Kalian semua adalah keluarga yang paling berarti dalam hidupku. Bersama kalian, aku merasa lengkap, aman dan dicintai. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan tapi satu hal yang pasti, aku akan selalu menyayangi kalian. Kalian adalah rumahku dan aku akan selalu kembali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moonlightaura09, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kecewa
Di tengah gemerlap kehidupan keluarga Kim Namjoon, seorang pengusaha sukses dan terkenal di Seoul memiliki seorang anak perempuan yang menjadi kebanggaan dan kesayangan. Luna anak satu - satunya dari keluarga Kim, dikenal sebagai sosok perempuan yang ceria, penuh semangat dan memiliki hati yang tulus. Sebagai anak kesayangan, Luna selalu mendapatkan perhatian dan kasih sayang yang tak terbatas dari ayahnya, Namjoon.
Suatu hari di tengah keheningan ruang tamu yang hangat, Luna mendekati ayahnya dengan wajah penuh harap. Ia merasa sudah waktunya untuk mengungkapkan perasaannya yang selama ini terpendam.
Luna : ( dengan suara lembut dan penuh keyakinan ) Ayah, aku ingin bicara sesuatu. Aku ingin di jodohkan dengan Alanz, anak dari Jeon Jungkook. Aku yakin, kami bisa bahagia bersama lagi.
Namjoon menatap anaknya dengan penuh perhatian. Ia tahu betul bahwa Luna masih menyimpan perasaan terhadap Alanz, meskipun mereka pernah berpisah.
Namjoon : ( dengan lembut ) Luna, kenapa kamu tiba - tiba ingin dengan Alanz? Apa kamu yakin itu yang terbaik untukmu?
Luna : ( mengangguk tegas ) Aku sudah mencoba berbagai cara, Ayah. Aku pernah mengirim pesan, aku pernah mengajak bertemu, dan aku berusaha menunjukkan bahwa aku berubah dan lebih baik. Tapi semuanya gagal. Aku nggak mau menyerah, aku percaya kalau kita memang ditakdirkan bersama.
Namjoon tersenyum kecil, lalu memeluk Luna dengan penuh kasih.
Namjoon : Kalau memang itu yang kamu inginkan Nak, ayah akan bantu. Tapi kamu harus yakin dan serius. Jangan sampai nanti kamu kecewa lagi.
Luna tersenyum bahagia dan merasa lega mendapatkan dukungan dari ayahnya.
Luna : ( pun melanjutkan ) Terima kasih, Ayah. Aku percaya dengan bantuan Ayah, aku bisa mendapatkan Alanz kembali dan membahagiakan dia.
Setelah berbagai upaya dan harapan yang dipanjatkan, akhirnya keinginan Luna mulai menemukan titik terang. Kim Namjoon, ayah Luna, memutuskan untuk mengambil langkah konkret dengan menemui Jeon Jungkook, ayah Alanz, di perusahaannya yang megah. Tujuan utama dari pertemuan ini adalah untuk menjalin kerja sama bisnis yang saling menguntungkan, sekaligus membuka jalan bagi perjodohan antara Luna dan Alanz.
Di ruang kerja yang mewah dan penuh dengan simbol kesuksesan, Kim Namjoon disambut oleh Jeon Jungkook dengan sedikit keterkejutan.
Jungkook : ( dengan nada formal namun tetap ramah ) Kim Namjoon? Sebuah kehormatan Anda berkunjung ke perusahaan saya.
Namjoon tersenyum dan menjabat tangan Jungkook dengan erat.
Namjoon : Jeon Jungkook, saya juga merasa terhormat bisa bertemu dengan Anda. Ada beberapa hal yang ingin saya bicarakan, baik dari segi bisnis maupun hal lainnya yang mungkin menarik bagi kita berdua.
Setelah berbincang - bincang tentang potensi kerja sama bisnis yang bisa dijalin, Namjoon mulai membuka topik yang lebih pribadi.
Namjoon : Jungkook, saya tahu ini mungkin mengejutkan, tapi saya ingin menyampaikan sesuatu yang penting. Luna putri saya, sangat berharap bisa bersanding dengan Alanz. Mereka pernah memiliki hubungan yang indah dan Luna masih sangat mencintai Alanz.
Jungkook : ( tampak terkejut mendengar pernyataan tersebut ) Namjoon, saya sangat menghargai perasaan Luna dan niat baik Anda. Tapi, saya harus jujur, keputusan tentang masa depannya adalah hak Alanz sepenuhnya. Saya tidak ingin memaksakan kehendak saya padanya.
Namjoon : ( mengangguk mengerti ) Saya paham, Jungkook. Saya tidak bermaksud untuk memaksa siapa pun. Saya hanya ingin membuka kesempatan agar Luna dan Alanz bisa kembali bersama. Mungkin dengan adanya kerja sama bisnis antara kita, mereka bisa lebih sering bertemu dan saling mengenal kembali.
Jungkook : ( berpikir sejenak sebelum menjawab ) Saya akan mempertimbangkan tawaran Anda, Namjoon. Tapi saya tegaskan sekali lagi, keputusan akhir tetap ada di tangan Alanz. Jika dia setuju, saya tidak akan menghalangi. Tapi jika tidak, saya harap Anda bisa menghormati keputusannya.
Namjoon : Baiklah Jungkook, saya menunggu kabar baiknya. Terima kasih untuk waktunya, saya izin pamit Jeon Jungkook.
Setelah kepergian Kim Namjoon dari ruang kerjanya, Jeon Jungkook merasa lega karena Alanz, putranya datang tak lama kemudian. Jungkook memang berniat untuk berbicara dengan Alanz mengenai kunjungan Namjoon dan tawaran yang diajukannya.
Jungkook : ( sapanya sambil mempersilakan Alanz duduk ) Alanz, syukurlah kamu datang. Ada yang ingin Ayah bicarakan.
Alanz : ( duduk dengan tenang dan menatap ayahnya dengan penuh perhatian ) Ada apa, Ayah? Sepertinya penting.
Jungkook : ( menghela napas sejenak sebelum memulai ceritanya ) Tadi, Kim Namjoon datang ke sini. Dia menawarkan kerja sama bisnis yang cukup menguntungkan. Tapi, ada hal lain yang dia inginkan. Dia ingin menjodohkan kamu dengan Luna.
Ekspresi Alanz tetap datar, tanpa menunjukkan keterkejutan atau minat sedikit pun.
Alanz : ( dengan nada santai, dia menjawab ) Luna? Ayolah, Ayah. Aku tidak tertarik dengan perjodohan, apalagi dengan Luna. Dia itu masa lalu. Aku tidak mau membuka lembaran baru dengannya.
Jungkook menatap putranya dengan penuh pengertian. Dia tahu bahwa Alanz memiliki prinsip yang kuat dan tidak mudah dipengaruhi.
Jungkook : Ayah hanya ingin tahu pendapatmu, Alanz. Ayah tidak akan memaksamu. Keputusan ada di tanganmu.
Alanz : ( mengangguk tegas ) Aku sudah memutuskan, Ayah. Aku tidak mau dijodohkan dengan Luna. Aku punya pilihan sendiri tentang siapa yang ingin kujadikan pendamping hidup.
Jungkook : ( tersenyum lembut dan menepuk pundak Alanz ) Baiklah, Ayah mengerti. Ayah akan menghormati keputusanmu. Ayah akan menyampaikan hal ini kepada Kim Namjoon.
Setelah percakapan singkat namun tegas dengan ayahnya, Alanz segera beranjak menuju ruangannya. Pikirannya dipenuhi dengan berbagai pertimbangan dan keyakinan akan keputusannya. Sesampainya di ruang kerja pribadinya, Alanz meraih ponselnya dan mencari nama Luna di daftar kontaknya. Dengan sedikit keraguan, ia menekan tombol panggil.
Di ujung sana, Luna mengangkat telepon dengan nada penuh harap.
Luna : ( sapanya dengan suara ceria ) Alanz? Apa kabar? Aku senang sekali kamu meneleponku.
Alanz : ( menarik napas dalam - dalam sebelum berbicara ) Luna, aku meneleponmu karena aku ingin menyampaikan sesuatu yang penting. Aku harap kamu mendengarkanku baik - baik.
Luna : ( nada suara Alanz yang serius membuat Luna sedikit khawatir ) Ada apa, Alanz? Apa terjadi sesuatu?
Alanz : ( tegas ) Aku tahu ayahmu datang menemui ayahku dan menawarkan perjodohan antara kita. Aku ingin kamu tahu, Luna bahwa aku tidak setuju dengan rencana ini. Keputusanku sudah bulat.
Luna : ( terdiam sejenak, mencoba mencerna kata - kata Alanz ) Tapi Alanz, aku sangat mencintaimu. Aku berharap kita bisa kembali bersama. Aku sudah melakukan berbagai cara untuk mendapatkanmu kembali.
Alanz : ( dengan nada tegas namun tetap berusaha menjaga perasaannya ) Aku menghargai perasaanmu, Luna. Tapi, aku tidak bisa memaksakan perasaanku. Aku tidak merasakan hal yang sama. Aku mohon, jangan berbuat sesukamu lagi. Jangan libatkan orang tua kita dalam masalah ini. Ini adalah hidupku, dan aku berhak menentukan jalan hidupku sendiri.
Luna : ( mulai terisak, merasa kecewa dan putus asa ) Jadi, semua usahaku sia - sia? Kamu benar - benar tidak memberiku kesempatan?
Alanz : ( ucapnya dengan tulus ) Maafkan aku, Luna. Aku tidak ingin memberimu harapan palsu. Aku harap kamu bisa mengerti dan menerima keputusanku. Aku harap kamu bisa menemukan seseorang yang lebih baik dariku, seseorang yang bisa mencintaimu dengan sepenuh hati.
Setelah mengucapkan kata - kata itu, Alanz memutuskan sambungan telepon. Ia merasa bersalah karena telah menyakiti hati Luna, namun ia yakin bahwa keputusannya adalah yang terbaik untuk dirinya dan untuk Luna.
Setelah sambungan telepon terputus, Luna terdiam membeku. Kata - kata Alanz terus terngiang di benaknya, menghancurkan setiap harapan yang selama ini ia genggam erat. Air mata mulai membasahi pipinya, dan isak tangisnya semakin menjadi - jadi. Luna merasa dunianya runtuh seketika.
Luna : ( teriak histeris sambil memegangi dadanya yang terasa sesak ) Tidak! Ini tidak mungkin! Aku tidak bisa kehilangan Alanz!
Ia mencoba mengatur napasnya, namun kepedihan yang mendalam membuatnya semakin sulit bernapas.
Luna berjalan mondar - mandir di kamarnya, mencari pelarian dari kenyataan yang begitu pahit. Ia meraih foto - foto kenangannya bersama Alanz, memeluknya erat - erat seolah foto - foto itu bisa menghidupkan kembali masa lalu yang indah. Namun, yang ia rasakan hanyalah kekosongan dan penyesalan yang mendalam.
Luna : ( ratap sambil terisak ) Kenapa? Kenapa semua ini harus terjadi padaku? Apa salahku? Kenapa cinta tidak bisa diperbaiki lagi?
Ia merasa tidak berdaya, seolah tidak ada lagi yang bisa ia lakukan untuk mengubah keadaan.
Luna jatuh terduduk di lantai, air matanya terus mengalir tanpa henti. Ia merasa hancur, seolah seluruh jiwanya tercabik - cabik. Cinta yang selama ini ia perjuangkan ternyata tidak bisa ia dapatkan kembali. Alanz, orang yang sangat ia cintai, telah menutup pintu hatinya untuknya.
Dalam keputusasaannya, Luna merasa tidak ada lagi harapan untuk masa depannya. Ia merasa kehilangan arah dan tujuan hidup. Cinta yang ia impikan ternyata hanya menjadi mimpi buruk yang menghantuinya.