Selina Ratu Afensa tak pernah menduga hidupnya berubah drastis saat menerima pekerjaan sebagai pengasuh di keluarga terpandang. Ia pikir hanya akan menjaga tiga anak lelaki biasa, namun yang menunggunya justru tiga badboy yang terkenal keras kepala, arogan dan penuh masalah
Sargio Arlanka Navarez yang dingin dan misterius, Samudra Arlanka Navarez si pemberontak dengan sikap seenaknya dan Sagara Arlanka Navarez adik bungsu yang memiliki trauma dan sikap sedikit manja. Tiga karakter berbeda, satu kesamaan yaitu mereka sulit di jinakkan
Di mata orang lain, mereka adalah mimpi buruk. Tapi di mata Selina, mereka adalah anak anak kesepian yang butuh di pahami. Tanpa ia sadari, keberaniannya menghadapi mereka justru mengguncang dunia ketiga badboy itu dan perlahan, ia menjadi pusat dari perubahan yang tak seorang pun bayangkan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Queen Blue🩵, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengerjakan pr
Samudra tidak menggubris protes itu. Ia melangkah santai, lalu bruk menaruh semua buku ke meja belajar Selina “Kerjain PR gue”
“Hah?!” Selina membelalakkan mata “Lo pikir gue ini siapa? Tugas gue emang pengasuh kalian, tapi bukan berarti babysitter tugas sekolah juga ya!”
Samudra mendengus, lalu menyilangkan tangan di dada dengan gaya sok angkuh “Terus kenapa? Bukannya gampang? Tinggal isi aja, toh guru nggak bakal ngecek bener apa salah”
Selina mengetuk meja dengan pensil, wajahnya merah karena kesal “Gampang, katanya! Lah, kalo gampang, kenapa kamu lempar ke aku?!”
Samudra mengangkat dagunya, pura pura santai “Karena gue males”
“Dasar manja!” Selina menudingnya, tapi Samudra malah menyeringai lebar, puas bisa memancing emosi
“Ya terserah lo ngomong apa” Samudra mengangkat bahu seakan tak peduli, lalu menepuk pelan tumpukan buku itu “Pokoknya ini harus selesai. Deadline besok pagi”
“Samudraaa!” Selina hampir menjerit frustasi
“Thanks ya Sel, good night” Tanpa memberi kesempatan Selina protes lebih jauh, Samudra sudah keluar kamar dengan seenaknya. Pintu di tutup cetrek begitu saja
Selina terdiam, menatap pintu dengan wajah kesal “Astaga… PR aku aja belum di kerjain, seenaknya nyuruh orang lain. Dasar cowok egois!”
Ia akhirnya duduk di kursi belajar, menatap tumpukan buku yang kini terasa seperti beban hidup. Dengan berat hati, Selina membuka salah satu buku matematika. Beberapa soal rumit menatap balik seolah mengejeknya
Ia menghela napas panjang, mulai menuliskan sesuatu, mencoba memahami rumus. Namun tak lama kemudian, keningnya berkerut
“Aduh… ini apaan sih maksudnya?!” gumamnya sambil memegangi kepala
Beberapa menit berlalu, tapi bukannya menemukan jawaban, Selina malah merasa kepalanya berdenyut pusing. Matanya melirik jam dinding, sudah hampir tengah malam
“Ya Tuhan… kenapa nasib gue begini amat sih? Jadi pengasuh kok malah jadi guru juga…” ia menggerutu sambil menunduk lesu, kepalanya hampir terhempas di atas meja
Selina menggaruk kepalanya yang tidak gatal, menatap lembaran jawaban PR matematika yang sudah ia isi setengah halaman. Angka angka berserakan di sana, tapi logikanya berantakan. Ia mendesah frustasi, kepalanya terasa makin berat
Pintu kamar yang tidak di kunci terbuka. Samudra menyelipkan kepalanya dengan senyum jahil
“Apa kabar PR gue, Bu Guru dadakan?” tanyanya dengan nada mengejek
Selina mendongak kaget “Samudra?! Kan udah aku bilang, aku nggak bisa ngerjain PRnya!”
Cowok itu berjalan masuk dengan santai, menekuk tubuhnya untuk melihat hasil tulisan Selina di buku latihan. Seketika, tawanya meledak
“HAHAHA! Astaga Sel. Ini jawabannya… kok lebih parah dari punya gue kalau gue kerjain sendiri?” Ia menepuk meja sambil ngakak puas
Selina merengut, wajahnya memerah karena malu sekaligus kesal “Apa maksudnya? Aku udah capek capek mikir tau!”
Samudra mengambil buku itu, matanya menelusuri jawaban “Hmm… salah, salah, salah…” ujarnya sambil mencoret beberapa angka “Waduh, ini malah lebih banyak salah dari pada benar”
Selina menatapnya penuh protes “Ya lagian PRnya susah banget, siapa coba yang bisa ngerti rumus kayak alien gini!”
Samudra mengangkat alis, lalu berjalan ke arah meja belajar “Sini, gue ajarin”
Selina terperangah “Hah? Emang kamu bisa?”
“Kenapa? Kaget?” Samudra menarik kursi, duduk di sebelah Selina dengan gaya sok santai “Jangan salah, walaupun gue terkenal bandel, otak gue nggak bego kayak lo”
Selina masih terdiam, setengah ragu. Samudra kemudian mulai menjelaskan satu soal dengan cepat tapi jelas. Jari telunjuknya menelusuri angka angka di kertas
“Liat, ini rumus dasar. Lo tinggal masukin angkanya ke sini. Jangan asal kali sama bagi kayak lo tulis tadi. Makanya pusing sendiri”
Selina menatapnya dengan mulut sedikit terbuka. Kata kata Samudra begitu runtut, mudah di pahami
“Eh… ternyata kamu beneran ngerti ya” gumamnya tanpa sadar
Samudra melirik sekilas, lalu menyeringai puas “Ya jelas lah. Gue kan jenius terselubung. Cuma image aja yang suka gue rusak biar nggak keliatan terlalu sempurna”
Selina menahan tawa, memutar bola matanya “Sok banget” Tapi jauh di dalam hatinya, ia mulai kagum. Tak di sangka, cowok yang reputasinya selalu bikin masalah di sekolah ternyata pintar juga
Beberapa menit berlalu, mereka mengerjakan soal bersama. Selina yang tadi nyaris menyerah, kini jadi bersemangat karena Samudra sabar mengajarinya meski sambil sesekali meledek
Saat satu soal berhasil di jawab benar, Selina bersorak kecil “Yes! Bisa!”
Samudra menyunggingkan senyum puas “Tuh kan, kalau di ajarin gue pasti bisa. Harusnya lo berterima kasih sama gue”
Selina mendengus “Iya deh thanks”
Samudra tertawa pelan, menatap Selina yang kini sibuk menulis dengan serius. Ada kilatan bangga di matanya
Beberapa menit berlalu, Samudra masih bersandar di kursi, jemarinya main main dengan pensil, matanya tak lepas dari Selina yang menunduk serius mengerjakan soal. Namun, keheningan kecil itu akhirnya pecah oleh suara lirih Selina
“Sam…” Selina tidak langsung menatapnya, masih menuliskan angka di kertas “Sebenarnya… ada masalah apa kalian sama Zayyan?”
Samudra spontan menghentikan gerakan pensilnya. Senyum puas yang tadi sempat terlukis di bibirnya perlahan memudar. Ia menatap Selina lekat lekat, seolah berusaha membaca maksud pertanyaannya
“Kenapa nanyanya sekarang?” tanyanya balik, nada suaranya jauh lebih datar dari sebelumnya
Selina menggenggam pensil erat, menahan napas sebelum akhirnya berani mendongak “Aku lihat sendiri tadi… tatapan kalian. Sargio, Sagara, bahkan kamu juga. Semuanya kayak-” ia terhenti, mencari kata “kayak benci banget sama dia”
Samudra mengusap wajahnya, tertawa hambar, tapi jelas ada nada getir terselip “Lo tau nggak Sel… di dunia ini, ada orang yang cuma modal wajah baik baik tapi aslinya busuk? Nah, Zayyan itu salah satunya”
Selina terdiam, matanya masih menatap Samudra dengan wajah tercengang. Hatinya mencelos mendengar ucapan pedas itu. Busuk? Kata itu terlalu jauh di banding sosok Zayyan yang ia kenal sejak kecil, sahabat yang selalu ada, selalu melindungi dan selalu menenangkannya. Sulit untuk percaya begitu saja. Tapi ia juga tak berani membalas ucapan Samudra. Jadi, Selina hanya memilih bungkam, bibirnya terkatup rapat meski kepalanya penuh tanda tanya
Tiba tiba..
Bruk!
Pintu kamarnya terbuka kasar tanpa ketukan
“Selina!” suara Sagara terdengar ketus. Wajahnya kusut, jelas sekali sedang kesal
Selina dan Samudra sontak menoleh bersamaan, sama sama terkejut
“Eh gila lo Gar, bikin jantung gue mau copot! Ketok pintu dulu kek!” Samudra langsung nyolot
Sagara mendengus, tatapannya menukik tajam ke arah mereka berdua yang duduk di meja belajar “Jadi, ini alasannya? Gue nungguin lo di kamar malah lo enak enakan berduaan sama Samudra di sini?”
Selina panik, buru buru bangkit dari kursinya “Loh, bukan gitu! Samudra cuma-”
“Cuma ngajarin PR” potong Samudra cepat, sengaja menekankan nada kata itu sambil manyun “Jangan mikir aneh aneh Gar. Gue masih waras”