Seorang detektif muda tiba-tiba bisa melihat arwah dan diminta mereka untuk menyelesaikan misteri kematian yang janggal.
Darrenka Wijaya, detektif muda yang cerdas namun ceroboh, hampir kehilangan nyawanya saat menangani kasus pembunuh berantai. Saat sadar dari koma, ia mendapati dirinya memiliki kemampuan melihat arwah—arwah yang memohon bantuannya untuk mengungkap kebenaran kematian mereka. Kini, bersama dua rekannya di tim detektif, Darrenka harus memecahkan kasus pembunuhan yang menghubungkan dua dunia: dunia manusia dan dunia arwah.
Namun, bagaimana jika musuh yang mereka hadapi adalah manusia keji yang sanggup menyeret mereka ke dalam bahaya mematikan? Akankah mereka tetap membantu para arwah, atau memilih mundur demi keselamatan mereka sendiri?
Update setiap hari,jangan lupa like dan komen
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadinachomilk, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 6 MASA LALU ANAK ITU
"Jadi apa isi dokumen itu dimanipulasi?"tanya Selina sambil membaca isi dokumen itu.
Darren menatap anak itu dengan tatapan mengintrogasi.
"Apakah makam kamu bukan disini?"tanya Darren pelan.
"Disini?tempatku bukan disini tetapi di sana"anak kecil itu menunjuk ke rumah kosong disana ada pohon mangga besar dan boneka beruang coklat yang digantung.
"Makamnya bukan dipemakaman,tetapi di deket pohon mangga itu" Darren menunjuk pohon mangga besar di dekat rumah kosong itu lalu berlari kesana.
"Om my God,ternyata dokumen ini salah"
Darren,Gavin,Selina dan Jena berlari ke pohon mangga besar itu. Rumput liar dan semak-semak setinggi lutut menghalangi jalan, membuat mereka harus menepisnya sambil tetap menatap ke depan.
Pohon mangga besar menjulang di depan rumah kosong itu, dahannya melebar, dan di salah satu cabangnya benar-benar tergantung boneka beruang coklat lusuh, bergoyang pelan diterpa angin sore.
Jantung Darren berdegup kencang. Anak kecil itu berdiri tepat di bawah pohon, tubuh mungilnya separuh gosong, menunduk sambil memeluk erat dirinya sendiri.
"Di sini, Kak. Di sini tempat aku tinggal" suaranya lirih, terdengar jelas di telinga Darren meski teman-temannya hanya mendengar desiran angin.
Tanah di bawah pohon itu tampak berbeda. Lebih gembur, warnanya lebih gelap seolah pernah digali, lalu ditutup kembali dengan tergesa-gesa.
Selina tertegun, wajahnya pucat.
"Ya Tuhan jadi makam dia ada di sini? Bukan di TPU itu ada ya orang sejahat ini yang nguburin mayat di depan rumah bukan di pemakaman"
"Berarti dokumennya memang dimanipulasi," gumam Jena dengan suara gemetar tapi penuh analisa.
"Ada yang sengaja menyembunyikan fakta kalau jasadnya dikubur sembarangan"
Gavin menelan ludah, matanya tak lepas dari boneka itu.
"Siapa yang tega ngelakuin kayak gini? Anak sekecil ini"
Darren perlahan melangkah maju, menatap tanah gembur di bawah pohon mangga. Rasa takut dan iba bercampur jadi satu. Ia bisa merasakan kesedihan yang pekat, seolah tanah itu menyimpan jeritan yang tidak pernah terdengar.
Darren melangkahkan kakinya ke boneka usang itu,tangan besarnya memegang boneka itu lalu pandanganya tiba tiba gelap suara suara teman temannya pun ikut sirna.
Ia terbangun di kamar gelap disebelahnya ada seorang anak perempuan kecil wajahnya cantik. Tetapi yang membuatnya syok anak kecil itu tidur dilantai tanpa alas tanpa bantal dan tanpa selimut. Tubuh mungilnya meringkuk menahan rasa dingin sambil memegang perutnya.
Darren menatap lekat anak kecil itu. Tubuh mungilnya gemetar hebat, bibirnya membiru menahan dingin. Saat Darren ingin menyentuh, tiba-tiba ruangan itu berubah.
Gelap berganti cahaya lampu kuning temaram. Suara bentakan lelaki dewasa menggema, memecah keheningan.
"Dasar anak bodoh! Ga becus ngomong lo, bikin malu aja!" suara itu menggelegar.
Seorang pria bertubuh besar menendang pintu kamar hingga terbuka. Di belakangnya, seorang wanita dengan wajah kaku ikut masuk sambil membawa ikatan kain. Mata mereka penuh amarah, tanpa secuil kasih sayang.
Anak kecil itu wajah cantiknya kini penuh lebam mengerutkan tubuh di sudut ruangan, ketakutan. Lidahnya kelu, hanya bisa mengeluarkan suara terbata,
"Ja… ja… jangan…ma...maa..maaf "
Bukannya dikasihani, sang ayah malah meraih rambut anak itu, menyeretnya kasar ke lantai. Tubuh kecilnya menghantam keras.
"Anak gagap,ga bisa bicara lo a..a..a..a gajelas lo"
Wanita itu menatap dengan dingin, bahkan sempat tersenyum miring.
"Gongong aja kayak anjing kalau ga bisa ngomong"
Tangisan lirih terdengar, terputus-putus karena suaranya tersendat gagap. Darren berdiri terpaku, dadanya terasa sesak.
"Berhenti jangan perlakukan kasar anak itu"kata Darren tetapi kedua orang dewasa itu tidak mendengarnya.
Sang anak merangkak pelan ke boneka beruang lusuh di pojok kamar. Boneka itu ia dekap erat, satu-satunya pelindung dari dunia yang penuh kekerasan. Air mata menetes ke bulu boneka yang kusam.
"Kalau bukan karena harga diri, udah dari dulu gue buang lo ke jalanan!"bentak si ayah lagi, lalu meninggalkan kamar sambil membanting pintu.
Sang ibu mendekat memberikan anak itu makanan di mangkok kecil.
"Makan lo" lalu ikut pergi mengikuti langkah suaminya.
Sunyi kembali. Anak itu kembali meringkuk, mendekap boneka lusuhnya erat-erat. Darren menatap anak itu dengan rasa kasihan,ingin memeluk tetapi ia tidak bisa lalu suasana berubah kembali.
Darren kini berdiri di sebuah aula hotel yang terang benderang. Hiasan bunga dan lampu kristal menggantung megah, musik lembut mengalun, dan para tamu berbalut pakaian mewah bercengkerama sambil meneguk gelas anggur.
"Gue di hotel"batin Darren.
Lalu Darren melihat anak kecil itu datang bersama kedua orang tuanya, anak kecil yang sama dandanannya rapi, rambut disisir rapi, wajahnya dipoles tipis dengan bedak. Gaunnya cantik, tetapi sorot matanya tetap kosong.
"Jangan buat malu lo"kata pria dewasa itu kepada anak kecil.
Pria dewasa tiba-tiba naik ke podium, tersenyum lebar. Di sampingnya, sang istri berdiri anggun dengan gaun elegan, menautkan lengan seolah pasangan sempurna.
"Hadirin sekalian" suara ayah itu lantang, penuh percaya diri.
"Saya Andre dan ini istri saya Lena sebagai pemilik perusahaan andre corp ingin menyampaikan selamat hari anak seluruh dunia. Kami adalah keluarga yang sangat bersyukur. Putri kecil kami ini, meski memiliki sedikit kekurangan dalam berbicara, tetap menjadi anugerah bagi kami. Dia adalah cahaya hidup kami!Kami selalu menyanyangi putri kami dan selalu menerima kekurangan"
Sorak sorai dan tepuk tangan bergema. Para tamu tersenyum, beberapa bahkan terharu mendengar kata-kata manis itu.
Pria itu menunduk, pura-pura mengelus rambut anaknya. Sang ibu menambahkan dengan suara lembut penuh kepalsuan
"Benar sekali. Kami ingin mendidiknya agar tetap percaya diri, agar ia bisa tumbuh tanpa merasa berbeda. Doakan kami, semoga keluarga kecil ini selalu diberkati"
Anak itu hanya menunduk, kedua tangannya meremas gaun dengan gugup. Bibirnya bergetar, ingin bicara, tapi gagapnya membuat ia hanya mengeluarkan suara patah-patah
"Te… te… terima… kasih…"
Para tamu tertawa kecil, ada yang menepuk tangan lebih keras.Ayahnya tersenyum lebar, menepuk punggung putrinya dengan penuh kepura-puraan.
"Hahaha menyanyangi apa,orang setress" Darren muak mendengar pidato itu.
"Anaknya aja diperlakuin bukan seperti anak"
Suasana berubah kali ini Darren berada di rumah mewah dan ada wanita paruh baya dan Pria dewasa itu.
"Kamu ini anak ga berguna,ngelahirin keturunan aja ga bisa bicara jelas apa gak malu."kata wanita paruh baya itu.
"Maaf ma"
Wanita paruh baya itu menajamkan pandangan, lalu mendengus jijik.
"Untungnya, anak itu bisa dipakai buat dapetin simpati publik. Orang-orang bodoh itu gampang terharu kalau lihat anak malang. Kita dapat dukungan, dapat donasi, dapat nama baik"
Ia meneguk anggur perlahan, lalu menoleh dengan tatapan penuh kebencian.
"Tapi ingat, saya nggak pernah sudi nyebut dia cucu saya. Bagi saya, dia hanya alat. Alat untuk bisnis keluarga ini"
Darren menatap kedua orang itu dengan tatapan emosi parah.
"Emang ada manusia segila mereka sama anak dan cucu bahkan diperlakukan lebih buruk dari hewan"