Hulya Millicent harus terjebak dalam obsesi cinta seorang bos mafia. Dia bahkan tidak tahu kalau dirinya telah dinikahi oleh sang mafia semenjak usianya baru 18 tahun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35 : Bertemu Sahabat Lama
...•••Selamat Membaca•••...
"Hai, mau berangkat bersama," tawar Alexio pada Alicia, wanita itu sedikit kaget melihat pria itu di depan rumahnya.
"Apa ini kebetulan yang sangat disengaja?" tawa Alicia, Alexio hanya tersenyum, dia juga bingung kenapa semenjak pertemuan pertama dengan Alicia, dia tidak bisa melupakan wanita itu.
"Ya anggap saja begitu, mau berangkat bersama?" Alicia mengangguk, walau pun ini pertemuan kedua antara dirinya dan Alexio, tapi dia merasa sangat dekat dengan pria tersebut.
"Kau tinggal sendiri ya?" tanya Alexio mencairkan suasana.
"Ya begitulah."
"Kalau boleh tahu, kau asli mana?"
"Aku dari Spanyol, aku pindah ke sini sendiri." Alicia menceritakan mengenai hidupnya, keluarganya dan juga kenapa dia bisa sampai di Las Vegas.
"Dexter?" ulang Alexio ketika Alicia mengatakan nama Dexter.
"Jadi hanya dia yang baru menyentuhmu?" tanya Alexio, Alicia mengangguk karena memang itu kenyataannya.
"Aku benar-benar beruntung kenal dengan dia, kalau tidak, mungkin aku akan tetap bekerja pada Madam Elin." Alexio mengangguk, dia kagum dengan semangat Alicia yang berjuang sembuh dan bebas dari seorang mucikari.
Selama di perjalanan, mereka saling bicara hal ringan dan sesekali bercanda untuk memecahkan suasana. Alexio sama sekali tidak mempermasalahkan masa lalu Alicia, dia tetap menyukai wanita itu.
"Terima kasih ya, aku pergi dulu," ucap Alicia sambil membuka pintu mobil, lengannya ditahan oleh Alexio.
"Aku menyukaimu Alicia, dari pertama kali kita bertemu, aku tidak bisa memungkiri hatiku kalau aku menyukaimu," ungkap Alexio sembari menatap lekat wajah Alicia yang saat ini kebingungan.
"Kau tidak sedang bercanda, kan?" tanya Alicia dengan ragu.
"Aku tidak pernah bergurau dengan perasaanku, aku juga tidak pernah mengungkapkan rasa seperti ini sebelumnya pada seorang wanita," jawab Alexio dengan tegas.
"Mm... menurutku ini terlalu mendadak, aku tidak tahu harus menjawab apa."
"Aku hanya mengungkapkan perasaanku saja, tidak menuntut dirimu untuk menerimaku." Alicia tersenyum, dia sendiri juga bingung karena memang tidak menyukai Alexio sama sekali.
"Aku pamit dulu ya." Alexio mengangguk, dia menunggu Alicia memasuki toko terlebih dahulu baru pergi dari sana.
Hari ini Alexio ada janji untuk bertemu dengan Marchel, sahabat yang sudah cukup lama tidak dia temui, terakhir kali bertemu saat pernikahan Marchel dengan Hulya.
Alexio tersenyum saat melihat Marchel duduk berdua dengan Hulya di cafe, pria itu sibuk menyuapi istrinya sedangkan Hulya terus merepet sambil menerima suapan dari Marchel, entah mengenai hal apa.
"Wow, kontras sekali pemandangan mataku kali ini, istrimu dari tadi tidak berhenti bicara," sapa Alexio yang baru saja duduk bergabung dengan Marchel dan Hulya.
"Aku akan kembali melanjutkan obrolan kita nanti, Marchel. Aku baru bicara sampai pertemuanmu dengan wanita tadi dan pembahasan kita belum sampai ke inti dari masalah sebenarnya, sekarang bicaralah dengan Alexio dan aku mau beli ice cream ke toko di depan, bye." Hulya berdiri lalu meninggalkan suaminya dengan Alexio berdua.
"Hulya, ini uangnya tidak dibawa? Bayar ice cream pakai apa nanti?" Hulya yang sudah melangkah langsung berhenti, dia menatap tajam Marchel lalu kembali.
"Aku bisa beli ice cream tanpa uang, kita lihat saja keahlianku ini," ujar Hulya lalu berjalan dengan cepat menuju toko ice cream.
Marchel geleng-geleng lalu menaruh makanan yang tadi dia suapkan pada Hulya di atas meja. Alexio tertawa selepas mungkin saat Hulya sudah pergi dan bertanya, "Ada apa? Kenapa istrimu marah-marah begitu?"
"Biasa, mood-nya sedang berantakan, aku tidak sengaja menabrak seorang wanita saat di mall tadi, semua itu benar-benar ketidaksengajaan. Dia malah mengamuk dan bicara tanpa henti selama dua jam lebih, seperti yang kau lihat tadi," jawab Marchel dengan santai sambil tersenyum. Alexio terpingkal mendengar jawaban Marchel, pria itu juga ikut tertawa mengingat tingkah istrinya sendiri.
"Apa kau bahagia?" tanya Alexio dengan sisa tawanya sambil menghapus air mata yang keluar dari sudut mata tegas itu.
"Sangat bahagia, aku lebih senang melihat dia seperti itu ketimbang dia yang cuek, sedih dan tertekan." Alexio mengerutkan keningnya, selama ini memang dia tidak pernah tahu apa yang telah dijalani oleh Marchel dan Hulya.
"Apa dia sering cuek?" Marchel mengangkat kedua bahunya lalu menyeruput kopi yang dia pesan, Marchel menceritakan apa yang telah terjadi selama ini pada Hulya.
"Kau gila Marchel, padahal masih banyak wanita di luaran sana yang bisa kau jadikan istri, kenapa malah memaksa dia yang jelas-jelas sering menolakmu?" Alexio geleng-geleng kepala dengan sikap Marchel yang memaksa Hulya menjadi istrinya kembali.
"Aku hanya mencintai dia, aku menerima apapun dalam dirinya. Aku menyesal telah membuat dia menderita selama ini, jadi ya lebih baik aku mendengar dia merepet seperti ini daripada mendengar dia menangis," ungkap Marchel sambil tersenyum.
"Kau sendiri, kapan mau menikah?" tanya Marchel.
"Seminggu lagi, aku akan menikah dengan seorang wanita yang cukup kau kenal." Marchel mengerutkan dahinya.
"Siapa?"
"Divya Rana, teman kuliah kita waktu di London, apa kau ingat?" Marchel mengangguk, jelas saja dia ingat karena wanita yang sekelas dengannya hanya delapan orang saja.
"Kenapa kau bisa menikah dengannya? Kapan kalian menjalin hubungan?"
"Kami sudah menjalin hubungan setahun terakhir ini, aku dan dia memutuskan untuk menikah karena kami merasa hubungan kami mulai tidak sehat," jawab Alexio dengan santai.
"Hubungan tidak sehat? Kenapa kau malah menikah kalau hubungan kalian tidak sehat?"
"Dia hamil, aku harus bertanggung jawab bukan." Marchel tertawa.
"Dasar bodoh, ya jelas kau harus bertanggung jawab. Kenapa kau tidak main aman saja kalau tidak mau segera menikah?"
"Aku dan dia tidak pernah tidur bersama, dia hamil anak pria lain dan aku terpaksa harus menikahi dia karena permintaan dari ayahnya, kau tahu sendiri kalau aku berhutang nyawa pada ayahnya dan berjanji untuk mengikuti apapun yang ayahnya katakan," jawab Alexio, wajahnya tiba-tiba menjadi sendu.
"Jangan bodoh Alexio, kau tidak bisa menikah hanya karena kau utang budi, kau tidak akan bahagia nanti, kau mau memangnya membesarkan anak yang bukan darah dagingmu?"
"Aku tidak masalah, yang menjadi masalah itu, aku tidak mencintai Divya, aku mencintai wanita lain, wanita yang selama satu bulan ini selalu aku pantau." Marchel melipat tangannya di atas meja, dia sedikit rumit mendengar cerita temannya.
"Ceritalah pelan-pelan, aku bingung."
"Oke, aku akan cerita dari awal padamu, kau kan tahu kalau aku berhutang nyawa pada ayah Divya, dia sudah menyelamatkan kedua orang tuaku dari penyerangan musuhku saat aku berada di Belanda. Aku menyampaikan rasa terima kasih padanya dan dia mendekatkan aku dengan Divya, awalnya aku hanya iseng dan ternyata Divya menyukaiku, kami mulai pacaran, hubungan kami cukup rumit karena memang aku tidak menyukai dia." Alexio berhenti lalu meminum minumannya.
"Divya sangat posesif serta terlalu membatasi gerakku, dia suka marah-marah tidak jelas dan kata-katanya begitu kasar, dia juga sering clubbing dan dibungkus beberapa pria, aku pernah menyaksikannya sendiri. Hingga saat di mana dia hamil dan menuntutku untuk bertanggung jawab, awalnya aku tidak mau tapi karena ayahnya memohon, aku terima." Marchel menjatuhkan rahangnya, mengingat betapa bodohnya Alexio yang terjebak dengan hubungannya sendiri.
"Kau bodoh, kenapa harus terima begitu saja hah? Sudah jelas dia sering tidur dengan pria lain, masih saja kau terima."
"Ya bagaimana lagi, anggap saja itu nasib burukku."
"Lalu wanita yang kau incar itu?"
"Sebulan yang lalu, aku tidak sengaja bertemu dengan seorang wanita, dia sangat manis, cantik dan lembut. Aku selalu mengikuti dia, lebih tepatnya aku menguntit. Namanya Alicia dan aku baru berani menunjukkan diriku padanya beberapa hari ini dan tadi pertemuan kami yang kedua." Marchel mengangguk, dia mengerti sekarang.
"Menurutku, lebih baik kau batalkan saja pernikahanmu dengan Divya, kau tidak akan bahagia Alexio. Kau kan tahu sendiri Divya itu bagaimana? Dia keras kepala dan sangat angkuh, kau akan diinjak olehnya nanti."
"Aku akan pikirkan lagi, masih ada waktu satu minggu untuk membatalkan pernikahan ini." Alexio tersenyum, Marchel mengerti dengan senyuman temannya itu.
"Jangan sampai aku mendapat undangan yang tertera namamu dan dia." Alexio hanya tertawa lalu menyeruput minumannya.
Hulya kembali membawa tiga buah ice cream, dia duduk dengan tenang di samping Marchel, dari tatapannya, Marchel seakan tahu kalau istrinya sudah bikin ulah.
"Apa kamu berhutang di toko ice cream itu?" tebak Marchel.
Menggeleng. "Tidak, ice cream ini bayarnya tidak pakai uang." Marchel menatap bingung istrinya.
"Terus?"
"Aku jual kamu, ya bayarannya kamu sayang."
"Maksud kamu?" Marchel membulatkan matanya.
"Nanti kamu akan tahu, tunggu saja."
Selang lima menit, seorang wanita hamil datang menemui Hulya dan Marchel di cafe. Hulya tersenyum lalu menatap suaminya, Marchel seakan tahu kalau dia dijahili oleh Hulya.
"Nah sayang, ini istri dari penjual ice cream, dia mau kamu usap perutnya biar anaknya nanti tampan," ujar Hulya sembari tersenyum senang.
"Aku masih tidak mengerti sayang." Marchel terlihat bingung dengan semua ini, Alexio sedari tadi hanya tersenyum karena mengerti apa yang dilakukan Hulya.
"Jadi begini, aku tadi beli ice cream, aku tidak ada uang, melihat dia hamil aku tawarkan sesuatu, aku bilang padanya begini, 'suami aku tampan luar biasa, jadi kalau wanita hamil diusap oleh pria tampan, nanti anaknya juga akan tampan' dan kebetulan sekali anak dia laki-laki, begitu sayang," Marchel menjatuhkan rahang kokohnya dan melotot, dia tidak menyangka kalau istrinya sejahil itu.
"Kamu tukar aku dengan ice cream?"
"Anggap saja itu hadiah dariku, bukan kamu yang aku tukar, aku hanya menjual jasa usapan tanganmu."
"Hadiah apaan begitu sayang?"
"Sudah jangan bawel, usap perutnya." Marchel menghela nafas, dengan berat hati, dia mengusap perut wanita penjual ice cream tersebut.
"Terima kasih ya," ucap Hulya setelah wanita itu puas dengan usapan tangan Marchel di perutnya.
Marchel menciumi pipi Hulya dengan gemas lalu mencubitnya, Alexio tertawa terpingkal melihat tingkah istri sahabatnya itu, memang Hulya sangat tidak bisa ditebak ulahnya.
...•••BERSAMBUNG•••...