Maira salah masuk kamar hotel, setelah dia dijual paman dan bibinya pada pengusaha kaya untuk jadi istri simpanan. Akibatnya, dia malah tidur dengan seorang pria yang merupakan dosen di kampusnya. Jack, Jackson Romero yang ternyata sedang di jebak seorang wanita yang menyukainya.
Merasa ini bukan salahnya, Maira yang memang tidak mungkin kembali ke rumah paman dan bibinya, minta tanggung jawab pada Jackson.
Pernikahan itu terjadi, namun Maira harus tanda tangan kontrak dimana dia hanya bisa menjadi istri rahasia Jack selama satu tahun.
"Oke! tidak masalah? jadi bapak pura-pura saja tidak kenal aku saat kita bertemu ya! awas kalau menegurku lebih dulu!" ujar Maira menyipitkan matanya ke arah Jack.
"Siapa bapakmu? siapa juga yang tertarik untuk menegurmu? disini kamu numpang ya! panggil tuan. Di kampus, baru panggil seperti itu!" balas Jack menatap Maira tajam.
'Duh, galak bener. Tahan Maira, seenggaknya kamu gak perlu jadi istri simpanan bandot tua itu!' batin Maira.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon noerazzura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6. Secangkir Kopi
Maira tidak bisa mengatakan yang sebenarnya pada Jihan. Dia hanya bisa mengatakan, orang yang membantunya itu pria tua kaya raya yang anak dan cucunya berada di luar kota. Jadi, tidak ada yang mengurusnya. Gajinya lumayan, dia hanya mengatakan semua itu pada Jihan. Dan Jihan, memang bukan orang yang terlalu mendesak seseorang untuk menjawab pertanyaannya. Dia bahkan percaya begitu saja pada Maira.
Setelah teleponan cukup lama dengan Jihan. Maira yang tidak tahu mau apalagi, karena sudah merapikan kamarnya. Dan pekerjaan di luar juga sudah dia lakukan. Membersihkan ruangan, dan merapikan dapur. Maira pun membaringkan tubuhnya di kasur yang sangat nyaman itu. Kasur yang benar-benar membuatnya langsung mengantuk.
Apalagi, dia memang jarang sekali bisa tidur siang. Pekerjaan di rumah neneknya itu, dibuat oleh bibinya tak pernah habis dikerjakan oleh Maira. Kalau tidak kuliah, Maira pasti di buat sibuk mengerjakan semua itu. Jadi, dia memang tidak pernah tidur siang. Begitu dia punya kesempatan untuk tidur siang, dia benar-benar langsung terlelap.
Sementara itu, di ruang kerjanya. Jack merasa sedikit mengantuk, tapi pekerjaannya belum selesai. Dia ingat di rumahnya ini sekarang sudah ada Maira. Jack pun segera keluar dari ruang kerjanya itu menuju ke kamar Maira.
Sebenarnya, saat ada Maira, Jack bahkan merasa sedikit perubahan di apartemen ini. Apartemen ini yang biasanya sangat sepi. Seperti tidak sepi lagi. Dan gadis itu cukup rajin, semua tempat benar-benar terlihat bersih.
Jack mengangkat tangannya memegang handel pintu kamar Maira ketika pria itu sudah sampai di depan pintu kamar Maira.
Tapi alisnya bergerak ketika dia mendapati pintu kamar itu dikunci dari dalam.
Tok tok tok
"Maira!"
Panggil Jack dengan suara pelan. Tapi beberapa saat menunggu, tak ada jawaban dari dalam kamar itu. Tak ada suara sama sekali malah.
Jack mendengus pelan. Pria itu pun kembali mengetuk pintu kamar Maira dengan lebih keras. Juga memanggilnya dengan suara lebih keras lagi.
Tok tok tok
"Maira! Maira!"
Jack mulai kehabisan kesabarannya. Tangannya refleks mengetuk semakin keras. Ya, pria itu memang kesabarannya setipis tissue.
Tok tok tok
Maira yang mendengar suara ketukan yang begitu keras langsung membuka matanya. Bahkan sangking terkejutnya. Maira refleks saja segera bangkit dan menoleh ke arah pintu.
Saat itu dia sadar, dia tidak sedang berada di kamarnya di rumah neneknya. Setidaknya sedikit rasa kekhawatirannya hilang. Kalau dia terlambat bangun, bibinya itu tidak akan membelinya sarapan biasanya. Padahal dia masih harus mengerjakan semua pekerjaan rumah, harus kuliah, dan pulang kuliah dia masih harus kerja patuh waktu. Setidaknya dia butuh bahan bakar kan. Tapi, bibinya memang sekejam itu.
Dan ketika dia menyadari dia tidak berada di rumah neneknya. Dia menghela nafas lega.
"Maira, kamu masih hidup tidak?"
Mata Maira kembali melebar. Dia lupa, meski dia tidak sedang berada di rumah neneknya dan tidak lagi tinggal dengan paman dan bibinya. Sekarang dia sedang tinggal dengan bosnya.
"Whuaaaa"
Maira spontan saja lompat dari tempat tidurnya dan membuka kunci pintu kamar itu dengan cepat.
Ceklek
"Tuan..."
Maira langsung ciut, benar-benar ciut ketika melihat Jack yang biasanya memang terlihat galak. Makin terlihat lebih galak pagi di depannya.
'Ya ampun, mukanya ini lebih galak daripada ketika ada mahasiswa yang tidak mengumpulkan tugas. Jantungku aman gak ya tinggal satu tahun sama dia!' batin Maira.
"Kalau tidurmu seperti orang mati. Sebaiknya jangan kunci pintu kamar ini. Aku tidak mau disalahkan kalau kamu mati disini!"
'Ya ampun pak, kata-katamu itu loh. Kalah pak gojuchang sama pedesnya kata-katamu!' batin Maira lagi.
"Ma... maaf tuan. Mulai sekarang, saya tidak akan kunci pintu kamar saya lagi!"
"Buatkan kopi! antar ke ruang kerja!"
Dan pria itu segera berlalu tanpa basa-basi lagi setelah mengatakan apa yang menjadi tujuannya itu.
Maira segera menutup pintu kamarnya. Dia terbiasa mengunci pintu kamarnya saat tinggal di rumah neneknya. Dia sepupunya sangat jahil, terkadang barang-barang di kamarnya di rusak oleh mereka dengan sengaja. Dan saat Maira protes ke paman atau bibinya. Itu hanya sesuatu yang sia-sia belaka.
Maira beranjak ke arah dapur. Dia tidak tahu selera kopi Jack. Tapi dia memang biasa kerja cerdas.
"Ini namanya kerja cerdas, pakai otak gak pakai otot!" katanya dengan bangga.
Maira membawa sebuah nampan, lalu secangkir air panas. Dan satu toples gula, juga satu toples kopi hitam di atas nampan. Hingga dia tidak akan perlu bolak-balik membuat kopi lagi ke dapur. Seandainya kopi yang dia racik tidak sesuai dengan selera Jack.
Dengan nampan yang cukup berat itu, dia melangkah ke arah ruangan kerja Jack. Saat berada di depan pintu. Pada akhirnya, idenya yang dia pikir adalah sebuah kerja cerdas itu, malah membuatnya merasa kebingungan.
"Aduh, buka pintunya gimana ini? kalau ngetoknya pakai kepala, bisa benjol ini kepala!" gumamnya.
Pada akhirnya dia meletakkan nampan itu di atas meja ruangan tengah. Dia kembali ke depan pintu ruangan kerja Jack.
Tok tok tok
"Tuan, saya Maira. Saya masuk ya!" kata Maira.
Tidak ada jawaban dari dalam. Maira masih berdiri dengan posisi tangan mengetuk tadi.
'Kok gak ada jawaban? eh kata orang diam itu berarti setuju kan? pasti dia setuju aku masuk! masuk saja deh!' batin Maira yang langsung membuka pintu ruang kerja Jack itu.
Ceklek
Maira membuka pintu, dan tersenyum pada Jack.
"Tuan" sapanya ramah.
Jack menoleh ke arah Maira sekilas, tapi apa yang dia lihat malah membuat pria itu kembali menoleh ke arahnya.
'Dia? mana kopinya?' batin Jack yang malah terus melihat tingkah Maira.
Maira membungkukkan sedikit tubuhnya lalu membuka lebar pintu ruang kerja itu. Jack sampai memiringkan kepalanya.
'Sebenarnya apa yang sedang dia lakukan?" batin Jack lagi.
Tanpa sadar, pria yang biasanya tidak pernah memandang seorang wanita selain Tamara lebih dari lima menit itu malah memperhatikan Maira lebih dari lima menit.
Maira keluar dan masuk lagi dengan nampan di tangannya. Melihat wanita itu datang dengan toples kopi dan toples gula di atas nampan. Jack benar-benar dibuat geleng-geleng kepala.
Maira tersenyum begitu lebar saat masuk dan meletakkan nampan itu di meja dekat sofa.
"Tuan, saya tidak tahu selera tuan saat minum kopi. Tuan suka gulanya berapa sendok? kopinya berapa sendok untuk cangkir kecil ini?" hanya Malra.
"Satu sendok kopi, tanpa gula!"
Maira cukup terkejut.
'Hoh, dia tidak suka manis ya?' batin Maira yang langsung meracik sesuai yang dikatakan Jack.
Setelah dia mengaduknya, Maira segera menyajikan kopi itu pada Jack.
"Ini tuan! saya akan mengingatnya! tuan tidak suka manis. Ada lagi yang harus saya lakukan?" tanya Maira sopan.
"Kamu benar-benar anggap diri kamu pelayan ya?" tanya Jack sambil menyesap kopinya.
"Jika tidak? apa boleh saya anggap diri saya istri tuan?"
"Uhukk uhukk"
***
Bersambung...
lanjut up lagi thor