Galih adalah seorang lelaki Penghibur yang menjadi simpanan para Tante-tante kaya. Dia tidak pernah percaya Cinta hingga akhir dia bertemu Lauren yang perlahan mulai membangkitkan gairah cinta dalam hatinya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ibnu Hanifan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAAB 6
Malam itu, kamar hotel mewah di lantai atas menyala temaram. Angin malam dari balkon berhembus pelan, menggerakkan tirai putih dengan lembut. Di dalam ruangan, Galih dan Tante Liana duduk berdua di atas ranjang yang telah menjadi saksi banyak rahasia. Malam ini berbeda—lebih sunyi, lebih syahdu, tapi juga lebih penuh tekanan emosional yang tak terlihat.
Tubuh Tante Liana berbaring santai, kepalanya bertumpu di dada bidang Galih yang masih telanjang. Suaranya lembut, namun penuh rasa cemburu yang tertahan.
“Aku lihat kamu kemarin di hotel… sama perempuan itu, Jesika.”
Galih terdiam sejenak. Ia menghela napas panjang sebelum menjawab.
“Itu cuma urusan kerja. Dia cuma… pelanggan.”
Tante Liana mendesah pelan. Ia menggenggam tangan Galih yang berada di atas perutnya.
"Aku tahu kamu punya banyak… pelanggan. Tapi kenapa ya, aku merasa sesak waktu lihat kamu jalan sama dia. Rasanya… seperti ditusuk.”
Galih menatap langit-langit kamar. Ucapan itu bukan kali pertama ia dengar dari para kliennya. Tapi kali ini terasa lebih dalam. Lebih mengikat.
“Tante, kita udah sama-sama tahu aturan mainnya. Ini cuma transaksi. Hubungan profesional.”
“Profesional?” Tante Liana tertawa kecil, namun getir. “Tapi aku ga bisa Galih ... Aku ingin kamu hanya untukku?”
Galih tidak menjawab.
“Galih…” suara Tante Liana mulai serius, sedikit gemetar, “Berhenti. Dari semua ini. Jangan temui wanita lain lagi. Cukup aku. Aku sanggup bayarin semuanya. Aku bisa kasih kamu hidup nyaman. Aku… mohon.”
Kalimat itu menggantung di udara, berat dan menusuk. Suasana yang tadinya hangat berubah dingin. Galih menoleh pelan ke arah wanita paruh baya yang memeluknya seperti anak kecil yang takut kehilangan mainan kesayangannya.
“Kenapa semua orang ingin memiliki sesuatu yang jelas tidak bisa meraka miliki?” gumam Galih dalam hati, tak berani ia ucapkan.
Ia hanya tersenyum tipis, tanpa menjawab.
Di dalam benaknya, berkecamuk pertanyaan yang belum ia temukan jawabannya. Apakah dirinya benar-benar bisa dimiliki? Atau... selama ini dia hanya bersembunyi dari kenyataan—mengubur luka masa lalu di balik tubuh wanita-wanita yang ia layani?
Tante Liana memejamkan mata di pelukannya, merasa malam itu miliknya sepenuhnya. Namun Galih hanya menatap langit-langit, kosong… dan jauh.
----
Pagi itu, langit kota sedikit mendung, seolah ikut mencerminkan isi hati Galih yang sedang tak menentu. Setelah semalam menghabiskan waktu bersama Tante Liana, ia memaksa dirinya bangun dan bersiap menuju kampus, walau tubuhnya terasa berat dan pikirannya masih penuh bayang-bayang semalam.
Saat ia sedang melajukan mobilnya ke arah kampus, tiba-tiba matanya menangkap sosok familiar di pinggir jalan. Lauren. Berdiri di samping mobil putihnya yang tampak mogok. Wajahnya terlihat kesal dan panik sambil melihat jam tangan.
Galih langsung menepikan mobilnya.
"Kenapa mobilnya?...mogok?” tanya Galih sambil menurunkan kaca jendela.
Lauren menoleh cepat, tampak sedikit kaget melihat siapa yang datang.
“Iya… ngga tahu kenapa tiba-tiba mati ngga bisa jalan.”
Galih keluar dari mobil, melirik sebentar ke arah mesin lalu menghela napas.
“Wah ini mah nggak bisa sekarang, harus tunggu montir. Kalau mau, nebeng aja sama gue. Gue juga mau ke kampus.”
Lauren terlihat ragu sejenak, lalu kembali melihat jam tangannya.
“Oke deh. Tapi gue duduk depan, ya.”
“Lah emang mau duduk mana?” canda Galih ringan.
Lauren tak menjawab, hanya masuk ke mobil dan memasang seatbelt. Saat mobil mulai melaju, Lauren mengangkat ponselnya dan menelpon seseorang.
“Halo, Mah… mobilku mogok. Tolong panggilin orang bengkel buat benerin ya. Aku nebeng sama temen kampus.”
Di ujung telepon, Tante Liana menjawab pelan dari atas ranjang hotel yang semalam ia dan Galih tiduri.
“Iya sayang… mama urus ya. Hati-hati di jalan.”
Galih sedikit melirik ke arah Lauren. Dunia ini sempit dia ngga nyaka akan ketemu Lauren di jalan...
Setelah menutup telepon, suasana menjadi hening. Suara mesin dan lagu dari radio menjadi satu-satunya pengisi ruang kabin.
Hingga akhirnya Lauren bertanya pelan, namun tajam:
“Wanita yang sama kamu kemarin... Di kampus. Pacar kamu ya?”
Galih nyaris menginjak rem saking terkejutnya. Pertanyaan itu seperti pukulan telak yang ia tak siap terima.
Ia menoleh sebentar, namun tak tahu harus menjawab apa. Tidak mungkin ia bilang bahwa wanita itu adalah pelanggan, seseorang yang membayar tubuhnya. Maka ia memilih diam.
Lauren menghela napas pendek, lalu tersenyum sinis.
“Ternyata kamu lebih suka cewek yang lebih dewasa, ya?”
Galih spontan membalas, mencoba mencairkan suasana meski nadanya terdengar sedikit gugup:
“Nggak juga. Gue juga suka cewek seumuran gue… contohnya elu.”
Lauren terdiam. Ucapannya seperti tak dia sangka keluar dari mulut Galih. Tatapan matanya berubah. Namun ia kembali membuang muka ke jendela, memandangi jalanan yang mereka lewati.
Setelah itu, keduanya terdiam. Tak ada satu kata pun yang keluar. Mobil terus melaju, membawa dua orang yang terikat takdir yang perlahan mulai saling bersilangan… tanpa mereka tahu, semua ini hanyalah awal dari pusaran yang jauh lebih besar.