author: Aziraa

'Ketika dunia menolak keberadaannya, Bumi sendiri memilih dia sebagai kaki tangannya'

---

Raka Adiputra hanyalah remaja yatim piatu yang lahir di tengah kerasnya jalanan Jakarta. Dihantam kemiskinan, ditelan ketidakadilan, dan diludahi oleh sistem yang rusak-hidupnya adalah potret kegagalan manusia.

Hingga suatu hari, petir menyambar tubuhnya dan suara purba dari inti bumi berbicara:
"Manusia telah menjadi parasit. Bersihkan mereka."

Dari anak jalanan yang tak dianggap, Raka berubah menjadi senjata kehancuran yang tak bisa dihentikan-algojo yang ditunjuk oleh planet itu sendiri untuk mengakhiri umat manusia.

Kini, kota demi kota menjadi medan perang. Tapi ini bukan tentang balas dendam semata. Ini tentang keadilan bagi planet yang telah mereka rusak.

Apakah Raka benar-benar pahlawan... atau awal dari akhir dunia?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aziraa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 3: Bayangan Manipulasi

Setelah berminggu-minggu menyerap informasi dan mengasah kemampuannya di balik tirai kekumuhan Jakarta, Raka merasa siap. Bisikan Bumi, yang kini menjadi suara konstan di benaknya, semakin mendesak. "Fondasi telah kau pahami. Kini saatnya mengguncang menara paling tinggi. Pusat dari segala kekacauan mereka." Arah bisikan itu jelas: Amerika.

---

Perjalanan dari Jakarta ke Amerika, bagi seorang anak jalanan tanpa paspor atau uang, adalah hal mustahil. Namun, bagi Raka yang telah diubah, itu hanyalah sebuah tantangan logistik yang memerlukan kesabaran dan presisi.

Selama tiga hari berturut-turut, Raka mengamati Bandara Internasional Soekarno-Hatta dari berbagai sudut. Indera super-nya menangkap pola yang tak terlihat mata biasa: rotasi penjaga setiap empat jam dengan celah lima menit saat pergantian shift, frekuensi radio komunikasi keamanan pada 462.7875 MHz yang mengalami interferensi setiap pukul 02:30 dini hari akibat maintenance rutin sistem, dan jalur patroli K-9 yang melewatkan area gudang kargo utara selama tujuh menit setiap putaran.

Pada malam ketiga, Raka bergerak. Tubuhnya yang telah dimodifikasi memungkinkannya bergerak dengan kecepatan yang hampir tidak tertangkap mata, memanfaatkan bayangan dan sudut mati kamera CCTV. Ia tidak menghindari teknologi—ia memanipulasinya. Dengan sentuhan singkat pada panel kontrol, ia menciptakan loop video selama dua puluh detik pada kamera sektor C-7, cukup waktu untuk meluncur melalui ventilasi udara menuju area kargo.

Raka mendengar percakapan petugas keamanan melalui radio mereka: keluhan tentang overtime, kekhawatiran tentang tagihan rumah, kegelisahan seorang penjaga muda yang baru pertama kali bertugas malam. Emosi-emosi manusiawi yang pernah ia rasakan, kini hanya menjadi data yang ia analisis untuk keuntungannya. Tidak ada rasa bersalah. Hanya kalkulasi dingin.

Di area kargo, Raka memindai pesawat-pesawat yang sedang dipersiapkan. Indera pembaunya yang telah diasah mendeteksi bahan bakar jet, aroma logam, dan jejak parfum mahal yang menempel pada bagasi. Satu pesawat jet pribadi—Gulfstream G650—dengan plat registrasi yang menunjukkan tujuan Los Angeles. Sempurna.

Kompartemen kargo pesawat jet mewah itu ternyata lebih luas dari perkiraan, meski tetap sempit dan dingin. Raka memposisikan dirinya di antara koper-koper kulit mahal dan kemasan bermerek mewah, tubuhnya secara otomatis menyesuaikan suhu internal untuk bertahan dalam kondisi di bawah titik beku. Selama penerbangan empat belas jam itu, ia tidak tidur—ia bermeditasi, membiarkan bisikan Bumi mengalir melalui kesadarannya seperti mantra yang menghipnotis.

---

Ketika pesawat mendarat di Los Angeles International Airport, Raka merasakan perbedaan atmosfer yang mencolok. Bahkan melalui dinding pesawat, ia bisa mendeteksi perubahan kualitas udara, getaran frekuensi radio yang berbeda, dan yang paling mencolok—aura serakah yang mengental di udara seperti kabut beracun.

Keluar dari pesawat tanpa terdeteksi memerlukan sedikit improvisasi. Raka menunggu hingga pesawat diparkir di hangar pribadi, kemudian memanfaatkan keributan pemuatan bagasi untuk menyelinap keluar. Petugas ground handling yang melihatnya sekilas hanya akan mengingat sosok samar yang mungkin seorang teknisi—memori yang akan kabur dalam hitungan menit.

Los Angeles menyerangnya dengan serangan sensorik yang luar biasa. Udara yang relatif lebih bersih dibandingkan Jakarta, namun dipenuhi dengan jejak kimia yang berbeda—gas buang kendaraan mewah, aroma makanan sintetis, dan yang paling kentara, bau keringat dingin para pebisnis yang tegang. Gedung-gedung pencakar langit menjulang dengan angkuhnya, seolah menantang langit, sementara jalanan yang teratur mengalir dengan lalulintas yang terorganisir dengan presisi militer.

Yang paling mengejutkan Raka adalah denyutan keserakahan yang ia rasakan. Jika di Jakarta keserakahan itu bersifat kasar dan primitif, di sini ia merasakan keserakahan yang telah terintegrasi dengan sistem, yang telah berevolusi menjadi mesin yang efisien dan tak kenal ampun. Ini bukan lagi sekadar nafsu manusia—ini adalah virus yang telah bermutasi menjadi institusi.

Raka menghabiskan hari-hari pertamanya berkeliaran tanpa tujuan, menyerap kota ini seperti spons yang menyerap racun. Ia duduk di kafé-kafé, berpura-pura membaca koran sambil mendengarkan percakapan di meja sebelah tentang merger perusahaan yang akan menghancurkan ribuan lapangan kerja, atau tentang investasi di negara berkembang yang akan menguras sumber daya alam. Setiap papan reklame, setiap tayangan berita di layar raksasa, setiap percakapan bisnis yang ia sadap menjadi bagian dari peta kompleks yang terbentuk di otaknya—jaringan kekuasaan, aliran uang, dan jejak kehancuran yang ditinggalkan Amerika di seluruh dunia.

---

Pada hari keempat, saat Raka duduk di bangku taman Pershing Square, mengamati arus manusia yang berlalu-lalang dalam rutinitas egois mereka, ia merasakan sesuatu yang aneh. Getaran yang familiar, namun berbeda. Seperti frekuensi yang sama dengan bisikan Bumi, namun dengan harmonisasi yang berbeda.

Ia menoleh sebelum melihat siapa yang mendekatinya. Instingnya yang telah diasah memperingatkannya tentang kehadiran yang tidak biasa—bukan ancaman, tapi sesuatu yang... resonan.

"Raka Adiputra?"

Suara itu halus, nyaris menyatu dengan desiran angin sore. Raka menoleh dan melihat seorang perempuan muda berdiri sekitar tiga meter darinya, seolah ia telah muncul dari kerumunan tanpa menimbulkan gangguan sama sekali. Tidak ada jejak keringat di wajahnya meski cuaca Los Angeles sedang terik. Tidak ada detak jantung yang berubah—sesuatu yang seharusnya Raka deteksi dari siapa pun yang mendekatinya.

Perempuan itu berusia awal dua puluhan, dengan rambut hitam legam yang tergerai lurus hingga pinggang, bergerak seolah memiliki kehidupan sendiri meski tidak ada angin. Matanya—matanya yang paling menarik perhatian Raka—hitam pekat seperti jurang tanpa dasar, namun ada kilatan cahaya di dalamnya yang mengingatkan Raka pada aurora. Wajahnya cantik dengan cara yang hampir tidak manusiawi, terlalu simetris, terlalu sempurna, seolah dipahat oleh seniman yang memahami proporsi ideal hingga detail molekuler.

Pakaiannya sederhana—jeans biru tua dan kemeja putih tanpa merek—namun cara kain itu jatuh di tubuhnya menunjukkan kualitas yang tidak biasa. Yang paling mengganggu Raka, ia tidak bisa membaca sinyal biologis apapun dari perempuan ini. Tidak ada aura emosi, tidak ada pola pernapasan yang bisa ia deteksi, bahkan tidak ada bau tubuh natural yang seharusnya dipancarkan setiap manusia.

"Siapa kau?" Raka bertanya, suaranya datar, tanpa emosi, meski di dalam benaknya sistem peringatannya bekerja dengan intensitas tinggi.

"Namaku Eva," jawab perempuan itu sambil melangkah lebih dekat. Setiap langkahnya tidak menimbulkan suara, seolah kakinya tidak benar-benar menyentuh tanah. "Dan aku seperti dirimu, Raka. Pilihan Bumi."

Saat Eva mengucapkan kata "Bumi," bisikan konstan di benak Raka menguat drastis, seolah menggema dengan suara Eva. Untuk pertama kalinya sejak transformasinya, Raka merasakan sesuatu yang mirip dengan... pengakuan. Bukan emosi manusiawi, tapi sesuatu yang lebih primitif, lebih fundamental—seperti dua instrumen yang disetel pada frekuensi yang sama.

"Bagaimana kau tahu namaku?" Raka memindai Eva dengan intensitas penuh, mencari tanda-tanda kebohongan, manipulasi, atau ancaman. Yang ia temukan adalah kehampaan yang menakutkan—tidak ada yang bisa ia baca dari makhluk ini.

Eva tersenyum—senyuman tipis yang tidak mencapai matanya. "Bumi berbicara kepada semua anaknya, Raka. Kau tidak sendirian dalam misi ini." Ia duduk di bangku, menjaga jarak yang tepat—cukup dekat untuk menunjukkan keintiman, cukup jauh untuk tidak mengancam. "Aku ditugaskan untuk membimbingmu. Untuk memastikan amarahmu disalurkan dengan presisi yang tepat."

Cara Eva berbicara mengingatkan Raka pada bisikan Bumi—halus namun menusuk, menenangkan namun menggiring. Ada pola dalam intonasinya yang membuat kata-katanya terasa lebih masuk akal daripada seharusnya, lebih meyakinkan tanpa argumen yang jelas.

"Presisi?" Raka bertanya, meski sebenarnya ia sudah mulai memahami apa yang dimaksud Eva.

"Bumi sabar, Raka. Ia telah menunggu ribuan tahun untuk pembersihan ini. Beberapa dekade lagi tidak akan mengubah apapun. Yang penting adalah memastikan tidak ada yang tersisa untuk melanjutkan siklus kehancuran." Eva mengeluarkan sebuah tablet tipis dari tas kulit yang bahkan tidak Raka sadari keberadaannya. "Tapi sebelum pembersihan total, mereka harus dipecah belah terlebih dahulu. Dibuat saling mencurigai, saling menghancurkan. Chaos yang terkontrol."

Tablet itu tampak biasa—iPad generasi terbaru dengan casing hitam metalik. Namun saat Eva menyerahkannya kepada Raka, dan jari mereka bersentuhan sekilas, Raka merasakan aliran informasi yang luar biasa mengalir langsung ke otaknya. Bukan melalui mata atau telinga, tapi langsung ke korteks serebralnya, seolah data itu di-upload dengan teknologi yang belum pernah ia bayangkan.

Informasi tentang Richard Sterling—konglomerat media dan teknologi terbesar ketiga di Amerika—mengalir dalam pikiran Raka dengan detail yang mengejutkan. Bukan hanya profil publik, tapi rekening bank rahasia di Cayman Islands, percakapan pribadi yang direkam dalam ruang kedap suara, bahkan kebiasaan seksual dan ketergantungan obatnya pada Adderall. Lebih dari itu, ada peta kompleks tentang jaringan korupsinya—dari senator yang dibeli hingga aktivis lingkungan yang dibunuh, dari kebakaran hutan Amazon yang sengaja dipicu hingga pencemaran air di Afrika yang ditutupi media.

"Dari mana kau mendapat informasi ini?" Raka bertanya, meski sebagian dari dirinya sudah mengetahui jawabannya tidak akan memuaskan.

"Bumi melihat segalanya, Raka. Setiap transaksi meninggalkan jejak digital. Setiap percakapan menciptakan getaran. Setiap kebohongan menghasilkan pola yang bisa dibaca." Eva berdiri, gerakannya terlalu halus untuk manusia normal. "Sterling adalah tes pertamamu. Hancurkan dia dari dalam. Tunjukkan pada dunia betapa rapuhnya sistem yang mereka sembah."

---

Raka menghabiskan tiga hari berikutnya mempelajari Richard Sterling dan Sterling Global dengan obsesi yang hampir religius. Informasi dari Eva memberinya akses yang tidak terbatas ke sistem internal perusahaan, namun Raka tidak buru-buru menyerang. Ia mengamati, menganalisis, mencari titik lemah yang tidak hanya akan menghancurkan Sterling, tapi akan menciptakan efek domino yang lebih luas.

Sterling Global bukan hanya perusahaan media—ia adalah gurita dengan tentakel yang menjangkau industri teknologi, farmasi, pertambangan, bahkan militer. Hancurkan satu bagian dengan cara yang salah, dan bagian lain akan menutupi kerusakan itu. Raka membutuhkan pendekatan yang lebih canggih.

Ia memulai dengan meretas sistem payroll Sterling Global, bukan untuk mencuri uang, tapi untuk menanam anomali kecil yang akan memicu audit internal. Kemudian ia memanipulasi algoritma sistem keamanan mereka, menciptakan false positive yang akan membuat departemen IT mengira ada insider threat. Sementara itu, ia menyadap semua komunikasi pribadi Sterling—email, pesan WhatsApp, bahkan rekaman panggilan telepon melalui smart home system di mansion mewahnya.

Yang Raka temukan melampaui ekspektasinya. Sterling bukan hanya serakah—ia paranoid hingga tingkat patologis. Ia punya daftar musuh yang panjang, tidak hanya pesaing bisnis tapi juga rekan kerja yang ia curigai merencanakan kudeta. Kepribadian narsistiknya membuatnya tidak bisa mempercayai siapa pun, sementara ketergantungannya pada Adderall membuatnya rentan terhadap episode paranoid yang semakin intens.

"Sempurna," bisik Raka pada dirinya sendiri, merasakan sesuatu yang mirip dengan kepuasan—meski ia tidak yakin apakah perasaan itu benar-benar miliknya atau hasil dari programming yang telah ditanamkan dalam dirinya.

Raka mulai mengeksekusi rencananya dengan presisi bedah. Ia menggunakan informasi dari sadapan komunikasi Sterling untuk mengirim email anonim kepada para direktur eksekutif, masing-masing berisi "kebocoran" informasi yang menunjukkan bahwa rekan mereka sedang merencanakan pengkhianatan. Email kepada CFO berisi rekaman audio (yang dimanipulasi) tentang CEO yang merencanakan untuk menjadikannya kambing hitam dalam kasus pencucian uang. Email kepada CTO berisi dokumen (yang dipalsukan dengan sempurna) tentang rencana menggantinya dengan keponakan Sterling.

Secara bersamaan, Raka membocorkan informasi parsial tentang praktik ilegal Sterling Global kepada wartawan investigatif di Washington Post dan New York Times. Bukan seluruh informasi—hanya cukup untuk memicu keingintahuan dan memulai penyelidikan yang lebih dalam. Ia juga menanam jejak digital palsu yang menunjukkan bahwa kebocoran itu berasal dari internal perusahaan.

Dalam tiga hari, Sterling Global dilanda paranoia yang luar biasa. Sterling memecat tiga direktur senior atas tuduhan pengkhianatan, yang memicu exodus karyawan kunci lainnya. Audit internal yang dipicu oleh anomali payroll menemukan "bukti" manipulasi finansial—bukti yang sebenarnya ditanam Raka dengan sangat hati-hati. Media massa mulai menggali lebih dalam, menemukan jejak yang dengan sengaja Raka tinggalkan, yang mengarah pada skandal yang semakin melebar.

---

Raka mengamati kehancuran Sterling Global dari sebuah kafe internet di Santa Monica, duduk di antara mahasiswa yang sedang mengerjakan tugas dan freelancer yang sedang mencari pekerjaan. Di layar laptopnya, ia memantau real-time coverage dari collapse Sterling Global. Saham perusahaan anjlok 60% dalam dua hari. FBI mulai membuka penyelidikan formal. Yang paling memuaskan, Sterling sendiri dilarikan ke rumah sakit setelah mengalami nervous breakdown—overdosis Adderall yang dipicu oleh paranoia akut.

Namun yang paling menarik perhatian Raka adalah efek sampingnya. Kegagalan Sterling Global memicu kepanikan di sektor teknologi dan media. Investor mulai menarik dana dari perusahaan serupa, khawatir mereka juga menyembunyikan skandal serupa. Indeks Nasdaq turun 3% hanya dalam satu hari. Lebih penting lagi, para konglomerat lain mulai saling mencurigai—jika Sterling yang tampak tidak tersentuh bisa jatuh semudah itu, siapa yang menjamin bahwa mereka tidak akan menjadi target berikutnya?

Raka tidak merasakan kegembiraan atau kepuasan dalam arti manusiawi. Yang ia rasakan adalah sesuatu yang lebih fundamental—sense of completion, seperti puzzle yang akhirnya lengkap, atau seperti program yang telah dieksekusi dengan sempurna. Ini adalah bukti bahwa transformasinya telah berhasil, bahwa ia kini memiliki kekuatan untuk membalas semua penderitaan yang pernah ia alami, untuk mewakili semua anak jalanan yang mati dalam kesunyian, untuk menjadi instrumen keadilan planet ini.

"Indah, bukan?"

Suara Eva mengalir seperti musik di telinganya. Raka menoleh dan mendapati Eva sudah duduk di sampingnya, menyeruput cappuccino seolah ia telah berada di sana sejak tadi. Sekali lagi, Raka tidak mendeteksi kedatangannya—kemampuan yang mulai membuatnya curiga, meski ia memilih untuk mengabaikan keraguan itu.

"Satu parasit telah jatuh," kata Eva, matanya memantulkan cahaya layar laptop dengan cara yang tidak natural. "Tapi ini baru awal, Raka. Lihatlah bagaimana mereka mulai saling mencurigai. Bagaimana ketakutan mulai menyebar seperti virus. Inilah yang Bumi inginkan—bukan hanya kehancuran fisik, tapi kehancuran dari dalam."

Eva menunjuk ke layar berita di televisi kafe, yang sedang menayangkan wawancara dengan CEO perusahaan teknologi besar lainnya. Pria itu tampak gelisah, berkeringat meski ruangan ber-AC, matanya yang bergerak-gerak mengkhianati paranoia yang mulai tumbuh.

"Mereka mulai menyadari bahwa sistem yang mereka bangun—sistem yang membuat mereka merasa aman dan berkuasa—sebenarnya sangat rapuh," Eva melanjutkan. "Satu serangan yang tepat, pada titik yang tepat, bisa meruntuhkan seluruh struktur. Dan ketika mereka mulai saling tidak percaya, mereka akan menghancurkan diri mereka sendiri."

Raka menatap layar, mengamati wajah-wajah para pebisnis dan politisi yang mulai menunjukkan tanda-tanda kekhawatiran. "Apa langkah selanjutnya?"

Eva tersenyum—senyuman yang kali ini mencapai matanya, tapi justru membuatnya terlihat lebih mengerikan. "Kita bergerak ke target yang lebih besar. Ada seseorang di Washington yang perlu... perhatian khusus. Semakin tinggi mereka jatuh, semakin keras bunyi benturannya."

Raka bangkit, mengemas laptopnya dengan gerakan yang sudah menjadi otomatis. Ia tidak tahu ke mana Eva akan membawanya selanjutnya, siapa target berikutnya, atau apa strategi yang akan mereka gunakan. Yang ia tahu hanyalah bahwa ia kini memiliki tujuan yang lebih besar dari sekadar bertahan hidup—ia memiliki misi untuk membersihkan dunia, untuk membebaskan Bumi dari parasit yang telah menggerogotinya selama berabad-abad.

Dan dalam keheningan pikirannya, bisikan Bumi berbisik dengan nada yang hampir seperti pujian: "Bagus, anakku. Kau mulai memahami. Kehancuran yang sesungguhnya dimulai dari dalam. Dan kau... kau adalah virus yang akan menginfeksi sistem mereka dari dalam."

Saat mereka keluar dari kafe, Raka merasakan perubahan dalam dirinya. Bukan perubahan fisik—tubuhnya sudah mencapai puncak evolusi. Ini adalah perubahan yang lebih dalam, lebih fundamental. Ia tidak lagi hanya korban yang mencari balas dendam. Ia telah menjadi instrumen kehancuran yang presisi, alat yang dirancang khusus untuk meruntuhkan peradaban manusia dari fondasi yang paling dalam.

Dan yang paling menakutkan—atau melegakan, tergantung sudut pandang—ia mulai menikmatinya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!