Farid tidak menyangka jika ia akan bertemu dengan jodohnya yang tidak pernah ia sangka. 32 tahun membujang bukan tanpa alasan. Ia pernah sangat mencintai seseorang namun ia ia dikhianati hingga dirinya terluka dan sulit untuk percaya lagi kepada seorang perempuan. Namun pada suatu saat ada seseorang yang dapat mengetuk hatinya. Siapakah dia? Tentu saja dia yang akan menjadi jodohnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menolak
Farid baru saja sampai di rumah. Ada mobil tamu yang terparkir di halaman samping. Sebenarnya pentingnya sudah tidak enak dari tadi. Namun sebagai anak yang baik, ia harus tetap mematuhi orang tuanya selama itu tidak melanggar agama.
Farid menenteng kantong buah yang dibelinya ke dalam rumah.
"Assalamualaikum."
"Wa'alaikum salam."
"Nah ini dia yang ditunggu sudah datang." Ujar Ummi.
Benar dugaan Farid. Sepertinya ia akan dikenal dengan seseorang lagi oleh orang tuanya.
"Farid, perkenalkan ini Om Yuda, dan ini anaknya Ratih."
Farid pun mendekati Om Yuda dan mencium punggung tangannya. Sedangkan kepada Ratih, Farid hanya menangkupkan kedua tangannya. Ratih pun membalasnya seraya tersenyum.Jika dilihat dari paras dan penampilannya, Ratih adalah gadis yang sopan dan tidak neko-neko.
Farid pun duduk di samping Abinya.
"Farid, Ratih ini lulusan S2 di Al-Azar lho. Sekarang dia mengajar di sekolah Islam sebagai guru Bahasa Arab."
"Oh ya, masyaallah." Jawab Farid, singkat.
Ia sudah tahu maksud Abinya.Namun meski begitu, entah kenapa tidak ada ketertarikan dalam diri Farid terhadap Ratih.
"Farid ini sudah matang sekali usianya Pak Yuda. Sudah waktunya berumah tangga." Ujar Ummi.
Om Yuda adalah teman Abi Fatan semasa di pesantren.
"Oh ya, pemuda sukses sepertinya, seharusnya memang sudah mempunyai pendamping, Bu Nisa."
Telinga Farid sudah mulai gatal mendengar obrolan mereka.
"Farid, abi tidak mau berbasa-basi. Tujuan kami saat ini ingin mengenalkanmu dengan Ratih.
"Tuh kan, benar dugaanku." Batin Farid.
Ratih hanya bisa menunduk malu.
"Iya Farid, kami hanya ingin yang terbaik bagi anak-anak kami. Ya, siapa tahu kalian berjodoh." Sahut Om Yuda.
Tanpa basa-basi mereka menyuruh keduanya untuk ngobrol di ruang tengah. Dengan sangat terpaksa, Farid pin menuruti permintaan mereka. Setidaknya ia sudah mencobanya. Hasilnya, ia serahkan kepada Sang pencipta.
Saat ini Farid dan Ratih duduk di sofa ruang tengah. Mereka duduk berjauhan. Kurang lebih selama tiga menit, belum ada yang angkat bicara. Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing.
"Em, Kak."
"Ratih."
Keduanya bersamaan.
"Kakak duluan saja." Ujar Ratih.
"Usiamu berapa?"
"26, kak."
Farid mengangguk-anggukkan kepala.
"Tadi kamu mau tanya apa?"
"Em... itu, seperti apa kriteria calon istri kakak?"
Farid tidak menyangka jika Ratih akan menanyakan soal pada intinya.
"Saya tidak mematok kriteria. Yang penting hati saya cocok. Karena karakter seseorang itu sebenarnya bisa dibentuk dan dirubah."
"Oh... lalu, menutu kakak. Apa saya...."
"Ratih, maaf. Saya hanya mengikuti keinginan orang tua. Jika boleh jujur, hati saya belum tergugah. Sekali lagi saya mohon maaf. Insyaallah kamu sudah termasuk kriteria calon istri yang baik dan sholeh. Namun sayangnya bukan untuk saya. Semoga kamu menemukan lelaki yang lebih baik dari saya."
"Belum apa-apa dia sudah menolak." Batin Ratih.
Ratih langsung terdiam, dan tidak menyanggah perkataan Farid. Rupanya parasnya yang cukup cantik, serta sikapnya yang lemah lembut belum bisa menggugah hati seorang Farid yang memang katanya susah untuk jatuh cinta. Belum apa-apa Farid sudah menolaknya.
"Mari kita kembali ke ruang tamu."
Farid melangkah terlebih dahulu di depan Ratih.
Orang tua mereka tersenyum penuh harap melihat mereka kembali.
"Bagaimana, apa kalian ada kecocokan?"
"Sebelumnya saya minta maaf, Om, abi, ummi. Sebelum terlanjur, lebih baik saya jujur. Biarlah saya dan Ratih berteman. Kami tidak ada kecocokan. Maaf, jangan tersinggung Om. Ratih wanita yang baik dan insyaallah sholeha. Dia pasti akan menemukan laki-laki yang sholeh."
"Farid, kalian masih baru bertemu satu kali." Sanggah ummi."
"Maaf ummi, Farid tidak ingin memberikan harapan."
Setelah mengucapkan hal tersebut, Farid permisi masuk ke kamarnya karena ia sudah lelah.
Abi dan Ummi Farid hanya bisa menghela nafas panjang dan meminta maaf kepada Om Yuda dan juga Ratih.
"Tolong jangan dimasukkan hati, Yuda. Kita akan tetap menjadi teman."
"Fatan, kamu ini bicara apa. Tentu saja kita akan menjadi teman selamanya. Masa' iya hanya gara-gara anak-anak hubungan kita berakhir. Keputusan Farid sudah benar. Dia berhak untuk menentukan pilihannya. Ratih juga insyaallah nantinya akan menemukan jodohnya. Atau kalau memang nantinya mereka berjodoh, Allah akan persatukan mereka dengan cara Allah, bukan begitu?"
Abi Datang dan Ummi Nisa hanya bisa manggut-manggut. Mereka kembali meminta maaf kepada Om Yuda dan Ratih.
Om Yuda juga tidak ingin memaksakan kehendak. Karena nanti yang akan menjalani adalah anak-anak.
Om Yuda dan Ratih pun pamit pulang. Ummi membawakan mereka buah yang sudah dibeli oleh Farid.
Abi dan Ummi kembali menelan kekecewaan. Harapan mereka memiliki menantu yang sekufu' dengan putranya sirna sudah. Namun mereka tidak bisa menyalahkan Farid.
"Padahal kalau saja Farid suka dengan Ratih, besok kita bisa umumkan pertunangan mereka di acara hari jadi hotel ya, bi."
"Jangan berharap banyak, ummi. Dari awal abi sudah katakan itu. Putra kita susah ditebak. Entah perempuan seperti apa yang dia cari."
"Ya Allah, semoga saja ada seorang gadis yang mengejar-ngejarnya. Biar tahu rasa dia."
"Ummi kok do'anya begitu. Maksud ummi seperti dulu ummi ngejar abi, gitu?"
"Dih, siapa yang ngejar abi?"
"Masyaallah... masa' Ummi lupa?"
Abi tak gentar menggoda ummi sambil menoel perut ummi.
"Dududu.... kalau mau mesraan jangan di sini dong, ummi, abi. Bikin sakit mata saja. " Ujar Faiza yang baru saja datang.
"Mana salamnya cah ayu? Datang-datang kok nyelonong saja." Ujar Abi.
"Sudah ucap salam, bi. Tapi nggak ada yang jawab. Ternyata ada yang lagi pacaran, makanya nggak dengar." Ujar Faizah sambil memanyunkan mulutnya. Tidak lupa ia mencium punggung tangan kedua orang tuanya.
Ummi dan Abi mengulum senyum.
"Bagaimana ospeknya, lancar?" Tanya Ummi sambil mengusap kepala si bungsu.
"Iya, Alhamdulillah cukup lancar. Meskipun ada kakak yang rese'. Huh, melelahkan sekali. Faizah ke kamar dulu ya. Belum shalat."
"Iya sudah, sana."
Sedangkan di dalam kamarnya, Farid baru saja selesai mandi. Lalu ia lanjut shalat Ashar. Setelah itu ia merebahkan diri di atas tempat tidurnya. Pikirannya sedang melanglang buana ke mana-mana. Lamunannya terhenti saat ada suara ketikan pintu.
Tok tok tok
"Abang... boleh msuk tidak?" Pekik Faiza dari luar.
"Hem, masuklah!"
Faizah pun membuka pintu kamar Farid.
"Ada apa?"
"Boleh pinjam laptopnya? Laptopku lagi error."
"Sama kayak orangnya."
"Ish, abang nih. Nggak kebalik tah? Bukannya abang yang error, hehe.... "
"Sudah itu bawa laptopnya. Jangan lupa tutup kembali pintunya!"
"Iya, iya! "
Setelah kepergian Faiza dari kamarnya, Farid kembali melamun. Entah kenapa yang ada di lamunannya sosok Siena.
"Ck.... Siena lag" Lirihnya.
Bersambung....
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
semangaatt teruuss