Kisah ini bercerita tantang dua orang gadis yang memiliki kehidupan jauh berbeda sekali satu sama lainnya.
Valeria dan Gisela yang merupakan anggota academy musik di Soleram Internasional dan sama-sama menimba ilmu sebagai seorang murid disana untuk menjadi penyanyi terkenal.
Sayangnya nasib mujur bukan berpihak pada Gisela namun pada Valeria karena karya lagunya menjadi viral dan hits hingga mancanegara dan mengantarkannya sebagai penyanyi populer.
Penasaran mengikuti kelanjutan serial dua gadis yang berseteru itu !
Mari ikuti setiap serialnya, ya... 😉
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reny Rizky Aryati, SE., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 6 HIDUP BARU VALERIA MENJADI GISELA TELAH DIMULAI
Tampak sebuah rumah bercat kuning ceria, berukuran kecil berada tepat di hadapan Gisela.
Rumah itu sangat sederhana sekali namun terlihat menarik meski mungil dibanding rumahnya sebagai Valeria yang dulu, jauh berbeda, besar dan mewah.
Gisela mendesah lirih seraya berjalan maju, mendekat ke arah rumah bercat kuning di depannya.
"Kita telah sampai, Gisela...", ucap Amur yang terbang ke arah pintu.
"Apa ini rumah Gisela ?" tanya Gisela.
"Ya, ini rumahmu sekarang, sebagai Gisela", sahut Amur.
"Hufhhh...", hela nafas Gisela sembari mendekat maju.
"Jangan mengeluh seperti itu, tidak baik bagimu, bukannya kamu telah menjadi Gisela maka kamu harus menerima takdir ini dan membuang dirimu yang dulu sebagai Valeria", kata Amur.
"Itu tidak mudah...", sahut Gisela.
Gisela meraih pegangan pintu untuk masuk ke rumah bercat kuning itu.
"Kreek... Kreeek... Kreek... !"
Gisela mencoba membuka pintu namun tidak bisa.
"Kenapa pintunya tidak bisa dibuka ?" tanyanya.
"Kau lupa kuncinya, Gisela", sahut Amur.
"Oh, iya, aku hampir melupakan hal itu, kunci, ya, kunci, tapi dimana kuncinya ???" tanyanya kebingungan.
"Apa tidak ada padamu ?" tanya Amur.
"Bagaimana bisa kunci itu ada padaku, bukankah aku bertukar jiwa dengan Valeria dan tersadar tanpa tahu apa-apa ?" tanyanya membalas.
Gisela menolehkan pandangannya ke arah Amur yang terbang didekatnya sembari menaikkan kedua bahunya ke atas.
"Kunci rumah ini tentunya tidak ada padaku, Amur", kata Gisela.
"Mungkin kuncinya tertinggal di rumah sakit...", sahut Amur.
"Lalu apa yang harus aku lakukan sekarang, untuk memecahkan masalah ini ?" tanya Gisela.
"Sebentar, aku ada ide...", sahut Amur.
Sekejap saja muncul sebuah kunci di telapak tangan Gisela.
"Aku menemukan kuncinya", ucapnya berseru keras.
"Aku mengubah kunci pintu rumah ini", sahut Amur.
"Oh... ?!" ucap Gisela terbengong.
"Buka saja pintunya sekarang, kita bisa masuk ke dalam rumah ini !" perintah Amur.
"Baik...", sahut Gisela lalu memasukkan kunci baru di tangannya kepada lubang kunci yang ada.
Klek... !
Pintu terbuka setelah Gisela memasukkan kunci pada tempatnya dan memutarnya cepat.
Semerbak bau busuk keluar dari dalam rumah bercat kuning itu ketika Gisela membuka pintunya.
"Uhuk... Uhuk... Uhuk... !"
Gisela terbatuk-batuk keras seperti tersedak oleh bau busuk yang tercium dari dalam rumah mungil di depannya.
"Ampun, bau sekali !" gerutunya sembari menutupi hidungnya.
Gisela segera membuka tirai yang menutupi jendela rumah mungil itu kemudian membuka jendela.
Angin segar langsung berhembus masuk ke dalam rumah ketika jendela dibuka oleh Gisela sehingga bau busuk yang tercium dari dalam rumah hilang.
Gisela memandangi keadaan ruangan di rumah ini.
Betapa berantakannya kondisi ruangan rumah ini dengan sampah berserakan dimana-mana, baju kotor tergeletak acak-acakan di sofa, kaleng bekas minuman yang tidak dibuang pada tempatnya dan sekotak sisa makanan siap saji masih berada di atas meja.
Gisela tertegun diam, tak percaya dengan yang dilihatnya ini.
Sungguh kacau balau bahkan terlihat sangat tidak terurus sekali kondisi rumah mungil milik Gisela, jauh berbeda dengan kondisi rumahnya yang dulu sebagai Valeria.
Rumah Valeria berukuran besar, megah dan mewah bahkan sangat tertata sempurna serta semua urusan di rumah telah diurus oleh para pelayan.
Gisela termenung diam dengan pandangan tertunduk sedih.
"Mengapa menjadi seperti ini ?" tanyanya terheran-heran seraya menatap murung.
"Jangan dipikirkan lagi, terimalah takdirmu sekarang, Gisela !" sahut Amur.
"Tapi aku tetap harus hidup dengan baik lalu bagaimana aku bisa melanjutkan hidupku nanti jika seperti ini", kata Gisela bingung.
Gisela mengedarkan seluruh pandangannya ke arah ruangan rumah ini dengan sorot mata muram.
"Mana mungkin aku bisa hidup seperti ini ?!" ucapnya frustasi.
"Ini adalah awal dari semuanya, Gisela", kata Amur.
"Oh, iya ?!" sahut Gisela tak terima.
Gisela memandang tegas ke arah Amur yang berdiri di dekat kakinya.
"Bagaimana kau tahu kalau semua ini adalah awal dari segalanya ?" tanyanya.
"Karena ini adalah takdir hidupmu yang sekarang, Gisela", sahut Amur.
"Dan apa yang harus kulakukan sekarang dengan takdir baruku ini ?" tanya Gisela.
"Tugasmu adalah mengubah takdirmu sebagai Gisela yang baru dan meninggalkan masa lalumu sebagai Valeria karena kau bukan lagi dirinya melainkan Gisela sekarang ini", kata Amur.
"Aku tahu itu...", sahut Gisela dengan pandangan sendu.
"Jangan berwajah sesedih seperti itu, Gisela !" kata Amur.
"Tapi, ini sangat sulit bagiku...", sahut Gisela.
"Maka ubahlah takdir hidupmu sebagai Gisela yang baru dan lebih baik dari yang dulu !" kata Amur.
"Bagaimana aku harus mengubahnya ?" tanya Gisela.
"Mulailah dengan hal-hal yang ada disekitarmu, perbaikilah kondisi yang paling terdekat darimu, Gisela !" sahut Amur.
"Apa ?" tanya Gisela seraya menoleh ke arah Amur yang ada didekatnya.
"Ambillah sapu ini lalu bersihkanlah ruangan rumah ini dari semua sampah yang ada dan rapikanlah semua barang-barang yang tergeletak kacau disini !" perintah Amur.
Amur memberikan sebuah sapu kepada Gisela yang berdiri termenung.
"Sapu ???" tanya Gisela semakin tercengang tak mengerti ketika dia menerima sebuah sapu dari harimau kecil itu.
Gisela menautkan kedua alisnya hingga berkerut sehingga membuat wajahnya yang penuh jerawat semakin jelek.
Gadis berbadan gemuk itu menatap sapu di tangannya seraya menatap dingin pada Amur.
"Apa guna sapu ini untukku ???" tanyanya mencoba mengerti.
"Untuk mengawali hidup barumu dan tugas mengubah takdir hidupmu sebagai Gisela yang lebih baik maka bersihkanlah seluruh ruangan rumah ini dengan menggunakan sapu yang ada di tanganmu", sahut Amur.
Amur melenggang ringan ke arah sofa yang penuh dengan tumpukan baju-baju kotor.
"Mulailah membersihkan baju-baju kotor ini sebelum menyapu bersih ruangan rumah ini, kau mengerti, Gisela !" perintah Amur lalu duduk sembari menggaruk-garuk kepalanya dengan kakinya.
"Apa katamu ???" tanya Gisela semakin tersentak kaget seraya menoleh ke arah sofa yang penuh tumpukan baju-baju kotor dan berbau tidak enak.
"Kerjakan saja tugasmu !" sahut Amur acuh tak acuh.
"Ya, ampun !" pekik Gisela sambil mendongakkan kepalanya ke atas dan menghela keras.
Gisela terlihat kesal sekali dengan kata-kata Amur namun dia tidak dapat menolak perintah harimau putih itu.
"Huft..., ini benar-benar kacau dan sulit dimengerti, bagaimana aku harus mengalami nasib seburuk ini ?" keluhnya.
"Jangan banyak mengeluh karena tugasmu tidak akan pernah rampung dan selesai kamu kerjakan, Gisela !" sahut Amur.
"Tuhan..., dosa apakah yang pernah aku lakukan sehingga aku bernasib sesial ini ???" kata Gisela.
"Ayolah, bersemangatlah, Gisela !" kata Amur.
"Bagaiamana aku bisa melakukan ini semuanya sendirian ?" tanya Gisela murung.
Gisela berjalan menghampiri sofa yang ada di tengah ruangan rumah ini lalu mengambil tumpukan baju-baju kotor yang berbau tidak sedap itu dari atas sofa.
"Dimana harus kubuang semua baju-baju ini ?" tanyanya.
"Jangan dibuang, cuci bersih baju-baju itu karena kamu tidak punya uang sekarang ini !" kata Amur mencoba mengingatkan.
"Ya, Tuhan...", keluh Gisela semakin letih.
"Kau tahu bahwa sebagai Gisela maka kau hidup sangat kekurangan bahkan miskin sekali, berbeda saat kamu menjadi Valeria yang dulu, sangat berkecukupan", kata Amur.
"Apa itu sebuah sindiran untukku ?" tanya Gisela sembari melirik tajam pada harimau kecil.
"Bukan sindiran, hanya sekedar mengingatkan bahwa kau bukan lagi Valeria yang bergelimang harta serta hidup dalam ketenaran lagi melainkan hidup menjadi Gisela sekarang", sahut Amur menegaskan ucapannya sendiri.
"Yeah, aku tahu itu...", jawab Gisela terlihat sedih.
"Jangan sedih, tetaplah bersemangat jalani hari-harimu yang baru, Gisela !" kata Amur.
"Aku akan mencobanya...", sahut Gisela seraya berjalan cepat ke arah ruangan belakang.
Namun sekilas terlihat sudut matanya berair ketika Gisela berlalu pergi sembari membawa tumpukan baju-baju kotor di atas tangannya.
Terdengar suara gaduh dari arah ruangan belakang saat Gisela kesana.
"BRAK !"
Gisela menunduk sedih seusai dia memasukkan tumpukan baju-baju kotor ke dalam ember besar berwarna kuning lalu dia berdiri tepat di depan jendela yang bertirai tanpa berkata-kata.
Tampak kedua pundaknya berguncang keras ketika Gisela tertunduk murung, sepertinya dia sedang menangis meski tangisannya tidak terdengar saat ini sedangkan Amur hanya berdiri mengintip dari balik dinding ruangan.