Gyan Abhiseva Wiguna tengah hidup di fase tenang pasca break up dengan seorang wanita. Hidup yang berwarna berubah monokrom dan monoton.
Tak ada angin dan hujan, tiba-tiba dia dititipi seorang gadis cantik yang tak lain adalah partner bertengkarnya semasa kecil hingga remaja, Rachella Bumintara Ranendra. Gadis tantrum si ratu drama. Dia tak bisa menolak karena perintah dari singa pusat.
Akankah kehidupan tenangnya akan terganggu? Ataukah kehadiran Achel mampu merubah hidup yang monokrom kembali menjadi lebih berwarna? Atau masih tetap sama karena sang mantanlah pemilik warna hidupnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fieThaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
6. Ada Apa Sebenarnya?
Sekesal apapun Gyan kepada Achel, dia masih bersikap baik kepada gadis itu. Sarapan sudah dia pesankan dan diletakkan di atas meja makan. Dia pun menikmati kopi kalengan di ruang makan. Sepuluh menit berselang, Achel tak kunjung keluar dari kamar.
Knop pintu kamar Achel dia buka. Sang gadis masih berada di bawah selimut dengan sangat nyaman.
"Dasar kebo!"
Pintu kamar sudah tertutup kembali. Mata gadis itu terbuka. Dia hanya pura-pura memejamkan mata. Bekas menangis semalam masih kentara di wajahnya. Dan tidak ingin Gyan melihatnya.
Karena ulahnya semalam Gyan benar-benar murka. Setelah memesan makanan untuk Achel, lelaki itu masuk ke kamar dan tak keluar lagi. Sedangkan Achel menikmati makanannya sambil menangis. Bukan karena Gyan, tapi dia merindukan kehangatan dari orang-orang yang dia sayang.
Mendudukkan tubuhnya dan bersandar di kepala ranjang. Masih dengan wajah yang sangat sembab. Melirik ke arah ponsel yang ada di atas nakas. Berharap layarnya hidup karena ada pesan atau panggilan yang masuk. Beberapa detik memandangi, akhirnya layarnya hidup. Achel segera meraih benda pipih tersebut.
"Sarapan ada di meja makan. AWAS AJA ENGGAK LU MAKAN!"
Matanya tetiba berair. Ketika tak ada yang memberikan perhatian kepadanya, lelaki yang selalu menjadi musuh bebuyutannya masih memberikan perhatian dengan cara yang berbeda. Padahal, dia sudah membuat Gyan kesal sekesal-kesalnya.
.
Tengah fokus pada layar laptop, ponselnya bergetar. Kedua alis menukik tajam ketika nama salah satu anggota keluarganya tertera di sana.
"Apa Kak Rega," jawab Gyan dengan segera.
Telinganya terus mendengarkan apa yang dikatakan oleh papinya Achel. Namun, sebuah tanda tanya besar ada di dalam isi kepalanya.
"Iya. Besok Gy temenin."
Gyan masih terus berpikir setelah sambungan teleponnya dengan papi Regara berakhir. Seorang ayah yang dia tahu sangat menyayangi Achel malah seperti tengah menjaga jarak dengan putri semata wayangnya. Harusnya untuk mengantar Achel ke universitas yang akan menjadi tempatnya belajar di negri orang menjadi tugas orang tua. Tapi, malah diberikan kepadanya.
"Ada apa sebenarnya?"
Pertanyaan itu terus berputar sampai jam pulang kantor selesai. Gyan sudah meminta William untuk membatalkan meeting untuk besok.
Tibanya di apartment, di atas meja makan sudah tak ada apapun. Dia melihat ke arah tong sampah di mana bungkus makanan yang dia pesan ketika siang tadi sudah ada di dalam sana. Knop pintu dibuka, dan gadis yang dia cari sedang fokus pada buku yang dia baca.
"Mau makan apa?"
Pandangan Achel beralih. "Terserah Kak Gy aja."
Gyan kembali menutup pintu kamar Achel. Dia pun sudah memesan makanan untuk mereka makan malam. Kini, mereka berdua sudah duduk di ruangan yang sama sambil menyantap makan malam.
"Papi lu tadi telepon. Besok gua yang antar lu ke kampus untuk pengenalan lingkungan di sana."
Achel hanya menganggukkan kepala tanpa menatap ke arah Gyan. Ada sesak di dada di mana sang papi benar-benar marah kepadanya.
"Pulangnya kita nyari laptop dan iPad buat lu belajar." Kembali Achel mengangguk.
Achel sudah tahu karena sang mami tadi mengiriminya pesan yang sama seperti dikatakan oleh Gyan. Jadi, dia tak kaget lagi walaupun hatinya sangat perih.
Hanya keheningan yang tercipta. Gyan semakin menyimpan curiga karena Achel hanya menjawabnya dengan sebuah anggukan tanpa ada satu kata pun yang keluar.
"Achel udah selesai." Gadis itu membawa piring kotor ke wastafel untuk dia cuci. "Achel ke kamar ya, Kak."
Gyan terus memandangi punggung Achel yang semakin menjauh dan kini menghilang di balik pintu. Hembusan napas kasar pun keluar dari mulut Gyan.
.
Gyan dan Achel sudah berada di dalam mobil yang sudah berbelok ke kedai ayam crispy kesukaan Achel. Gadis itupun menoleh ke arah Gyan.
"Sarapan dulu."
Kembali Achel menatap Gyan ketika hendak memesan makanan. Anggukan kepala seperti ijin untuknya makan banyak pagi ini. Wajah ceria Achel membuat Gyan tersenyum teramat kecil.
Gyan adalah lelaki yang sangat bertanggung jawab. Ketika dia diberikan tugas oleh keluarga pasti akan dia lakukan dengan sungguh-sungguh.
"Ketika lu sudah masuk kuliah, ada aturan rumah yang harus lu patuhi," ucap Gyan di tengah sarapan mereka. Achel hanya mengangguk.
Universitas tempat Achel menimba ilmu sama seperti universitas di mana Gyan dulu belajar selama empat tahun. Banyak yang masih mengenal sosok Gyan dan menyapanya. Itu membuat Achel sedikit terpana. Apalagi ketika mendengar Gyan berbicara bahasa inggris yang begitu fasih terdengar sangat seksi.
Gyan dan Achel mengelilingi universitas yang bukan universitas abal-abal. Hanya orang berduit dan pintar yang bisa kuliah di sana.
"Orang tua itu ingin yang terbaik untuk anaknya."
Sebuah kalimat menyentil hati Achel. Pandangannya beralih ke arah Gyan yang berada di sampingnya. Mereka masih berkeliling kampus dengan santai.
"Dan sebuah kesalahan pasti akan ada hukumannya."
Langkah Achel terhenti. Gyan menoleh ke arah Achel yang ada di belakangnya. Tatapannya seakan mengetahui semuanya.
"Percuma menyesal tanpa mau memperbaiki diri."
Menusuk sekali ucapan Gyan. Achel tak bisa berkata apapun. Dan Gyan sudah melanjutkan langkahnya.
Sekarang, mereka sudah berada di sebuah mall. Gyan mengantar Achel untuk membeli laptop serta perlengkapan kuliah.
"Pilih yang paling bagus."
Semuanya sudah Gyan bayar. Achel tak banyak berkata setelah kalimat Gyan yang terus menamparnya. Di dalam mobil arah pulang tak ada perbincangan apapun dari mereka berdua. Hingga sebuah kalimat menghujam jantung Achel dengan sangat dalam.
"Mau ke club enggak? Katanya club di sini lebih menyenangkan daripada di Jakarta."
Gyan segera menatapnya dengan sangat tajam. Sedangkan Achel hanya menundukkan kepala dengan sangat dalam. Suasana pun kembali hening.
Tibanya di rumah, Achel yang baru saja selesai mencuci wajah dikejutkan dengan seorang lelaki yang sudah duduk manis di atas sofa kamarnya. Selembar kertas berikan kepada Achel.
"Peraturan yang harus lu patuhi selama lu tinggal di sini."
Achel menerima kertas itu tanpa ada satupun kata. Bukan peraturan yang Achel lihat, tapi sebuah jadwal kegiatan sehari-hari untuknya.
"Pulang lewat dari waktu yang ditentukan, lu akan kena hukuman." Ketegasan Gyan sudah terdengar. Achel mulai menatap ke arah Gyan.
"Kalau ada jadwal belajar tambahan gimana?" Hati-hati Achel bertanya.
"Lu punya hape yang canggih dan mahal. Masa aplikasi pesan aja lu enggak punya."
Gyan sudah di mode singa. Jika, seperti ini dia seperti melihat sosok sang Wawa yang tengah marah.
"Satu lagi, lu berada di dalam pengawasan gua 1x24 jam. Paham?"
Gyan meninggalkan kamar Achel di mana sang penghuni kamar hanya tersenyum tipis sambil berkata, "ini salah Achel. Achel harus terima semuanya
Sedangkan di kamar yang berbeda, Gyan sudah menghembuskan napas sangat kasar. Setelah tahu alasan kenapa Achel diasingkan otaknya serasa mau pecah.
"Tuh anak ijin ke emak bapaknya buat kerja kelompok, tapi pulang-pulang malah mabok."
Di situlah Gyan mengumpat dengan sangat kesal. Dia tak menyangka jika gadis sepolos Achel bisa melakukan hal itu.
"Kenapa bocah bermasalah gini malah dikirim ke gua? Bukan masukin aja ke Barak."
...***BERSAMBUNG***...
Coba atuh jangan pelit ngasih komentar. 🤧
masih bertanya" dalam hati
adegan agak dewasa
hehehee
lanjut trus Thor
semangat
semangat kak doble up nx💪