Setelah menikah, Laura baru tau kalau suaminya yang bernama Brian sangat posesif, bahkan terkadang mengekang, semua harus dalam pengawasannya.
Apakah Laura bahagia dengan Brian yang begitu posesif? akankah rumah tangganya bisa bertahan? sejauh mana Laura tahan dengan sikapnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon israningsa 08., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
My posesif husband. 21.ke dokter
Dua bulan kemudian.
Laura merasa aneh pada tubuhnya, ia merasakan keram di bagian bawah perutnya. Ia kemudian menatap kalender dari layar ponsel. lima hari? nafasnya berubah pendek, jari-jarinya gemetar menyentuh layar.
Ia mencoba menenangkan diri, menyusun kemungkinan. Apa karena stress, kelelahan, kekurangan hormon, pola makan? Tapi semakin dia memikirkannya semakin pula fikiran itu melompat ke suatu hal.
"Apa aku hamil ya?" Fikirnya bergumam, tubuhnya tak bisa berbohong, jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.
"Ada apa sayang?" Tanya Brian yang baru saja keluar dari kamar mandi.
"Mas! Aku udah 5 hari nggak mens! Kayaknya aku hamil!"
Senyumnya merekah begitu lebar, seperti matahari pagi yang begitu cerah saat ini. "Kamu serius sayang?"
"Belum jelas sih mas! Aku juga nggak punya testpack jadi nggak bisa di cek!"
"Ya udah! Kita siap-siap sekarang!"
"Ehh mau kemana?"
"Ke dokter kandungan! Ayo.... "
"Biar aku pergi sendiri mas! Kamu kekantor aja!"
"Nggak! Aku harus ikut! Kamu siap-siap sekarang... Setelah dari dokter baru aku kekantor!"
Laura menurutinya, dia mulai mengganti baju. Setelah berganti pakaian Brian malah menyoroti pakaiannya.
"Itu terlalu ketat sayang... Ganti!!"
"Tapi ini bagus lohh mas!"
"Enggak, aku bilang ganti ya ganti! Lain kali aku nggak mau kamu pake baju itu lagi!"
Laura melongo tak berdaya mendengarnya.
***
Dalam perjalanan Brian beberapa kali melirik Laura sambil tersenyum tipis, dalam hati berulangkali memanjatkan doa berharap hari ini ada kabar baik.
Begitu pula Laura, i meraba permukaan perutnya yang masih datar, menggigit kecil bibir bawahnya sambil menatap keluar jendela, ada harapan yang menyelinap diam-diam tapi juga ketakutan yang tidak bisa ia abaikan.
"Semoga saja tuhan..." ia memejamkan mata, sekali lagi berusaha untuk tenang di tengah gemuruh fikirannya.
Ketika tiba dirumah sakit besar, Laura tak langsung menemui dokter sebab harus mengantri menunggu giliran.
Brian maunya ingin memeriksakan Laura pada kenalannya yang seorang dokter kandungan tapi ia menolak dengan alasan malu jika hasilnya tidak sesuai ekspektasi.
Mereka berdua duduk didepan ruangan, tampak Brian lebih tegang daripada Laura. Jemarinya sibuk saling meremas. Tatapannya terpaku pada pintu berharap seorang perawat keluar untuk memanggil nomor antrian miliknya.
"Mas! Aku takut... Gimana kalau bukan hamil? Atau jangan-jangan aku punya penyakit serius?!
"Nggak boleh ngomong gitu!"
"Tapi aku serius loh mas!"
"Harus positif thingking sayang... Kalau belum hamil itu artinya belum saatnya, lagian kita juga belum lama nikahnya... Kita masih punya banyak waktu buat bikin heheh!" Bisik Brian mencoba menenangkan Laura.
"Nomor 34 silahkan masuk!"
Hingga akhirnya tibalah nomor antrian Laura. Mereka berdua masuk menemui dokter, "Selamat pagi bu! Pak! Silahkan duduk... Ada yang bisa dibantu?"
"Pagi dok!" Ucap pasangan itu bersamaan sambil terduduk.
"Dok istri saya perutnya katanya kram!" Kata Brian mencerocos dengan muka datarnya.
Laura langsung memberikan tatapan sinis, lalu mencolek Pinggul Brian, "Mas, biar aku yang ngomong!" Bisiknya.
"Begini dok! Kan biasanya menstruasi saya itu teratur biasanya 28 hari, paling udah bersih itu hari ke 7 tapi ini saya udah 5 hari nggak mens dok! Terus perut bagian bawah saya kram, jadi saya cari tau di google katanya itu salah satu ciri-ciri hamil!" Jelas Laura.
"Ehm... Apa sebelumnya udah testpeck?"
"Belum dok!"
"Kalau begitu! Kita tes urine dulu yah.... "
Dengan cepat Laura mengangguk, lalu melakukan tes urine. Jujur saja jantungnya berdegup sangat kencang, ada perasaan takut dan cemas menyelimuti dirinya.
Setelah selesai, testpeck lalu di masukkan kedalam air seni milik Laura. Hingga beberapa menit kemudian dokter mengangkat testpeck tersebut.
"Kalau garis merahnya dua itu artinya positif ya bu!" Ucap dokter tersebut.
Satu garis merah sudah terlihat jelas di permukaan testpeck namun garis yang kedua tak kunjung menampakkan dirinya, Laura cemas detak jantungnya berdetak lebih cepat dari sebelumnya.
Ia kembali duduk disamping Brian sambil sedikit tertunduk, Brian menoleh, "gimana?" Bisiknya yang hanya di jawab gelengan kepala.
Brian memegang tangan Laura, sangat dingin rasanya, Brian tau betul kalau istrinya sangat gugup dan cemas.
"Bagaimana hasilnya dok?"
"Maaf pak, bu, hasilnya negatif... Sepertinya ibu Laura terlambat menstruasi karena pengaruh stress atau kelelahan dan itu juga yang menbuat perut ibu Laura kram! Jadi saya sarankan agar lebih banyak istirahat!"
"Jadi karena pengaruh stress ya dok? Bukan hamil?" Kata Brian.
"Iya pak!"
"Ehm... Tapi rahim istri saya sehat-sehat aja kan Dok?"
"Kalau soal itu pak! Harus dilakukan pemeriksaan secara mendetail lagi, bisa dari pemeriksaan USG agar nantinya kita bisa mendiagnosa rahim ibu Laura.
"Ehh kalau begitu sekarang aja dok!"
Laura yang tadinya tertunduk kini mendonggak lalu menatap dokternya, "Lain kali aja dok! Saya belum mau di periksa USG, terimakasih! Ayo mas.... "
Laura menarik keras lengan Brian. Tak peduli kalau dokter dan seorang perawat melihatnya.