Second Marriage With Young Master

"Kalian, sudah dengar belum ... Wanita simpanan tuan ternyata benar-benar seorang pelac*r di salah satu club terkenal di pusat kota."

Bisik-bisik para pelayan dan pekerja saat itu. Belakangan ini memang tersebar rumor di kediaman Saverio kalau Roselyn benar-benar seorang pelac*r. Ntah, dari mana rumor itu bermula. Yang jelas itu sudah menjadi topik hangat saat itu.

Nayla juga sudah mendengar rumor itu. Namun, ia tak mengambil pusing dan mengabaikannya. Ia juga tak mencegah para pelayan untuk terus menggunjing Roselyn dan Stefan. Karena, tanpa ia sadari mendengar cacian para pelayan dan pekerja sedikit membuat hatinya tenang. Setidaknya, ia tahu. Ia tak sendirian karena banyak orang yang berpihak padanya.

Ketenangan itu tiba-tiba saja hilang, saat Stefan tiba-tiba saja menerobos masuk ke kamarnya. Ia melihat kalau suaminya itu terlihat marah.

"Apa kau tak punya sopan santun, setidaknya untuk mengetuk pintu terlebih dulu?" Tanya Nayla dingin.

"Semenjak kapan aku harus mengetuk pintu untuk masuk menemui istriku?"

"Sejak kau membawa pelac*r itu kemari. Kau sudah kehilangan seluruh hakmu sebagai suamiku. Cukup kita jalani pernikahan ini sebagai bisnis seperti yang diharapkan dari kedua keluarga." Seru Nayla yang melihat Stefan masih tetap dengan keangkuhannya.

"Dari perkataanmu itu, aku jadi semakin yakin. Sepertinya benar dugaanku, kalau rumor buruk tentang Roselyn yang sedang beredar di kediaman ini adalah darimu Nayla?!" Tuduh Stefan sambil menatap tajam ke arah Nayla.

Sedangkan, Nayla yang dituduh seperti itu hanya bisa mengerutkan keningnya heran. Omong kosong apalagi yang diucapkan pria di depannya itu.

"Otakmu sepertinya sudah benar-benar bermasalah Stef. Bagaimana bisa tanpa bukti kau langsung menuduhku seperti ini?!" Seru Nayla yang sampai tak bisa berkata-kata lagi.

"Karena, kamu punya alasan yang cukup untuk melakukan itu Nay. Berapa kali pun aku memikirkannya, hanya kamu yang muncul dibenakku."

"Alasan apa yang membuatku menyebarkan rumor seperti itu, Stef?" Tanya Nayla dengan tatapan dingin.

"Ya tentu saja karna kamu cemburu pada Roselyn, karena saat ini dialah yang wanita yang aku cintai." Jawab Stefan dengan pecaya dirinya.

"Hahaha. Kau terlalu banyak berharap Stefan. Aku sama sekali tak menaruh rasa cemburu pada simpananmu itu." Seru Nayla dengan nada mengejek.

"Apa?! Hahh.. Jangan membohongi dirimu sendiri Nay. Aku tau, kamu pasti menaruh rasa cemburu pada Roselyn." Ujar Stefan yang tak mau kalah.

"Stefan dari awal kita bukanlah sepasang kekasih. Kita hanya teman masa kecil yang dinikahkan secara politik oleh kedua keluarga. Aku sudah menyiapkan diri kalau saja hubungan kita akan menjadi seperti ini suatu saat nanti. Lalu, untuk apa aku cemburu?" Tanya Nayla yang langsung terdiam mendengarkan perkataannya.

Sebelumnya, memang Nayla sempat berpikir kalau ia cemburu pada Roselyn. Namun, saat ia pikir-pikir perasaan yang ia rasakan itu bukanlah rasa cemburu. Lebih ke rasa sedih dan kecewa karena dikhianati oleh orang yang ia percayai.

Nayla hanya menyesalkan hubungan baik yang selama ini mereka miliki harus berakhir seperti itu. Padahal, ia merasa kalau pernikahan politik yang ia lakukan dengan Stefan akan sedikit berbeda dengan kebanyakan orang. Namun, ternyata kini ia sendiri yang megalaminya.

Mendengar perkataan Nayla, Stefan jadi terdiam. Ia tak menyangka akan mendengar jawaban itu darinya. Melihat Stefan yang terdiam karna harga dirinya tergores. Tanpa sadar sudut bibir Nayla terangkat.

"Stefan, yang menganggap penting simpananmu itu, hanyalah dirimu sendiri. Aku dan semua pekerja di sini tidak menganggapnya penting. Jadi, berhentilah terus melibatkanku dengan urusanmu dan kekasihmu itu. Aku sudah muak dan lelah." Ucap Nayla sembari berjalan meninggalkan kamarnya.

Dengan langkah cepat, Nayla berjalan menuju taman. Di sana ia menuju ke sebuah labirin kecil dari bunga mawar, dimana di tengah-tengah labirin itu terdapat tempat istirahat berupa gazebo kecil dengan ayunan dari anyaman yang berbentuk seperti sarang. Itu adalah tempat favoritnya, saat ia tak ingin menemui siapapun.

Walaupun, memang ia mengklaim bahwa ia tak cemburu. Namun rasa sedih dan kecewa dengan pengkhianatan dan perlakuan Stefan padanya tentu saja masih membuatnya sedih. Tapi, harga dirinya mencegah Nayla untuk menunjukkan kesedihannya di depan orang lain. Maka dari itu selama ini, Nayla hanya menangis di saat ia sedang seorang diri.

Ia selalu meyakinkan dirinya sendiri, kalau Stefan dan simpanannya itu adalah hal yang tidak penting baginya. Jadi, seharusnya ia tak perlu membuang tenaga untuk bersedih dengan drama dari dua orang itu. Namun begitu, jujur saja di sudut hatinya, Nayla merasakan ada lubang yang menganga di sana.

Nayla duduk di dalam ayunan favoritnya itu. Ia meringkuk sambil memeluk dirinya sendiri dalam waktu yang cukup lama. Ia tahu, mungkin saja para pelayannya saat ini sedang mencarinya. Namun, ia seperti tak mau beranjak dari tempatnya. Ia ingin sendirian dulu saat itu.

Ting!

Suara pesan masuk di ponselnya membuat Nayla terkejut. Ia segera mengambil dan membukanya. Lagi-lagi pesan dari anonim.

Unknown : Sampai acara akhir tahun belum diadakan, anda bisa memanggil saya dengan sebuatan apapun yang anda inginkan. My lady ...

Nayla terdiam sejenak membaca pesan itu. Ia sedang menimbang, sebaiknya balasan apa yang harus ia berikan. Di lain sisi, ntah karena kebetulan atau bagaimana. Pesan anonim itu selalu saja datang saat ia sedang bersedih. Seakan-akan itu menyuruhnya untuk berhenti bersedih dan hanya fokus padanya.

Nayla : Karena saya tak tahu anda seorang pria atau wanita. Saya akan memanggil anda 'Elf'

Nayla memilih panggilan itu, karena Elf juga merupakan sosok misterius. Menurutnya panggilan itu akan cocok untuk si anonim itu.

Setelah mengirim balasan itu, Nayla segera bangkit dari posisinya. Ia mengambil sapu tangan untuk menghapus jejak air mata yang tersisa di wajahnya. Ia sudah kembali pulih.

Bagaimanapun Stefan mencintai simpanannya itu. Dia tetaplah seorang simpanan yang tinggal di rumah belakang. Sedangkan ia adalah nyonya resmi di sana. Nayla menepuk-nepuk wajahnya sebelum bangkit berdiri. Ia tak ingin berlarut dalam kesedihan karena drama kedua orang itu.

"Mungkin semua pekerja di sini memandangku iba, karena menjadi nyonya rumah yang tak di cintai suaminya ..." Gumam Nayla dengan tawa kecut diakhir.

"Kalau begitu, mulai sekarang aku juga akan hidup tanpa mengharapkan cinta darinya. Aku hanya akan menjadi nyonya kelurga Saverio yang sempurna." Tekad Nayla dengan tangan mengepal kuat.

Walaupun, saat ia sedang bersedih. Tapi, Nayla tak ingin tenggelam dalam keputus asaan yang sia-sia. Ia cukup iba pada dirinya sendiri, karena mengalami kejadian seperti ini. Tapi, sekarang ia harus bangkit.

Nayla menarik nafas panjang dan mengatur senyum terbaiknya sebelum melangkah keluar dari tempat persembunyiannya.

...

Di belahan negara lain, seorang pemuda tampan yang tengah bersantai di dekat air mancur sebuah taman besar, terkekeh menatap layar ponselnya.

"Elf? Panggilan yang cukup unik. Aku menyukainya, My lady ..." Gumamnya sambil tersenyum puas.

Tak jauh dari tempatnya, ada seorang pemuda lain yang baru saja datang menghampirinya.

"Apa yang anda tertawakan tuan?" Tanya Lucas, nama pemuda itu.

Bukannya menjawab, pemuda yang ia panggil tuan itu, justru mulai berjalan pergi meninggalkannya.

"Jangan lakukan hal yang aneh dan berbahaya, demi reputasi anda." Imbuh Lucas sambil mengikuti tuannya dari belakang. Ia tak tahu pasti apa yang dilakukan tuannya itu. Ia hanya berharap itu bukan sesuatu yang akan semakin menambah pekerjaannya.

.

.

.

Bersambung ...