Cek IG ku ya fitrianiyuri_
Nandira Putri, Gadis berusia 20 tahun. Dia berasal dari desa dan mengadu nasib ke Jakarta demi sesuap nasi agar bisa membiayai kehidupan keluarga nya. Dia diterima bekerja disebuah hotel mewah bintang lima dengan gaji yang lumayan besar. Namun suatu hari insiden dan kejadian tidak disengaja dan sebuah kesalahpahaman membuat gadis itu harus terikat pernikahan kontrak dengan seorang pria yang tidak dia kenal.
Nathaniel Kennedy Hormes, pria berusia 33 tahun adalah seorang Presdir disalah satu perusahaan ternama. Namanya melejit tinggi karena bisa mengembangkan perusahaan hanya dalam waktu singkat. Kejadian tidak sengaja serta kesalahan pahaman membuatnya harus terikat pernikahan dengan gadis desa yang begitu lugu. Satu-satunya gadis yang tidak kenal dirinya.
Bagaimana kah kisah pernikahan tak disengaja itu?
Apakah benih-benih cinta akan tumbuh?
Atau mereka akan berpisah setelah enam bulan berlaku?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FitrianiYuriKwon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Makan bersama pertama
Happy Reading 🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹
"Mas sudah makan siang?". Tanya Nandira
Nathan menggeleng karena memang dia belum makan. Pria ini selalu lupa untuk menjaga pola makannya. Selain kesibukan bekerja karena tidak ada juga yang selalu mengingatkan dirinya.
"Ya sudah Mas, aku masak dulu yaaa?". Nandira berdiri dari duduknya.
"Awww". Rintihnya hampir terjatuh.
"Pelan-pelan". Nathan langsung menangkap tubuh istrinya itu.
Untuk sesaat pandangan tatapan keduanya terkunci. Nathan menatap bola mata Nandira yang begitu meneduhkan hati.
"Terima kasih Mas". Nandira melepaskan diri dari pelukan Nathan
Nathan mengangguk namun canggung. Dia tidak tahu kenapa dia secanggung ini saat berdekatan dengan Nandira. Apa karena dia tidak pernah dekat wanita sebelumnya?
"Apa kau bisa? Bukankah kaki mu masih sakit?". Cecar Nathan ikut berdiri
"Tidak apa-apa Mas. Aku baik-baik saja". Senyum Nandira "Mas setelah ini aku akan mencari pekerjaan. Tapi kira-kira apa ada yaa yang mau menerima lulusan SMA seperti ku? Atau dikantor Mas masih butuh karyawan, tukang ngepel lantai juga tidak apa-apa Mas?". Ucap Nandira menatap Nathan penuh harap.
Nathan terdiam sejenak. Dia sama sekali tidak mengizinkan gadis ini bekerja. Namun Nandira terus memaksa, dia jadi tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka belum saling kenal. Nathan bukanlah pria yang tega pada wanita.
"Nanti aku pikirkan". Sahutnya sambil tersenyum.
"Terima kasih Mas". Senyum Nandira.
"Ya sudah aku masak untuk makan siang dulu yaaa".
"Tidak usah. Suruh pelayan saja". Cegah Nathan.
"Istirahat lah, nanti aku akan memanggil mu jika makanan nya sudah siap". Nathan memang tidak suka ditolak baginya apapun yang dia perintahkan harus segera dilakukan.
Nandira menurut saja tanpa membantah lagi. Dia selalu ingat pesan Ayahnya untuk menghormati orang yang lebih tua darinya.
"Terima kasih Mas".
Nathan mengangguk lalu keluar dari ruangan istrinya. Pria itu bernafas lega ketika tidak terjadi sesuatu pada Nandira.
Sedangkan Nandira kembali duduk dibibir ranjang. Lututnya memang perih dan sakit.
"Awww, kenapa perih yaaa? Padahal sudah diobati juga". Gerutunya "Hiks Ayah, Bunda. Kaki Dira sakit". Renggeknya sambil menyeka air matanya "Untung Mas Nathan tidak marah. Kalau dia sampai marah mati aku". Ujarnya
.
.
.
.
.
Nathan dan Nandira duduk dikursi meja makan. Makanan tersedia sangat banyak. Nathan sengaja memerintahkan para pelayan untuk memasak makanan istimewa khusus untuk istrinya itu. Dia ingin Nandira makan makanan bergizi. Karena tubuh istrinya ini tampak kurus.
"Makanlah". Senyum Nathan.
"Wahh Mas, kenapa banyak sekali makanan ini? Memangnya kita mampu makan semuanya?". Nandira bingung sendiri.
"Kalau tidak habis buang saja". Sahut Nathan santai.
"Ck, tidak bisa begitu Mas. Kata Ayah, jangan buang makanan nanti nasi nya menangis". Jelas Nandira.
Nathan heran, Nandira selalu saja menyebut "Kata Ayah" sedekat apa Nandira dengan Ayahnya itu? Nathan benar-benar penasaran.
"Mas bagaimana kalau kita ajak saja para pelayan makan disini? Pasti seru Mas makan ramai-ramai". Ujar Nandira "Kalau dikampung ku kami selalu makan bersama. Walau pun tidak ada sayur rasanya tetap lezat". Imbuhnya.
"Biar mereka makan belakangan saja yaa. Kita makan duluan". Nathan sebenarnya tidak suka berisik dimeja makan. Dia selalu makan dengan tenang dan tidak mau diganggu.
"Kenapa begitu Mas? Biarkan saja mereka makan disini. Kalau makan bersama itu nafsu makan kita pasti bertambah". Celoteh Nandira.
Nathan menghela nafas panjang. Mau ditolak pun Nandira akan tetap memaksa.
"Ya sudah ajaklah". Sahut Nathan mengalah.
"Terima kasih Mas".
"Mas Aris, bawa yang lain ikut makan bersama kita yaaa?". Ujar Nandira.
"Baik Nona". Aris mengangguk dengan senyum kikuk.
Aris memanggil para pelayan agar ikut makan bersama mereka. Mereka saling senggol-senggolan untuk menyuruh siapa yang duduk duluan.
Nathan menjadi malas. Rasanya dia tidak berselera untuk makan. Tapi tidak bisa juga menolak permintaan Istrinya itu.
Para pelayan duduk dikursi meja makan dengan kepala menunduk. Mereka tidak berani melihat wajah dingin Nathan. Nasi itu pun rasa nya tidak bisa ditelan.
"Ayo Bibi, Paman. Silahkan dimakan yaa. Jangan malu-malu." Seru Nandira.
"Mas mau aku ambilkan?". Tawar Nandira
"Boleh". Nathan selalu tak bisa menolak permintaan istri nya itu.
Aris tersenyum hangat. Seandainya pernikahan mereka ini sungguhan, pastilah terlihat manis dan romantis.
Jujur saja, Aris lelah mengikuti kegilaan Nathan dalam bekerja. Pria itu seperti tak ada waktu untuk mengurus masalah asmara. Tapi semoga Nandira adalah gadis yang tepat untuk Nathan. Namun lagi-lagi pernikahan ini hanya sebuah kesalahpahaman.
Aris berharap, hubungan Nathan dan Nandira langgeng sampai maut memisahkan dan mereka membatalkan surat kontrak nikah itu.
"Cukup Mas?".
"Cukup". Sahut Nathan.
"Mas Aris, silahkan dimakan Mas". Suruh Nandira.
"Terima kasih Nona". Sahut Aris.
Ini adalah pengalaman pertama mereka makan semeja dengan Nathan bahkan termasuk Aris.
Aris tidak pernah makan bersama Nathan selama dia menjadi asisten pribadi pria itu. Nathan tipe orang tertutup, dia sudah biasa dengan kesendirian sehingga makan pun dia lebih memilih sendiri. Tak jarang Nathan menolak ajakkan makan malam bersama para kolega bisnisnya karena dia tidak suka diganggu saat makan.
Nandira makan dengan lahap, padahal tadi dia baru juga selesai makan. Sementara yang lain makan dalam diam. Takut berisik karena Nathan tidak suka berisik.
"Kau lapar?". Nathan tersimpul.
"Iya Mas. Sangat lapar". Sahut nya dengan mulut penuh makanan hingga wajahnya terlihat lucu dan menggemaskan.
"Makanlah yang banyak supaya kau cepat besar". Nathan terkekeh
"Aku sudah besar Mas. Hanya saja badanku yang kecil". Sahut Nandira.
Nathan juga makan dengan lahap. Benar juga kata Nandira kalau makan ramai-ramai itu dapat menambah nafsu makan.
.
.
.
.
Nathan membaringkan tubuhnya keatas kasur king size milknya. Senyum pria itu mengambang saat mengingat wajah polos Nandira.
"Aku perintahkan Aris saja untuk mencari identitas nya". Nathan mengotak-atik ponselnya.
Nathan kembali menatap langit-langit kamarnya. Sejak kecil dia sudah kehilangan kedua orangtuanya dan harus hidup dengan Kakek dan Neneknya dan Tuhan pun mengambil kedua orang itu darinya. Dia harus membesarkan adiknya seorang diri dan hidupnya dipenuhi dengan bekerja.
"Nandira". Gumamnya
"Selain polos, dia juga lucu. Tapi terlalu muda. Aku akan siapkan harta gono-gini untuk nya. Gadis baik seperti nya harus diperlakukan baik juga. Walaupun masih muda tapi dia sungguh menghargai ku. Dan uniknya dia sama sekali tidak tahu siapa aku". Nathan terkekeh sendiri.
Kembali pria itu menghela nafas panjang. Nathan melirik foto yang terletak diatas nakas. Foto masa kecil nya ketika masih memiliki orang tua lengkap.
Pria itu meraih foto yang dia pajang disana.
"Dad. Mom". Lirihnya mengusap foto itu dengan penuh kerinduan.
Bersambung...