Amanda Zwetta harus terjebak ke dalam rencana jahat sahabatnya sendiri-Luna. Amanda dituduh sudah membunuh mantan kekasihnya sendiri hingga tewas. Amanda yang saat itu merasa panik dan takut terpaksa harus melarikan diri karena bagaimana pun semua itu bukanlah kesalahannya, ia tidak ingin semua orang menganggapnya sebagai seorang pembunuh. Apalagi seseorang yang dibunuh itu adalah pria yang pernah mengisi hari-hari nya selama lima tahun. Alvaro Dewayne Wilson seorang CEO yang terkenal sangat angkuh di negaranya harus mengalami nasib yang kurang baik saat melakukan perjalanan bisnisnya karena ia harus berhadapan dengan seorang gadis yang baru ia temui yaitu Amanda. Amanda meminta Alvaro untuk membantunya bersembunyi dari orang-orang yang sudah berbuat jahat kepadanya. Akankah Alvaro membantu Amanda? Atau justru Alvaro akan membiarkan Amanda begitu saja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syifafkryh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ALVARO
Amanda baru saja tiba di rumahnya, dia benar-benar panik saat ini karena tidak mungkin dirinya bersembunyi di rumahnya sendiri karena pastinya keberadaannya saat ini mudah di temukan. Pasti Luna akan melakukan cara apapun supaya bisa membawanya ke kantor polisi. Amanda tahu, melarikan diri tidak akan menyelesaikan masalah. Tetapi Amanda benar-benar tidak tahu lagi harus berbuat apa. Menjelaskan yang terjadi pun Amanda yakin tidak akan berpengaruh.
"Aku harus pergi dari sini." Gumam Amanda.
Akhirnya Amanda mengambil barang-barang pentingnya. Dan tak lupa ia mengambil foto kedua orang tuanya dan memasukkannya ke dalam tas. Setelah itu, ia memutuskan untuk pergi dari rumah.
Saat sedang berlari, Amanda mendengar suara Luna yang memanggilnya.
"Amanda!! Jangan kabur kau! Kau harus mempertanggung jawabkan perbuatanmu!!"
Amanda melihat saat ini Luna tidak sendiri melainkan bersama beberapa orang polisi.
Amanda benar-benar panik bahkan dirinya sudah menangis entah sejak kapan. Kenapa semua ini harus terjadi kepadanya? Andai saja tadi dia tidak datang ke apartment Luna, mungkin semua ini tidak akan pernah terjadi.
Amanda benar-benar takut, dia terus berlari tanpa memperhatikan jalanan. Dia terus berlari sampai terdengar suara tembakan.
"Aaakhh!!"
Amanda meringis kesakitan saat merasakan sebuah peluru mengenai bagian betisnya. Dirinya tidak bisa berlari lagi. Tetapi Amanda juga tidak ingin di tangkap polisi. Ia tidak bersalah. Akhirnya, Amanda pun mencoba berlari walaupun dia merasakan sakit di bagian kakinya.
Saat hendak menyebrang, Amanda tidak melihat ke arah kiri dan kanan sampai akhirnya ia melihat mobil yang melaju dari arah kanannya hendak menabraknya.
"Aaaaa" Teriak Amanda sambil memejamkan mata.
Setelah beberapa saat terdiam, Amanda tidak merasakan tubuhnya melayang ataupun kesakitan. Amanda mencoba membuka matanya dan melihat mobil yang hampir saja menabraknya berhenti tepat di hadapannya.
Amanda langsung menangis kencang. Ia berpikir kenapa mobil itu tidak menabraknya. Mungkin jika mobil itu menabraknya dia akan terbebas dari kejaran polisi.
Amanda langsung menghampiri mobil tersebut dan berjalan ke bagian samping kiri mobil.
"Tolong aku ... Tolong bawa aku pergi dari sini." Ucap Amanda sambil mengetuk pintu kaca mobil.
Orang yang berada di dalam mobil itu pun merasa sangat terkejut saat melihat Amanda.
"Wanita itu."
"Kau mengenalnya?" Tanya salah satu orang yang berada di dalam mobil.
"Tidak, aku tidak mengenalnya. Tetapi aku tahu siapa dia. Dia adalah seorang pelayan di salah satu restoran yang pernah aku ceritakan kepadamu."
"Sepertinya dia sedang kesulitan. Sebaiknya kita membantunya."
"Tidak! Kau tahu, kita harus cepat sampai di bandara. Kita harus segera kembali ke London, Edward."
"Ayolah, Alvaro. Apakah kau tidak kasihan melihat wanita secantik dirinya menangis di tengah jalan seperti ini?" Tanya Edward kepada sahabatnya yang bernama Alvaro.
"Itu bukan urusanku. Kita pergi sekarang, Dennis." Ucap Alvaro kepada pria yang berada di balik kemudi.
"Baik, Tuan." Balas Dennis.
Saat hendak melajukan mobilnya, Edward langsung berbicara kembali.
"Tunggu, Dennis. Ayolah, Al. Kasihan dia. Sepertinya dia sedang di kejar oleh seseorang." Ucap Edward.
"Itu bukan urusanku atupun dirimu, Ed. Biarkan dia menyelesaikan masalahnya sendiri. Kita harus cepat kembali ke London." Balas Alvaro datar.
Amanda masih terus mencoba meminta tolong. Ia terus mengetuk kaca mobil berharap sang pemilik mobil mau membantunya.
"Tuan ... kumohon bantu aku. Bawa aku pergi dari sini. Aku mohon, Tuan." Ucap Amanda sambil menangis.
Pandangan Amanda terus memperhatikan sekitar karena takut Luna menemukannya.
Bagaimana ini? Aku benar-benar takut. Ayah ... Ibu ... Tolong aku. Batin Amanda.
Di dalam mobil, Edward merasa kesal karena sikap Alvaro yang tampak acuh. Akhirnya, tanpa meminta persetujuan Alvaro. Edward segera keluar dari mobil dan menghampiri Amanda yang masih mengetuk kaca mobil Alvaro.
"Nona ... Apa yang terjadi kepadamu?" Tanya Edward.
"Tuan ... Bawa aku pergi dari sini." Lirih Amanda.
Edward memperhatikan Amanda dari atas sampai bawah. Sampai pandangannya menemukan luka tembak di bagian kaki wanita itu.
"Astaga!! Kau terluka. Baiklah, aku akan membawamu pergi dari sini. Tetapi sebelum itu aku akan membawamu ke rumah sakit."
Amanda langsung tersenyum karena masih ada orang baik yang mau menolongnya. Tanpa berlama-lama, Edward langsung membuka pintu mobil bagian belakang.
"Bergeserlah, dia akan ikut bersama kita." Ucap Edward kepada Alvaro yang menatapnya tajam.
"Kau gila?! Membiarkan wanita asing masuk ke dalam mobilku!" Ucap Alvaro.
"Ya, aku memang gila. Jadi cepatlah bergeser." Balas Edward.
Tanpa membalas ucapan sahabatnya itu, Alvaro langsung bergeser ke sebelah kanan dan membiarkan Amanda duduk di sebelahnya.
"Silahkan masuk, Nona." Ucap Edward.
"Terima kasih." Balas Amanda.
Dengan cepat, Amanda masuk ke dalam mobil. Setelah itu, Edward memilih duduk di samping Dennis.
"Kita ke rumah sakit dulu, Dennis." Ucap Edward.
"Apa hak-mu menyuruh-nyuruh Dennis seperti itu? Dia bekerja untuk-ku, jadi dia hanya akan menuruti perintahku." Ucap Alvaro tajam.
Amanda yang mendengar ucapan itu pun merasa tidak enak. "Maaf, Tuan. Aku baik-baik saja. Jadi tidak perlu ke rumah sakit." Ucap Amanda.
"Baik-baik saja katamu. Kakimu tertembak, Nona. Dan peluru itu harus secepatnya di keluarkan. Ayolah, Al. Apakah kau tidak kasihan melihatnya terluka seperti itu?" Ucap Edward.
Alvaro melirik sekilas ke arah kaki Amanda yang terluka. Ia menghembuskn nafasnya kasar.
"Terserah kau." Ucap Alvaro.
"Baiklah, Dennis. Sekarang kita ke rumah sakit terlebih dahulu. Setelah itu kita ke landasan." Ucap Edward.
Bertepatan dengan mobil Alvaro yang melaju, saat itu pula Luna kehilangan jejak Amanda. Dia mengikuti tetesan darah di sepanjang jalan. Sampai akhirnya tetesan darah itu berhenti di tengah jalan.
"Sial! Amanda pasti berada di dalam mobil itu." Geram Luna sambil melihat ke arah mobil yang sudah melesat jauh.
Selama di perjalanan, Amanda tak henti meringis kesakitan. Luka tembak itu benar-benar menyakitkan sekali.
"Ssshhh ... "
"Apakah sangat sakit, Nona?" Tanya Edward.
"Emmh ... Ya, Tuan." Jawab Amanda pelan.
"Bertahanlah, sebentar lagi kita sampai di rumah sakit. Dan ... panggil saja aku Edward." Ucap Edward.
"Baik, Tuan Edward. Anda juga bisa memanggil saya Amanda." Balas Amanda lembut.
"Baiklah, Amanda. Ohya ... Pria yang berada di sampingmu itu namanya Alvaro. Dia adalah sahabat sekaligus atasanku. Dan pria di sebelahku ini namanya Dennis. Dia adalah tangan kanan Alvaro. Dan mobil yang kau tumpangi ini adalah milik pria dingin yang berada di sebelahmu." Jelas Edward.
Amanda menoleh ke arah samping untuk menatap Alvaro. Saat Amanda menoleh, kebetulan pria itu sedang menatapnya juga. Tetapi tak lama, pria itu langsung mengalihkan tatapannya ke arah jendela mobil.
"Terima kasih karena sudah membantuku, Tuan Alvaro." Ucap Amanda lembut.
Pria itu sama sekali tidak membalas ucapan terima kasih Amanda. Dan hal itu membuat Amanda merasa bersalah karena sudah menyusahkan pria yang berada di sampingnya ini.
Akhirnya mereka tiba di rumah sakit. Edward langsung keluar dari mobil dan langsung membukakan pintu untuk Amanda.
"Terima kasih, Tuan Edward." Ucap Amanda.
"Panggil aku Edward saja. Dan tidak perlu kaku seperti itu saat bicara denganku. Santai saja, Amanda. Anggap aku ini temanmu." Ucap Edward.
"Baiklah."
"Kau masih bisa berjalan?" Tanya Edward saat Amanda sudah keluar dari mobil.
"Ya, aku masih bisa berjalan sendiri." Jawab Amanda sambil tersenyum.
"Al ... Kau mau ikut denganku ke dalam atau menunggu di dalam mobil?" Tanya Edward kepada Alvaro yang masih berada di dalam mobil.
"Aku lebih memilih meninggalkanmu disini dari pada harus membuang-buang waktu seperti ini." Balas Alvaro tajam.
Mendengar ucapan Alvaro langsung membuat Edward tertawa terbahak-bahak.
"Jika kau meninggalkanku disini, bersiaplah untuk mendapatkan amarah dari ayahmu, Al." Ucap Edward.
Edward memang sangat dekat dengan keluarga Alvaro karena dulu sebelum kedua orang tua Edward meninggal, mereka sudah bersahabat dengan kedua orang tua Alvaro. Dan Dominic-Ayah Alvaro sudah menganggap Edward seperti anaknya sendiri. Maka pada saat kedua orang tua Edward meninggal, Dominic langsung membantu kehidupan Edward. Mulai dari pendidikan hingga pekerjaan. Bahkan pria itu memberikan Fasilitas mewah kepada Edward.
"Sudah cepat masuk ke dalam. Kita tidak punya waktu lama." Ucap Alvaro kepada Edward.
"Baiklah, kau tunggu disini." Ucap Edward.
Tanpa menunggu balasan Alvaro, Edward langsung membawa Amanda masuk ke dalam rumah sakit.
Setibanya mereka di dalam, Amanda langsung merasa ketakutan.
"Edward ... Aku takut." Lirih Amanda.
"Kau tidak perlu takut, Amanda. Ada aku disini. Kita hanya perlu mengeluarkan peluru itu dari kakimu, setelah itu kita akan pergi." Ucap Edward berusaha menenangkan Amanda yang terlihat sangat ketakutan.
"Bukan itu yang aku takutkan. Aku takut ada orang yang mengenaliku dan langsung melaporkannya kepada polisi." Ucap Amanda.
"Polisi? Memangnya apa yang kau lakukan?" Tanya Edward.
"Aku akan menceritakan kepadamu nanti. Aku ingin cepat pergi dari sini." Jawab Amanda.
"Baiklah, kau jangan takut. Aku akan melindungi-mu. Dan aku juga akan meminta pihak rumah sakit ini untuk menyembunyikan identitasmu supaya tidak ada orang yang mengetahui keberadaanmu. Kebetulan rumah sakit ini milik mantan kekasihku." Ucap Edward.
"Baiklah, terima kasih Edward." Ucap Amanda.
Di tempat yang berbeda, saat ini Luna benar-benar kesal karena kehilangan Amanda.
"Siapa yang membawa Amanda pergi?" Gumam Luna.
Saat ini Luna sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit karena tadi dia mendapat kabar bahwa Malvin sudah dibawa ke rumah sakit.
"Secepatnya aku harus menemukan Amanda sebelum semuanya terbongkar." Ucap Luna.
Setibanya di rumah sakit, Luna langsung berjalan menuju kamar jenazah. Disana ia melihat kedua orang tua Malvin dan juga kedua orang tuanya yang tengah menangis.
"Luna ... Bagaimana? Apakah kau sudah menemukan wanita pembunuh itu?" Tanya sang Ibu.
"Belum, bu. Dia berhasil melarikan diri dan aku tidak tahu kemana dia pergi." Jawab Luna dengan raut wajah sedih.
"Tante Vina ... Aku berjanji akan menemukan Amanda sampai wanita itu bertanggung jawab atas perbuatannya kepada Malvin." Ucap Luna kepada Tante Vina sambil menangis.
Tante Vina yang masih bersedih pun tidak bisa menanggapi ucapan Luna barusan. Dia hanya diam menangis di pelukan sang suami.
*****
To be continue …