NovelToon NovelToon
Dosen LC Itu, Milikku

Dosen LC Itu, Milikku

Status: sedang berlangsung
Genre:Beda Usia / Dosen / Hamil di luar nikah / Cinta setelah menikah / Cinta Seiring Waktu / Berondong
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: Musoka

Niat hati ingin menghilangkan semua masalah dengan masuk ke gemerlap dunia malam, Azka Elza Argantara justru terjebak di dalam masalah yang semakin bertambah rumit dan membingungkan.

Kehilangan kesadaran membuat dirinya harus terbangun di atas ranjang yang sama dengan dosen favoritnya, Aira Velisha Mahadewi

Apa yang sebenarnya terjadi di antara mereka berdua? Apakah hubungan mereka akan berubah akibat itu semua? Dan apakah mereka akan semakin bertambah dekat atau justru semakin jauh pada nantinya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Musoka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 6

“Aku harap dengan kejadian tadi sore … mereka bisa ilfil sama aku dan batalin perjodohan ini. Aku nggak peduli apa pun yang bakal papa lakuin ke depannya … Yang penting aku bisa berhasil buat kedua orang tua Vanessa nggak setuju lagi sama perjodohan kami berdua.”

Azka mengembuskan asap rokok dari dalam mulutnya, sembari menikmati keindahan langit kota Jakarta yang pada malam ini dihiasi oleh bulan serta banyak sekali bintang bersinar terang. Ia membuang abu ke dalam asbak, sebelum kembali menghisap rokok yang sedang menyala di tangan kanannya.

Akan tetapi, itu tidak berlangsung lama, lantaran atensi Azka seketika teralihkan ke arah kanan kala tiba-tiba saja mendengar suara seorang perempuan paruh baya sedang memanggil namanya.

Dari tempatnya berada sekarang, Azka dapat melihat sosok seorang perempuan paruh baya tengah menaruh nampan berisikan mie instan goreng serta teh hangat di atas meja tempat dirinya duduk.

Azka menegakkan posisi duduknya, lantas mengukir senyuman manis ke arah perempuan paruh baya itu dan mulai membuka suara. “Makasih, Mbok Darmi.”

Mbok Darmi—nama perempuan paruh baya itu—membalas tatapan yang sedang diberikan oleh Azka, kemudian mengukir senyuman penuh kelembutan sambil mengambil nampan yang telah kosong dari atas meja. “Sama-sama. Dihabisin, ya … Malam ini spesial … Mbok kasih kamu pahanya dua … biar kamu makin sehat.”

Azka refleks mengalihkan pandangan ke arah depan, melihat dua paha ayam yang berada di dalam mangkuk mie instan goreng pesanannya, kemudian sesegera mungkin merekahkan senyumannya seraya membuang rokoknya yang masih tersisa setengah ke tempat sampah. “Wih, keren … makasih banyak, Mbok … Aku pasti bakal habisin … soalnya mie instan bikinan Mbok rasanya nggak pernah gagal.”

Mbok Darmi refleks terkekeh geli sambil menggeleng-gelengkan kepala pelan saat melihat respons dari anak muda yang telah menjadi pelanggan setianya itu. “Kamu ini ada-ada aja, Az. Cuma mie instan doang, loh … kamu sendiri bisa buat di rumah.”

“Tapi, rasanya beda, Mbok.” Azka kembali menatap Mbok Darmi seraya menunjukkan lesung pipi yang dirinya miliki—lesung pipi yang selalu mampu membuat setiap cewek terpana olehnya. “Mie instan bikinan Mbok itu juara abis. Percaya, deh, sama aku … kalau misalnya Mbok ikut kompetisi masak, dan cuma bikin mie instan goreng kayak gini aja … aku jamin … Mbok yang langsung jadi juara pertamanya.”

Mbok Darmi merubah kekehannya menjadi tawa cukup kencang saat mendengar penjelasan dari Azka. Namun, itu tidak berlangsung lama, karena dirinya segera berpamitan kepada anak muda itu kala mendengar salah satu pelanggan warung kopi memanggil dirinya.

Sepeninggal Mbok Darmi, Azka secara perlahan-lahan menghilangkan senyumannya, lantas mengambil sendok serta garpu dari dalam mangkuk, dan mulai menikmati mie instan goreng pesanannya pada malam hari ini.

Saat sedang asyik menikmati mie instan, atensi Azka seketika teralihkan ketika tiba-tiba saja mendengar suara seorang cewek yang begitu sangat dirinya kenali tengah memanggil namanya dari arah parkiran warung kopi berada.

Dari tempatnya berada sekarang, Azka dapat melihat sosok cewek berparas cantik yang memiliki rambut berwarna hitam dan silver bermodelkan Wavy medium-length, dengan tinggi 164 sentimeter—tengah melangkahkan kaki mendekati tempatnya berada sekarang sembari membawa sling bag branded berwarna putih.

“Ternyata lu ada di sini … sia-sia tadi gue sama anak-anak tungguin di studio,” kata cewek itu, sembari mendudukkan tubuh di hadapan Azka dan menaruh sling bag miliknya di atas meja.

“Ngapain kalian nungguin gue, Rhe? Perasaan hari ini nggak ada latihan, kan?” tanya Azka, sebelum memasukkan satu sendok mie instan ke dalam mulutnya.

Rhea Alverina Kusuma—nama cewek berparas cantik itu—menatap lekat wajah tampan milik Azka, diam sejenak, sebelum kembali membuka suara. “Memang nggak ada latihan, sih … cuma gue sama anak-anak khawatir sama keadaan lu … soalnya kata Livia … lu lagi ada masalah sampai banting handphone. By the way, lu emang lagi ada masalah apa, sih, Az? Mau cerita ke gue kayak biasanya nggak?”

Azka kembali menatap wajah cantik Rhea sambil mulai menelan mie instan yang masih berada di dalam mulutnya. Ia tidak langsung memberikan jawaban, justru terlebih dahulu memilih untuk mengambil gelas berisikan teh hangat miliknya dan mulai meneguknya secara perlahan-lahan.

“Lu pesen makanan dulu, gih … habis itu gue ceritain,” kata Azka, menaruh kembali gelas ke tempat semula.

Rha menghela napas pelan, tetapi kemudian mengangkat tangan kanannya ke udara dan memanggil Mbok Darmi yang kebetulan baru saja selesai mengantarkan makanan ke salah satu meja di yang berada di teras warung.

“Mbok Darmi, aku pesen es teh manis sama nasi goreng pedes leher empat, ya. Kalau yang cepet, sebelum ini anak keburu kabur lagi,” ujar Rhea dengan nada separuh bercanda, membuat Azka hanya bisa berdecak pelan sambil menggelengkan kepala.

Mbok Darmi terkekeh pelan, lantas menganggukkan kepala sebagai jawaban sebelum melangkahkan kaki masuk ke dalam warung kopi miliknya untuk membuatkan beberapa pesanan bari yang telah dirinya terima.

Rhea menyilangkan kedua tangan di atas meja setelah tidak lagi melihat tanda-tanda keberadaan Mbok Darmi, kemudian sesegera mungkin memfokuskan diri kembali kepada sang sahabat yang berada di hadapan saat ini. “Udah, sekarang cerita. Jangan bikin gue nebak-nebak, Az. Lu itu kalau mendem masalah sendiri malah kelihatan aneh, tahu nggak.”

Azka membalas tatapan Rhea tanpa mengeluarkan sepatah kata pun cukup lama, hanya ada sorot mata dipenuhi oleh rasa campur aduk—tanda bahwa ada sesuatu yang memang sedang mengganggu dirinya saat ini.

“Gue cuma cape aja, Rhe,” kata Azka pada akhir, dengan suara pelan dan terdengar begitu sangat berat.

“Cape sama apa? Sama kuliah, sama band, atau sama diri lu sendiri?” tanya Rhea dengan sangat cepat, mata indahnya menelusuri setiap perubahan kecil di wajah tampan sahabat baiknya itu.

Azka menggeleng pelan. “Bukan tiga-tiganya … Gue cape sama bokap dan nyokap … Mereka terus-terusan berusaha ngendalin gue kayak sebelum-sebelumnya. Dan sekarang … mereka maksa buat jodohin gue, Rhe … Yah, walaupun udah gue tolak mentah-mentah, sih, dan gue mutusin buat akhiri hubungan sama mereka berdua. Gue nggak mau lagi ada urusan sama orang tua yang nggak bisa ngertiin anaknya … kayak yang udah gue bilang ke lu terakhir kali itu.”

Rhea refleks membulatkan mata dan sedikit mencondongkan tubuhnya ke depan. “Serius, Az? Lu … lu mutusin hubungan sama bokap-nyokap lu?”

Azka mengangguk pelan dan mengalihkan pandangan ke arah langit yang semakin indah karena dipenuhi oleh banyak sekali bintang. “Iya … dan anehnya … gue nggak nyesel sama sekali. Gue cuma lagi ngerasa kosong dan sedikit bingung aja saat ini.”

Rhea terdiam sejenak. Ia bisa melihat bagaimana rahang Azka yang secara tiba-tiba berubah menjadi keras, bagaimana jari-jemari sahabatnya itu semakin menggenggam erat sendok serta garpu, seolah sedang mengandung sesuatu yang lebih besar daripada sekadar amarah.

“Jujur gue udah muak banget, Rhe. Mereka pikir semuanya bisa dikontrol dengan uang, pakai nama besar keluarga … Apalagi, kadang pakai nama almarhum nenek cuma buat bikin gue nggak bisa ngasih perlawanan,” lanjut Azka, kali ini dengan nada yang lebih dalam dan berat.

Rhea menggigit bibir bawahnya cukup kencang, berusaha menahan diri untuk tidak langsung menimpali perkataan Azka dengan nasihat-nasihat yang justru mungkin akan membuat cowok itu semakin melakukan defensif. Ia tahu betul, jika Azka sudah mulai berbicara seperti sekarang ini, berarti cowok itu benar-benar berada di titik paling lelah.

“Az ….” Rhea pada akhirnya membuka suara dengan sangat pelan, sembari menatap lurus ke arah mata milik sahabatnya itu. “Lu tahu, kan, gue nggak akan maksa lu buat baikan atau balik ke rumah. Tapi, gue cuma mau bilang satu hal … jangan benci mereka sepenuhnya. Kadang orang tua itu nggak tahu cara sayang yang benar, tapi bukan berarti mereka nggak sayang sama sekali.”

Azka membalas tatapan yang sedang diberikan oleh Rhea, sembari tanpa sadar mengukir senyuman samar. “Lu itu selalu bisa ngomong bijak kayak gitu, ya, Rhe. Kadang gue iri.”

Rhea terkekeh kecil, seolah sedang berusaha mencairkan suasana. “Ya iyalah, gue, kan, Rhea Alverina Kusuma … sahabat paling sabar yang pernah lu punya.”

Azka pada akhirnya tertawa pelan, pertama kalinya setelah obrolan mereka berdua. “Iya, sabar banget. Sampai-sampai rela bolos kelas cuma demi nemenin gue kalau lagi pusing.”

Setelah mengatakan hal itu, mereka berdua refleks tertawa kecil secara bersama-sama—tawa yang terdengar ringan, tetapi kasih menyimpan luka serta rasa bersalah di dalam diri Azka.

1
Aulia Shafa
alurnya terlalu lama kak , maaaaaafff🙏
Aulia Shafa
kenapa sosok azka ini terlalu friendly banget sih , apa gak ada rasa tanggung jawab sedikitpun atas semua perbuatanmu itu 🤬🤬🤬🤬🤬
Aulia Shafa
kapan azka sama aira satu cerita lagi👍👍👍👍
Musoka: Nanti, ya 🤭
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!