NovelToon NovelToon
Istri Balas Dendam CEO Winter

Istri Balas Dendam CEO Winter

Status: sedang berlangsung
Genre:Wanita Karir / CEO / Nikah Kontrak / Balas Dendam
Popularitas:608
Nilai: 5
Nama Author: S. N. Aida

Winter Alzona, CEO termuda dan tercantik Asia Tenggara, berdiri di puncak kejayaannya.
Namun di balik glamor itu, dia menyimpan satu tujuan: menghancurkan pria yang dulu membuatnya hampir kehilangan segalanya—Darren Reigar, pengusaha muda ambisius yang dulu menginjak harga dirinya.

Saat perusahaan Darren terancam bangkrut akibat skandal internal, Winter menawarkan “bantuan”…
Dengan satu syarat: Darren harus menikah dengannya.

Pernikahan dingin itu seharusnya hanya alat balas dendam Winter. Dia ingin menunjukkan bahwa dialah yang sekarang memegang kuasa—bahwa Darren pernah meremehkan orang yang salah.

Tapi ada satu hal yang tidak dia prediksi:

Darren tidak lagi sama.
Pria itu misterius, lebih gelap, lebih menggoda… dan tampak menyimpan rahasia yang membuat Winter justru terjebak dalam permainan berbeda—permainan ketertarikan, obsesi, dan keintiman yang makin hari makin membakar batas mereka.

Apakah ini perang balas dendam…
Atau cinta yang dipaksakan takdir?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon S. N. Aida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 6 — “Pernikahan Tanpa Senyuman”

​Pernikahan Winter Alzona dan Darren Reigar bukanlah perayaan, melainkan sebuah pertunjukan seni minimalis yang brutal.

​Lokasinya adalah ballroom paling tersembunyi di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, yang hanya diterangi oleh lampu chandelier kristal tunggal yang memancarkan cahaya keemasan dingin. Hanya ada tiga puluh tamu, sebagian besar adalah direksi senior Alzona Group, Adrian Vellion (selaku saksi dari pihak Winter), dan beberapa rekan bisnis paling penting yang diundang untuk menyaksikan penandaan wilayah kekuasaan yang baru.

​Tidak ada keluarga Reigar. Nyonya Reigar, yang dulu menolak Winter, hanya mengirimkan sebuket besar mawar putih yang diletakkan di sudut terpencil ruangan, seolah itu adalah lambang penyesalan yang terlambat dan sinis.

​Winter mengenakan gaun putih tulang yang sederhana namun dirancang tanpa cacat, kainnya melilit tubuhnya seperti lapisan es yang elegan. Dia tampak dingin, tenang, dan sangat tidak bahagia—persis seperti yang ia inginkan.

​Di sebelahnya, Darren Reigar tampak seperti seorang Raja yang diasingkan. Setelan tuxedo hitamnya membuat bahunya terlihat semakin bidang, kontras tajam dengan wajahnya yang tampan tetapi tanpa senyuman. Ia adalah groom yang sempurna, tetapi aura di sekelilingnya mengatakan ia adalah tahanan yang rela.

​Mereka berdiri di hadapan seorang pastor yang diundang khusus—seorang pria tua yang tampak cemas, sadar bahwa ia sedang menikahkan dua individu yang tidak saling mencintai, tetapi terikat oleh sesuatu yang jauh lebih kuat daripada hasrat.

​Pastor itu memulai ritual janji. Suaranya bergema di ruangan yang terlalu besar dan terlalu sepi.

​“Winter Alzona, apakah Anda bersedia menerima Darren Reigar sebagai suami Anda, untuk saling memiliki dan menjaga, dari hari ini dan seterusnya, dalam keadaan kaya dan miskin, sakit dan sehat, hingga maut memisahkan kalian?”

​Winter menoleh. Jeda itu begitu panjang hingga bunyi desahan pendingin udara di ruangan itu terasa memekakkan telinga. Ia menatap Darren, matanya seperti permukaan danau yang membeku.

​“Ya,” jawab Winter. Suara itu jelas, tegas, dan sangat tanpa perasaan. Bukan sumpah cinta, melainkan penegasan kontrak.

​Kini giliran Darren.

​“Darren Reigar, apakah Anda bersedia menerima Winter Alzona sebagai istri Anda…”

​Darren tidak segera menjawab. Ia menggunakan jeda itu, sama seperti Winter, untuk mengendalikan narasi. Ia tidak menatap pastor, ia hanya menatap Winter. Ada keintiman yang mengerikan dalam tatapan mereka, meskipun mereka berjanji untuk menjauh.

​Ia melihat cincin berlian kecil—cincin yang dibeli Adrian sesuai instruksi Winter—bersinar di jari manis Winter. Winter tidak pernah suka perhiasan berlebihan. Cincin itu adalah simbol minimalis dari kepemilikannya.

​“Aku bersedia,” kata Darren. Suaranya tidak tenang seperti Winter. Suaranya serak, rendah, dan memiliki lapisan keposesifan yang tak terduga. Itu bukan janji untuk pernikahan yang suci; itu adalah janji untuk perburuan yang baru dimulai.

​Saatnya pertukaran cincin.

​Adrian menyerahkan kotak beludru itu. Jantung Winter berdetak lebih cepat—tidak karena gugup, tetapi karena marah. Momen ini seharusnya memberinya kepuasan murni, tetapi kehadiran Darren, auranya yang gelap, justru memicu reaksi fisik yang ia benci.

​Darren mengambil cincin itu. Tangannya yang besar dan hangat meraih tangan Winter.

​Saat tangannya menyentuh kulit Winter, seluruh ruangan terasa seperti menghilang. Hanya ada sentuhan itu. Darren tidak hanya menyarungkan cincin itu; ia menahan tangan Winter. Ibu jarinya membelai buku jari Winter, gerakan yang sangat kecil dan secepat kedipan mata.

​Winter merasakan sengatan listrik yang sama seperti di Tokyo. Ia menarik napas, terkejut dengan sentuhan lembut yang seharusnya tidak ada dalam pernikahan kontrak ini.

​“Cincin yang bagus,” bisik Darren, hanya untuk didengar Winter, sambil mengencangkan genggamannya sedikit sebelum melepaskannya. “Tapi aku lebih suka memasang rantai padamu.”

​Ancaman itu diucapkan dengan senyuman kecil, senyuman groom yang seharusnya bahagia. Winter tahu itu adalah provokasi, pengingat bahwa bahkan di momen kemenangannya, Darren tidak sepenuhnya tunduk.

​Winter menarik tangannya dengan tiba-tiba. Wajahnya tetap tenang, tetapi matanya menembakkan peringatan.

​Pastor yang cemas itu bergegas, “Anda sekarang adalah suami istri yang sah. Anda dipersilakan untuk…”

​Winter langsung berbalik, mengabaikan pastor, mengabaikan Darren, dan menghadap para tamu. Adrian bergerak cepat, membukakan jalan.

​“Terima kasih sudah datang,” kata Winter, suaranya kembali ke mode CEO. “Pernikahan ini adalah penguatan aliansi Alzona Group dengan Reigar Technologies. Saya harap kerja sama ini membawa keuntungan bagi semua pihak.”

​Ia sama sekali tidak menyebutkan cinta, atau bahkan harapan. Ini adalah konferensi pers yang dibingkai sebagai upacara.

​Tamu-tamu mulai bersulang, menyambut Winter dan Darren. Sementara Winter menerima ucapan selamat yang dingin, Darren berdiri di sisinya, diam, mengamati, seperti bayangan yang memiliki kekuasaan.

​Seorang direktur senior Alzona, Tuan Hutama, mendekat dan mencoba merangkul bahu Winter. “Selamat, Nona Winter. Anda akhirnya mendapatkan pria itu—”

​Sebelum kalimat itu selesai, Darren bergerak. Bukan gerakan agresif, tetapi protective yang halus. Ia meletakkan tangan kirinya di punggung bawah Winter, tepat di atas pinggang, dan menarik Winter sedikit ke samping, seolah melindungi wilayahnya.

​Tuan Hutama tersentak, terpaksa menjauh. Ia melihat tatapan dingin di mata Darren—bukan tatapan CEO yang kalah, tetapi tatapan suami yang posesif.

​“Tangan Anda di tempat yang tidak seharusnya, Tuan Hutama,” kata Darren, nadanya tenang, tetapi memiliki lapisan ancaman yang mematikan. “Saya menghargai ucapan selamat Anda. Tapi Winter sekarang adalah istriku. Tolong ingat itu.”

​Winter merasakan sentuhan Darren di punggungnya. Jari-jari Darren membakar kulitnya, meskipun ada kain gaun sutra. Posesif itu benar-benar tak terduga. Ini bukan bagian dari rencana balas dendam Winter. Rencananya adalah agar Darren terlihat malu dan tunduk. Sebaliknya, Darren justru terlihat kuat dan berkuasa, hanya saja kini ia berkuasa atas Winter.

​Mereka berdua terjebak dalam posisi itu selama sepersekian detik—Winter yang kaku di bawah sentuhan Darren, dan Darren yang menahan posisinya, menunjukkan pada ruangan itu bahwa Winter miliknya.

​Winter berbisik, suaranya nyaris tanpa volume. “Lepaskan aku, Darren. Itu bukan bagian dari perjanjian.”

​Darren membungkuk sedikit, bibirnya nyaris menyentuh telinga Winter, aroma mint dan parfum mahal pria itu menguar.

​“Perjanjian itu hanya mengatur kamar tidur, Winter. Area publik adalah area abu-abu. Dan aku memutuskan, di area abu-abu, aku akan menjadi suamimu yang protektif. Itu akan membuat sandiwara ini lebih meyakinkan.”

​Dia melepaskan tangannya, tetapi efeknya sudah terjadi. Seluruh ruangan melihat, bukan seorang CEO yang mendominasi, tetapi seorang suami yang memiliki kendali atas istrinya—kontrol yang tidak bisa dibantah.

​Winter Alzona merasa terhina. Bukan karena Darren menguasai perusahaannya, tetapi karena Darren menguasai reaksi tubuhnya.

​Dia menarik napas. “Pernikahan ini berakhir malam ini. Kita terbang ke Bali sekarang. Aku ingin jarak.”

​“Tentu, istriku,” jawab Darren, membiarkan Winter berjalan pergi terlebih dahulu, tetapi ia mengikuti Winter dengan langkah yang sama tenang dan posesifnya.

​Darren Reigar telah mengubah narasi. Pernikahan itu seharusnya adalah kemenangan Winter, tetapi yang terjadi, Darrenlah yang memegang kartu baru: obsesi yang dibingkai sebagai kepemilikan. Dan ia akan menggunakannya. Malam itu, di tengah kemewahan Dharmawangsa, Winter Alzona menyadari bahwa balas dendamnya baru saja berubah menjadi perang emosional yang jauh lebih berbahaya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!