NovelToon NovelToon
Nikah Kilat Dengan Murid Ayah

Nikah Kilat Dengan Murid Ayah

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Pernikahan Kilat / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:5.6k
Nilai: 5
Nama Author: Meymei

Keinginan terakhir sang ayah, membawa Dinda ke dalam sebuah pernikahan dengan seseorang yang hanya beberapa kali ia temui. Bahkan beliau meminta mereka berjanji agar tidak ada perceraian di pernikahan mereka.

Baktinya sebagai anak, membuat Dinda harus belajar menerima laki-laki yang berstatus suaminya dan mengubur perasaannya yang baru saja tumbuh.

“Aku akan memberikanmu waktu yang cukup untuk mulai mencintaiku. Tapi aku tetap akan marah jika kamu menyimpan perasaan untuk laki-laki lain.” ~ Adlan Abimanyu ~

Bagaimana kehidupan mereka berlangsung?

Note: Selamat datang di judul yang ke sekian dari author. Semoga para pembaca menikmati dan jika ada kesamaan alur, nama, dan tempat, semuanya murni kebetulan. Bukan hasil menyontek atau plagiat. Happy reading...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meymei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Terima kasih

Adzan maghrib berkumandang, Adlan melaksanakan sholat lebih dulu sebelum menjemput penghulu.

Adlan melihat dirinya dari pantulan cermin. Ia memastikan dirinya sudah rapi, barulah berangkat menjemput penghulu.

Saat sampai di rumah sakit, ia bertemu dengan pamannya dan satu orang yang ia kenal sebagai teman Pak Lilik yang juga baru sampai. Mereka akhirnya berjalan bersama menuju kamar rawat Pak Lilik.

“Asslamu’alaikum…”

“Wa’alaikumsalam…”

Rombongan yang dibawa Adlan masuk ke dalam kamar rawat. Pak Lilik segera berterima kasih atas kedatangan mereka dan meminta maaf jika tidak bisa menyambut mereka dengan selayaknya.

Penghulu dan Paman Adlan memaklumi keadaan Pak Lilik dan segera membahas pernikahan. Sebelum memulai, Pak Lilik meminta waktu sebentar.

“Sebelumnya, saya meminta Anda sekalian sebagai saksi.” Semua orang menganggukkan kepala mereka.

“Nak Adlan, Dinda… Ayah tahu ini permintaan egois, tetapi Ayah tetap harus mengatakannya.” Pak Lilik menjeda kalimatnya.

“Ayah tahu pernikahan ini terlalu mendadak untuk kalian. Tetapi tolong kalian berjanji, jangan sampai kalian bercerai karena merasa pernikahan ini adalah paksaan.”

“Saya berjanji.” Jawab Adlan dengan mantap yang langsung mendapatkan acungan jempol sang mama.

Dinda terdiam. Mendengar kesiapan Adlan, dirinya merasa tidak percaya diri. Ia tidak yakin bisa menjalani kehidupan pernikahan kilat ini.

Ia tidak mengenal Adlan. Selama ini ia hanya tahu namanya dari sang ayah, tanpa mengenalnya langsung. Segala kemungkinan pasti terjadi karena tidak ada yang pasti di dunia ini.

“Dinda…” panggil Pak Lilik.

Dinda menatap lekat wajah sang ayah yang tak lagi bersinar seperti biasanya. Hatinya terasa miris jika mengingat ayahnya tumbang saat itu.

“Jika ini adalah permintaan Ayah, aku bersedia apapun hasilnya nanti.” Batin Dinda memantapkan hatinya.

“Dinda janji.” Jawaban Dinda memberikan kelegaan pada semua orang yang ada di kamar itu.

Segera penghulu memimpin pernikahan mereka. Pak Lilik secara pribadi menikahkan anaknya. Setelah beliau mengucapkan akad, Adlan menjawabnya dengan satu kali tarikan nafas dan saksi menyatakan pernikahan mereka sah.

Penghulu memimpin doa dan diamini oleh semua orang. Kini Dinda dan Adlan telah resmi menjadi suami dan istri.

Setelah berbincang-bincang sebentar, Mama Adlan meminta keduanya untuk menunggu Pak Lilik, sementara beliau ikut pulang adiknya bersama yang lain.

Adlan dan Dinda menunggu Pak Lilik dalam diam. Keduanya duduk berjauhan di sofa sambil memejamkan mata masing-masing, sampai sekitar pukul satu pagi keduanya terkejut dengan suara monitor tanda vital Pak Lilik yang berbunyi.

Segera Adlan memencet tombol panggilan sedangkan Dinda memanggil-manggil sang ayah.

“Tolong keluar dulu.” Kata perawat yang datang bersama dokter.

Adlan membawa Dinda keluar ruangan. Dinda yang tidak tenang berjalan ke sana-kemari.

“Tenanglah…” kata Adlan.

“Bagaimana aku bisa tenang, Kak? Ayah sedang berjuang di sana.”

“Setidaknya kamu harus percaya kepada beliau dan mendoakan yang terbaik untuk Ayah, dari pada mondar-mandir seperti itu.”

Kata-kata Adlan ada benarnya. Dinda berhenti dan bersandar di dekat pintu. Dalam hati ia melantunkan sholawat serta doa untuk kesembuhan sang ayah.

Beberapa saat kemudian, perawat dan dokter keluar dari ruangan Pak Lilik.

“Kami sudah melakukan yang terbaik. Tolong bersiap dengan segala kemungkinan!” Dinda tidak lagi mendengarkan dan segera berlari masuk ke dalam ruangan.

Adlan yang tinggal mendengarkan penjelasan dokter yang mengatakan jika semua organ Pak Lilik mengalami penurunan fungsi. Kemungkinan untuk sembuh sudah hampir tidak ada. Makanya dokter meminta mereka bersiap.

“Serahkan semuanya kepada yang Yang Maha Kuasa.” Kata dokter yang kemudian meninggalkan Adlan.

Adlan masuk ke dalam ruangan dan menutup pintu. Ia melihat Dinda yang menangis di tangan Pak Lilik. Hatinya terasa sakit melihatnya, tetapi ia tidak bisa melakukan apapun.

Akhirnya Adlan hanya berdiri diam di samping Dinda sampai si empunya tenang. Keduanya tidak lagi beristirahat, melainkan menunggu Pak Lilik membuka mata.

Sekitar sebelum adzan subuh, Pak Lilik mulai membuka matanya perlahan. Beliau tersenyum melihat Dinda dan Adlan di sampingnya.

“Ayah Bahagia.” Kata Pak Lilik dengan nada yang sangat lemah.

“Ayah harus sembuh.” Kata Dinda sembari mencium punggung tangan sang ayah.

“Maafkan Ayah, Nak.” tangan lemah Pak Lilik, berusaha mengusap air mata Dinda.

“Nak, semua yang hidup pasti akan mati. Ayah tidak terkecuali.”

“Tapi…”

“Kamu sudah ada Adlan. Ke depannya kalian harus saling menjaga satu sama lain. Ayah sudah tidak ada penyesalan.” Dinda berderai air mata dan menahan isakannya.

“Nak Adlan, Ayah percayakan Dinda di tanganmu.”

“Ayah tenang saja, serahkan padaku.” Pak Lilik tersenyum.

“Nak, setelah ini dengarkan suamimu.” Dinda menggelengkan kepalanya tidak rela.

Pak Lilik tersenyum dan menganggukkan kepalanya seolah meminta Dinda untuk mengikhlaskannya. Dengan tenaga yang tersisa, Pak Lilik mengucapkan kalimat tahlil sebelum akhirnya menutup mata perlahan.

Tangis Dinda seketika pecah. Adlan tidak bisa berkata-kata. Ia mengusap wajahnya dengan kasar dan segera mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi mamanya.

Dalam waktu sekejab, jenazah Pak Lilik sudah sampai di kediaman. Beberapa orang yang menunggu langsung menyambutnya. Jenazah yang sudah dimandikan di rumah sakit, segera di tahlilkan sambil menunggu kabar dari penggali kubur.

“Makanlah dulu. Kamu akan tumbang jika seperti ini.” bisik Adlan kepada Dinda yang duduk diam menatap jenazah sang ayah.

“Aku tidak lapar, Kak.”

“Kamu belum ada sarapan.” Dinda menggeleng.

Mama Adlan menggelengkan kepalanya tanda meminta Adlan untuk tidak memaksa Dinda. Adlan menghembuskan nafas kasar dan berdiri. Ia kemudian keluar untuk bergabung dengan kepala desa dan warga yang lain.

“Pak, liang lahatnya sudah siap!” teriak seseorang yang baru saja turun dari motor.

“Bagus kalau begitu! Ayo segera di sholatkan dan diberangkatkan!” semua orang mengangguk.

Mama Adlan menemani Dinda yang hanya diam sejak mereka sampai. Dinda yang menangis selama di rumah sakit, seolah menahan dan menghentikan tangisannya.

Jenazah diantarkan oleh warga yang mengenal baik almarhum ke pemakaman desa dengan berjalan kaki karena jarak yang dekat. Dinda dan ayahnya tidak memiliki keluarga di desa karena mereka adalah perantau.

Keluarga dari pihak ayahnya sudah tiada dan dari pihak ibu, Dinda tidak mengenal mereka. Menurut sang ayah, keluarga pihak ibu tidak menyukai beliau sehingga mereka tidak pernah berhubungan.

“Kami pamit, Pak Adlan.” Kaya kepala desa bersama warga yang lain.

“Terima kasih, Pak.”

“Sama-sama. Malam ini kami akan kembali untuk tahlilan sampai hari ketujuh nanti.”

“Iya, Pak.” Adlan menyalami semua orang dan mengucapkan terima kasih.

Lalu Adlan menatap perempuan yang berstatus istrinya yang masih duduk diam di pusara bersama mamanya.

“Ikhlaskan, Nak. Ayahmu juga tidak akan senang melihatmu seperti ini.” kata Mama Adlan sembari mengusap lembut punggung Dinda.

“Saya sudah Ikhlas, Tante. Hanya saja, saya masih belum terbiasa.”

“Seiring waktu kamu akan terbiasa, Nak. Yang sudah tiada tetap dikenang, yang masih hidup harus tetap berlanjut.”

1
𝐈𝐬𝐭𝐲
kenapa Dinda gak pindah sekolah aja ngajar di sekitar rumah baru saja dripada harus kekampung dia lagi...
indy
selamat berbulan madu
𝐈𝐬𝐭𝐲
namanya Adlan atau Aksa sih Thor🤔
Meymei: Maaf typo kak 🤭
total 1 replies
Dewi Masitoh
Adlan kak🤣kenapa salah ketik jd aksa🙏
Dewi Masitoh: baik kak🙏
total 2 replies
Fitri Yani
next
indy
kayaknya sdh bisa resepsi biar gak ada lagi yang julid. wah ternyata gibran naksir dinda juga
indy
nanti resepsinya setelah masa duka selesai
indy
lanjut kakak
indy
ada yang bertengger di pohon kelengkeng
𝐈𝐬𝐭𝐲
ceritanya bagus aku suka😍😍
Meymei: Terima kasih kakak… 😘
total 1 replies
𝐈𝐬𝐭𝐲
lanjuut Thor
𝐈𝐬𝐭𝐲
hadir Thor
indy
kasihan pak Lilik
indy
hadir kakak
Rian Moontero
mampiiir kak mey/Bye-Bye//Determined/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!