Hidup dengan berbagai peristiwa pahit sudah menjadi teman hidup bagi seorang wanita muda berusia 22 tahun ini, Ya ini lah aku Kimi Kimura..
Dari sekian banyak kilasan hidup, hanya satu hal yg aku sadari sedari aku baru menginjak usia remaja, itu adalah bentuk paras wajah yg sama sekali tidak ada kemiripan dengan dua orang yg selama ini aku ketahui adalah orang tua kandungku, mereka adalah Bapak Jimi dan juga Ibu Sumi.
Pernah aku bertanya, namun ibu menjawab karena aku istimewa, maka dari itu aku di berikan paras yg cantik dan menawan. Perlu di ingat Ibu dan juga Bapak tidaklah jelek, namun hanya saja tidak mirip dengan ku yg lebih condong berparas keturunan jepang.
Bisa di lihat dari nama belakangku, banyak sekali aku mendengar Kimura adalah marga dari keturunan jepang. Namun lagi-lagi kedua orangtua ku selalu berkilah akan hal tersebut.
Sangat berbanding terbalik dengan latar belakang Bapak yg berketurunan jawa, begitu pula dengan Ibuku.
seperti apakah kisah hidupku?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon V3a_Nst, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 25 - Senjata Seharga Ratusan Juta
...****************...
Berencana mengunjungi salah satu tempat yg sudah menjadi rutinitas akhir-akhir ini, Vivian bersiap. Ia membawa beberapa cemilan untuk menemani obrolan mereka nantinya. Di katakan terlampau sering berkunjung, dikarenakan jadwal yg di siapkan Vivian bisa 3-4 kali dalam seminggu.
"Itu juga, itu, itu dan itu juga ya Bi. Semuanya jangan sampai tertinggal." Ucap Vivian pada asisten rumah tangga.
Sang asisten pun tak mau kecolongan, sesegara mungkin memasukkan barang yg sudah di tunjuk oleh sang majikan cantik.
Tersenyum puas melihat bawaan nya telah siap di kemas. Vivian membuka benda pintar miliknya.
Cekrek!
"Nice...." Puji Vivian melihat hasil potret. Ia mengirimkan pada seseorang yg akan ia kunjungi.
"Mommy akan sampai sebentar lagi, lihat nih! Bawaan Mommy banyak, 'kan." Ucap Vivian mengeja apa yg sedang ia ketik. Merasa cukup, tombol send menjadi incaran terakhir jari lentiknya.
***
Jarak yg di tempuh tidak terlalu jauh, membuat kendaraan mewah milik Nyonya Anderson tak jauh berjalan. Di iringi satu supir dan satu bodyguard terpercaya Vivian sampai pada tujuan. Bodyguard turun membukakan pintu sang majikan, Vivian turun dengan anggun dan elegan. Tatapan langsung tertuju pada mobil sang anak semata wayang, William.
Ya, Vivian memang berniat bertandang dirumah calon menantu. Ia turunkan kacamata hitam yg bertengger indah di atas hidung mancung, hanya untuk memastikan yg dilihat benar adanya.
"Masih disini anak itu. Bukan nya ada rapat penting ya hari ini." Gumam Vivian sembari berjalan masuk ke perkarangan rumah calon menantu. Sembari berjalan mata melirik ke arah jam tangan. Jam sudah menunjukkan pukul hampir jam 12 siang. Tapi mengapa sang anak belum kembali ke kantor. Malah masih berada di rumah calon menantu. Tak ingin berlama-lama dalam rasa penasaran, ia percepat langkah menuju pintu masuk.
***
Sesampainya disana ia membuka pintu perlahan, dan...
"Hah!!" Ia membekap sendiri mulut dengan kedua telapak tangan, di tambah mata melebar seakan ingin keluar dari cangkangnya. Vivian terkejut bukan kepalang, aksi orang dewasa sedang terjadi secara live di depan matanya.Tak menyangka akan melihat sajian seperti ini di depan mata, Vivian sontak berteriak memanggil nama-nama tersangka.
"Willy! Kimi!"
Ternyata yg memergoki adegan hampir buat anak antara William dan Kimi adalah sang Nyonya Anderson itu sendiri. Mata melotot tajam membuat Kimi menjauh otomatis. Ia salah tingkah, sibuk membenahi apa yg sempat kusut akibat gairah sesaat.
Lain hal dengan William, ia hanya menghela jengah. Mata nya seperti tak terima karena apa yg sedang ia nikmati harus terlepas begitu saja. Ia menatap malas ke arah sang Ibu.
"Kenapa Mommy kesini?"
Tak hanya Vivian yg melebarkan mata, Kimi pun sontak melempar bantal sofa yg tersedia di samping tempat ia duduk. Bertanya seperti itu pada sang Ibu, apa tidak salah! Marah Kimi lewat tatapan maut.
Lebih takut pada sosok Kimi, William bergidik, ia langsung berdiri dan ingin menghampiri sang Ibu yg masih setia berada di depan pintu. Baru saja ingin memeluk, tas mahal yg tertenteng di tangan mulus Vivian langsung mendarat di pelipis sang anak.
"Aakhh! Mommy apa-apaan! Ampun Mommy!" William berteriak menghindari serangan sang Ibu. Ia mengitari sofa untuk menghindari langkah lebar sang Ibu yg sedang membawa senjata berharga ratusan juta.
Kimi bingung menyaksikan adegan Ibu dan anak. Apakah calon mertuanya itu sungguh marah, atau hanya sekedar bergurau. Akan tetapi, dilihat dari raut wajah, sepertinya calon mertua sedang marah sungguhan. Semula ingin menolong, ia urungkan hanya dengan tertunduk sambil sesekali melirik takut.
"Kim! Kimi tolong aku sayang! Kamu tega hanya melihatku di siksa Mommy begini!"
"Hmm...." Bingung Kimi salah tingkah, ia takut salah langkah, yg ia lakukan hanya ingin memisahkan, namun tidak jadi, begitu terus berulang kali.
"Dasar anak cabul! Berani kamu begitu sama anak Mommy!!" Pekik Vivian mengamuk sembari terus melayangkan senjata seharga ratusan juta pada tubuh anak semata wayang.
Semakin lama semakin terasa sakit, William membalikkan tubuh dan menangkap tas yg sudah membombardir tubuhnya beberapa kali.
"Hap! Nah dapat!"
"Willy! Berikan pada Mommy! Itu tas Mommy!"
Nasib baik William bertubuh jangkung, jadi ia tak perlu bersusah payah berebut tas milik sang Ibu, hanya perlu meninggikan setinggi tubuhnya, Vivian sudah kalah telak. William berseringai mengejek sang Ibu. Vivian geram dan langsung meninju perut sang anak.
"Akkhh!" Keluh William mengaduh, ia pegang perut yg baru saja di tinju sang Ibu. Berharap dapat di kasihani, walau tidak terasa sakit, namun rasa terkejut yg membuatnya mengaduh ria.
"Alasan Kamu!" Jengah Vivian kemudian memilih duduk tak jauh dari calon menantu. Nafasnya terengah hebat akibat berlari mengitari sofa usang milik keluarga Kimi.
Kimi canggung, akan tetapi melihat kondisi calon Ibu mertua, ia berlari ke dapur dan kembali membawa segelas air putih untuk Vivian. Saking gugupnya ia di tambah rasa takut sehabis ketahuan, air sedikit tertumpah ke permukaan.
"Terimakasih nak, sini duduk dekat Mommy! Jangan sama si cabul itu!" Ucap Vivian memandang sinis ke arah William.
"Aku juga capek Kim. kenapa hanya buat Mommy saja!" Ungkap William tak terima. Ia ingin mendekat ke arah Kimi, belum sempat terduduk bantal usang kembali mendarat keras di wajah tampan sejagat raya tersebut.
"Sana kamu! Pergi! dasar cabul!" Amuk Vivian yg baru saja melempar bantal. Bersyukur William, itu adalah bantal empuk. Jika yg terlempar adalah.. tas ratusan juta. Maka bisa dipastikan wajahnya akan bonyok sedikit. Ia bergidik ngeri melirik tas tersebut yg sebenarnya berada tepat di sebelah bantal yg baru saja mendarat ke wajah tampan.
"Huh!" Menghela lega, kali ini ia lebih memilih untuk menuruti saja permintaan sang Ibu.
Kimi terus merasa canggung, ia bingung harus berbuat seperti apa. Di tambah melihat ekspresi calon Ibu mertua yg tak bersahabat. Walau hanya pada William, tetap saja Kimi merasa salah tingkah.
Masih dengan tatapan sinis dan nafas yg berangsur stabil, Vivian merogoh tas mengambil benda pintar miliknya. Jari jemari berselancar indah di layar ponsel kemudian meletakkan benda tersebut pada telinga dibagian kiri.
"Habis kamu William!" Desis Vivian menatap sinis.
Sedangkan William hanya mengendikkan bahu tak peduli. Sesekali ia hanya berseringai sambil terkekeh kecil. Baginya aksi sang Ibu malah terlihat lucu di matanya. Berbeda dengan Kimi, keringat dingin mulai bercucuran di dahi. Panik, ia panik. Berpikir apakah William akan di penjara? Apakah dirinya juga terseret? Apa maksud sang calon ibu mertuanya barusan. Habis? Apa yg habis? Sudahlah. Kimi hanya terus bisa menerka. Tanpa mau bertanya karena takut.
"Daddy!"
Deg!
'Kalau ini Aku yg habis!' Batin Kimi melebarkan mata setelah mendengar suara Vivian. Harap-harap cemas tanpa berani mendongakkan wajah. Ia pias, wajahnya terlalu kelihatan sekali ia sedang ketakutan.
William menyadari hal tersebut. Ia ulurkan tangan dan menggenggam erat telapak tangan Kimi yg ternyata sudah sedingin es. Ia membolakan mata dan menatap Vivian tak terima.
"Mommy! Sudahlah, lihat ini Kimi ketakutan. Tangannya dingin sekali begini!" Ungkap William yg sudah bersimpuh di depan Kimi walau Kimi berusaha mendorong agar menjauh.
Vivian menoleh, melihat wajah calon menantu ia terkesiap. Wajah Kimi sudah pucat bak kertas HVS. Ia pegangi wajah Kimi lalu beralih meraih tangan yg sedang di genggam William.
"Dingin sekali!" Kejut Vivian menepis tangan William yg sibuk ingin memegang juga.
"Apanya yg dingin sayang? Ada apa disana? kamu di rumah Kimi, 'kan? Tanya James yg masih berada di panggilan.
"Kimi mau di perkosa, James!"
"APA!!!" Pekik James sampai terdengar di sekitaran ponsel, padahal mode panggilan tidak sedang dalam keadaan loudspeaker aktif.
William menepuk jidat keras, sedangkan Kimi sudah masuk dalam mode panik luar biasa. Nafasnya tersengal sesak dan keringat dingin mulai membanjiri permukaan wajahnya.
...****************...
BERSAMBUNG