NovelToon NovelToon
MERRIED WITH YOUNG BOY

MERRIED WITH YOUNG BOY

Status: sedang berlangsung
Genre:Dijodohkan Orang Tua / Nikahmuda / CEO / Berondong
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: LaruArun

"Kenapa harus aku yang menikah dengannya?”


Ava Estella tak pernah membayangkan hidupnya akan berubah sedrastis ini. Setelah kehilangan kekasihnya—putra sulung keluarga Alder—ia hanya ingin berduka dengan tenang. Namun keluarga Alder terlanjur menaruh rasa sayang padanya; bagi mereka, Ava adalah calon menantu ideal yang tak boleh dilepaskan begitu saja.

Demi menjaga nama baik keluarga dan masa depan Ava, mereka mengambil keputusan sepihak: menjodohkannya dengan Arash, putra kedua yang terkenal keras kepala, sulit diatur, dan jauh dari kata lembut.

Arash, yang tak pernah suka diatur, menanggapi keputusan itu dengan dingin.
“Kalau begitu, akan kubuat dia meminta cerai sebelum satu bulan.”

Dua pribadi yang sama sekali berbeda kini dipaksa berada dalam satu ikatan.

Apakah pernikahan ini akan membawa mereka pada jalan yang diharapkan keluarga Alder?
Atau justru membuka luka, rahasia, dan perasaan yang tak pernah mereka duga sebelumnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaruArun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 29 BALASAN

Ava menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur tanpa aturan, seolah ingin menebus seluruh malam yang selama ini ia habiskan di sofa sempit dan ranjang asing. Seprai pink di bawah tubuhnya mengeluarkan aroma bersih yang lembut, dan kasur itu terasa jauh lebih empuk dari ingatannya. Ia langsung menggulingkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri, memeluk bantal, lalu menendangnya pelan, seperti anak kecil yang baru menemukan mainan lamanya.

Ya, sejak menikah, ia hanya satu kali tidur di atas kasur yang benar-benar nyaman. Itu pun ketika ia menginap di rumah keluarga Alder.

“Malam ini aku pasti mimpi indah,” gumamnya pelan sambil tersenyum, bulu matanya bergetar saat ia memejamkan mata, membiarkan tubuhnya tenggelam dalam kenyamanan yang lama hilang.

Namun keheningan itu pecah begitu saja. Suara langkah kaki menghantam lantai dengan berat.

“Geser!”

Suara rendah itu membuat Ava membuka matanya perlahan. Ia menoleh dan mendapati Arash berdiri di sisi ranjang, tubuhnya tinggi, bahunya lebar, siluetnya tampak kontras oleh cahaya lampu kamar. Rambutnya masih sedikit lembap, wajahnya datar.

Ava tidak langsung menjawab. Ia hanya diam, menatap Arash. Tatapan mereka bertemu—satu dengan ekspresi malas dan menantang, satu lagi penuh kesabaran tipis yang nyaris habis.

“Untuk apa?” tanya Ava setelah cukup lama membiarkannya menunggu.

“Tentu saja untukku,” jawab Arash singkat sambil melipat kedua tangan di depan dadanya. “Kalau kau tidur acak begini, bagaimana aku bisa tidur?”

Ava menurunkan pandangan ke posisi tubuhnya yang melintang. “Kau mau tidur di sini?”

“Memangnya aku harus tidur di mana? Di lantai?” sentaknya.

“Ide yang bagus,” balas Ava tanpa ragu.

“Ava!” Suara Arash menajam. Matanya menyala oleh kekesalan yang nyata. Entah disadari atau tidak, malam itu Ava benar-benar tampak seperti sedang mengujinya.

“Tenanglah. Kenapa kau begitu emosional?” Ava akhirnya sedikit menggeser tubuhnya, namun masih dengan malas. “Aku tidak setega itu membiarkan orang gegar otak tidur di lantai,” lanjutnya sambil tersenyum kecil.

Jadi ini alasan dia mau menginap? Mau membalasku? batin Arash.

Ia tidak menjawab. Hanya menatap Ava dengan sorot mata yang sulit dibaca, lalu menjatuhkan tubuhnya di sampingnya. Ranjang itu memang tidak besar. Tidak cukup untuk dua orang. Begitu Arash berbaring, bahu mereka hampir saling bersentuhan. Setiap ia bergerak sedikit saja, kasur berderit pelan.

“Kenapa kasurmu sekecil ini?” keluh Arash, terus mengubah posisi.

“Karena ini seharusnya untuk satu orang, bukan dua,” jawab Ava sambil membelakanginya. Namun matanya tetap terbuka. Ia tak bisa tidur. Setiap Arash bergerak, tubuhnya ikut berguncang. “Lagipula kau yang terlalu besar buat tidur di sini.”

“Kasurmu yang terlalu kecil dan jelek.” Ucapan itu membuat Ava berbalik cepat, hingga wajah mereka hanya terpaut jarak napas.

“Kalau kau tidak suka, tidur saja di bawah! Atau pindah ke kamar tamu!” sentaknya.

“Kau—”

“Apa?” Ava tak gentar. Di rumah ini, ia merasa memiliki kembali sedikit keberanian yang lama terkubur.

Mereka saling menatap dalam hening yang tegang. Napas Arash hangat mengenai wajah Ava. Matanya menelusuri wajah wanita itu tanpa sadar terlalu lama.

Ava yang awalnya berani, perlahan menyusut ke dalam bantal, bahunya terangkat sedikit. Namun di saat yang sama, karena geraknya terburu-buru, kepalanya tidak sengaja menghantam kepala Arash.

“Aw—” Arash refleks meraih pelipisnya yang masih diperban. Rasa nyeri yang sempat mereda kini datang kembali, tajam dan menggetarkan syarafnya.

Ava juga meringis pelan sambil memegangi kepalanya. Tapi begitu mendengar ringisan Arash, ekspresi wajahnya langsung berubah.

Ia bangkit setengah duduk, tubuhnya refleks condong ke depan sebelum sempat berpikir. Tangannya terangkat sendiri, ragu di udara selama sepersekian detik, lalu menyentuh rambut Arash dengan hati-hati.

“Kau tidak apa-apa?” napasnya terdengar panik. “Maaf… aku tidak sengaja.”

Tanpa benar-benar sadar bagaimana itu terjadi, lengannya melingkari kepala Arash — bukan untuk menariknya lebih dekat, melainkan sekadar memastikan ia baik-baik saja.

Wajah Arash tertekan tepat di dada Ava, begitu dekat hingga ia refleks menahan napasnya sendiri. Hangat tubuh Ava menyelimuti separuh kesadarannya, sementara aroma parfumnya—lembut, bersih, dengan sentuhan segar yang nyaris manis—perlahan mengikis kemarahan yang tadi masih membara di dadanya.

Ia bisa merasakan detak jantung Ava dari jarak yang terlalu dekat untuk disebut wajar.

Bibirnya tanpa sengaja menyentuh bagian tengah dadanya, dan pada saat yang sama, jemari Ava mengelus pelan bagian belakang kepalanya—gerakan refleks, lembut, namun cukup untuk membuat sesuatu di dalam dirinya terasa kacau.

Degup jantung Arash melonjak tajam, seolah ia baru saja menyelesaikan lari panjang tanpa henti. Dadanya terasa sesak bukan karena marah, melainkan karena sesuatu yang jauh lebih sulit ia pahami. Napasnya menjadi dangkal, tidak beraturan. Yang paling mengganggunya—ia tidak menolak.

Tubuhnya kaku dalam dekapan Ava, tapi bukan karena ingin melepaskan diri. Justru sebaliknya… pelukan itu terasa terlalu hangat. Terlalu sunyi. Terlalu nyaman. Seolah di sanalah seharusnya ia berada. Pikiran itu membuatnya tersentak dari dalam.

Tidak.

Arash langsung menyangkalnya dalam hati. Ia tidak boleh merasa seperti ini. Ia tidak boleh membiarkan dirinya larut dalam sesuatu yang tak seharusnya ada. Rahangnya menegang, matanya yang sempat terpejam bergetar tipis, lalu terbuka perlahan. Udara di sekitar mereka terasa terlalu panas, terlalu sempit, terlalu dekat.

Refleks itu datang lebih cepat dari pikirannya. Tangannya mendorong bahu Ava. Dan pada saat yang sama, Ava pun seperti baru terbangun dari sesuatu yang memabukkan. Pelukannya terlepas begitu saja. Namun kasur yang sempit tak memberi cukup ruang untuk mundur. Tubuh Ava terhuyung, kehilangan pijakan, lalu jatuh ke lantai dengan bunyi pelan namun nyaring di tengah keheningan malam.

“Arash!” serunya kesal saat ia bangkit, rambutnya sedikit berantakan, napasnya cepat. Matanya menatap pria itu dengan bara yang sulit disembunyikan. Bibir merah jambunya mengerucut tanpa sadar. Cemberut yang bukan dibuat-buat, melainkan lahir dari perasaan yang tercubit.

“Apa?” jawab Arash santai, mengangkat setengah tubuhnya dari kasur. Suaranya terdengar datar, tapi pundaknya tegang, rahangnya mengeras.

Ava berdiri sepenuhnya, kedua tangannya mengepal. “Kau sengaja mendorongku?”

“Itu karena kau mencuri kesempatan dengan memelukku!” balas Arash cepat, nada suaranya sedikit lebih tinggi dari biasanya. Di balik dadanya, jantungnya masih berlari tanpa ritme, menabrak tulang rusuknya seperti ingin keluar.

“Aku memberimu susu dan kau membalasku tuba?!” Ava meledak, matanya bersinar oleh kemarahan.

Arash bangkit dan duduk menghadapnya. Alisnya terangkat, kepalanya sedikit miring, ekspresi wajahnya berubah menjadi penuh tanda tanya. “Susu?”

“Kapan kau memberiku susu?” tanyanya pelan, nadanya nyaris lucu tanpa ia sadari.

Wajah Ava langsung berubah. Gugup menggantikan marah dalam satu tarikan napas, seperti gelombang yang tiba-tiba membuyarkan api yang baru saja menyala di dadanya. Jarum emosi di dalam dirinya berbelok tajam.

“I-itu… peribahasa…” Ava tergagap.

Kalimat itu terdengar rapuh bahkan di telinganya sendiri. Panas merambat cepat ke pipinya, membakar lembut kulitnya, seolah rasa malunya memiliki suhu sendiri.

Ia langsung memutar tubuh dan menjatuhkan diri ke atas kasur, menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya—seperti anak kecil yang bersembunyi dari dunia, berharap kain tipis itu cukup tebal untuk menyembunyikan wajah yang pasti sudah merah padam.

Selimut itu naik turun pelan mengikuti napasnya yang mulai tidak teratur. Di balik kain itu, ia memejamkan mata kuat-kuat, menggigit bibirnya sendiri.

Kenapa aku mengatakan hal itu, Ava?… bodoh… Gerutuan itu keluar lirih, nyaris tenggelam di dalam gelap kecil yang ia ciptakan sendiri di bawah selimut.

Di sisi lain kasur, Arash tidak mengatakan apa pun. Pandangan matanya jatuh pada gundukan kecil di atas ranjang—bentuk tubuh Ava yang kini tersembunyi sepenuhnya. Selimut itu tampak bergerak sedikit saat Ava menggeliat pelan, mungkin mencoba mencari posisi yang lebih nyaman, mungkin juga sekadar mencari tempat bernaung dari rasa malu yang membakar.

Untuk beberapa detik, ia hanya diam. Lalu tanpa suara, ia membaringkan tubuhnya kembali ke atas kasur. Kepalanya menghadap langit-langit ruangan, tangan bertumpu di samping tubuh.

Arash memejamkan matanya perlahan. Namun bayangan selimut yang menggumpal di sampingnya masih tertinggal jelas di benaknya.

1
Sri Peni
ceritanya bagus aq lebih tertarik pd diksinya.
Sri Peni
updatenya jgn lama2
Sri Peni
apakah ini novel terjmahan? krn diksinya benar2 pas bagiku. . benar2 bahasa sastra. maaf baru kali ini aq bc , cerita yg bhsnya bagus .. sulitdibahas dgn tertulis
Ig ; LaruArun: Bukan ka, ini bukan novel terjemahan. cerita ini pure isi kepala aku. btw, terimakasih banyak karena udah mampir dan mohon dukungannya 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!