NovelToon NovelToon
Two Bad

Two Bad

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Selingkuh / Murid Genius / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Bad Boy
Popularitas:701
Nilai: 5
Nama Author: Aalgy Sabila

"Yang kalian lakukan salah."

Baik Meyra maupun Fero tidak mempedulikan apa yang mereka lakukan itu salah atau benar. Yang mereka tau ialah mereka senang dan puas karena melakukan hal yang mereka inginkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aalgy Sabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Miss You

◻️◻️◻️

"Samperin sana. Udah seminggu gak ketemu, kasian. Tadi juga dia nanyain lo," ujar Varidza sambil menyandarkam tubuhnya pada sandaran ranjang.

Mayra mendesis kesal. Kenapa kedua temannya malah menggodanya seperti ini. Bahkan Annisa saja yang pendiam malah ikut menggodanya.

"Kalau kangen jangan ditahan." ucap Annisa datar.

Sedari mereka sampai, Varidza terus saja menanyainya tentang sesuatu yang terjadi antara Fero dan Mayra. Sudah beberapa puluh menit, tetap saja yang mereka bahas hanya hal itu. Memang tak ada kerjaan sama sekali mereka.

Mayra berdiri dengan tegas. "Ok, fine. Gue bakal samperin Fero."

Varidza tersenyum simpul. "Nah gitu dong."

Mayra mendelik tajam. Ia berlalu begitu saja dari hadapan mereka berdua. Sesuai keinginan mereka, Mayra akan pergi ke apartemen Fero untuk melepas rindu—eh?

Mayra sempat mendengar Varidza terkikik dan Annisa yang terkekeh sebelum dirinya benar-benar pergi dari apartemen Varidza.

Namun setelah berada tepat di depan pintu apartemen Fero, ia malah terdiam. Tak lama kemudian mondar-mandir selama beberapa menit, sampai kakinya terasa pegal.

"Mayra kenapa lo jadi malu-malu gini?" gumamnya.

Akhirnya Mayra putuskan untuk mengetuk pintu saja. Eh, kok malah ngetuk? Ralat, mencet bel. Kok Mayra jadi bego gini sih?

Efek lama gak ketemu Fero kali ya.

Awalnya satu kali.

Dua kali.

Tiga kali.

Empat kali.

Lima kali.

Dan entah yang ke berapa kalinya Mayra memencet bel masih tak ada yang menjawab sama sekali. Sial! Kemana perginya Fero? Bukankah tadi ia masuk ke dalam apartemennya!?

Mayra mulai kesal. Ia memencet bel terus menerus sambil berteriak-teriak memanggil Fero.

"FERO! BUKA PINTUNYA!"

Masih tak ada yang membukakkan pintu untuknya?

Mayra gedor saja pintu apartemen itu.

"FERO! BUKA PINTUNYA!"

Tak lama kemudian yang dirindukan membukakkan pintu apartemen. Dengan muka bantalnya Fero memandang malas Mayra.

Oh dear ... kenapa Fero bisa setampan itu?

Mayra mengangakan mulutnya. Ia yakin sekarang air liurnya menetes kalau Fero tak segera menutup mulutnya.

Wajah tanpa ekspresi dilayangkan Fero pada Mayra.

Mayra cemberut kesal, "Kok lempeng lagi sih? Mentang-mentang seminggu gak ketemu jadi kayak gini lagi?"

Fero menghela napas, pening di kepalanya belum menghilang karena tidur yang hanya sebentar ditambah rasa kesal tidur siangnya diganggu masih memenuhi otaknya.

"Ngapain?"

Mayra menghentakkan kakinya kesal. "Mau ketemu lo lah, apalagi?"

Fero mendengus. "Ganggu."

Mayra semakin mengerucutkan bibirnya. "Emangnya lo gak kangen sama gue?"

Fero tidak bergeming. Kewarasannya menghilang kemana hingga di dalam pikirannya—ia inginbmelumat bibir mengerucut itu sampai kehabisan napas, sekaligus sebagai awal pertemuan penuh rindu. Sial! Kenapa jadi ke sana?

Fero menggelengkan kepalanya.

"Lo kenapa?" tanya Mayra heran, tak ada bibir mengerucut yang membuat Fero ingin melumatnya—sial!

Enyahkan pikiran kotormu Fero. Batinnya.

"Masuk."

Kenapa bisa kata itu yang meluncur dari bibirnya?

Dengan sumringahnya Mayra melenggang masuk ke dalam apartemen Fero, tak curiga apapun, tak takut apapun, tak tahu kalau bahaya akan datang kapan saja dengan masuk ke dalam sana.

Mayra mengamati sekelilingnya. Tak beda jauh dengan apartemen Varidza, hanya saja furniture di tempat ini lebih manly dan simple.

"It's a good place." gumam Mayra kagum. Namun ....

Hachim.

Mayra menutup mulut dan hidungnya seketika. Hunian ini ada debunya, walaupun hanya sedikit dan mungkin saja tak kasat mata, tapi Mayra sensitif sekali dengan debu.

"Sorry, tukang bersih-bersihnya lagi libur."

Mayra berlari ke luar dari apartemennya sambil bersin yang tak ada henti-hentinya dan membuka apartemen Varidza begitu saja.

Meninggalkan Fero dengan pemikiran anehnya. Kenapa dengan Mayra? Ia rasa apartemennya tak sekotor itu hingga membuat Mayra bersin-bersin.

Apartemen ia kelilingi dengan teliti sambil mengendus-endus layaknya anjing. Namun tak ada yang dapat membuatnya bersin maupun terganggu dengan tempat tinggal yang ia tinggalkan selama beberapa hari ini. Lantas mengapa Mayra sebegitu sensitifnya hingga pergi dari apartemennya—seolah di dalam apartemennya ada wabah yang kapan saja bisa membunuhnya.

Fero mengusap telinganya seketika saat mendengar dengungan keras yang berasal dari dapur. Apalagi ini?

Bergegas ke dapur adalah hal pertama yang Fero lakukan dan hal kedua yang akan dilakukan ialah—sial!

Sejak kapan Mayra kembali ke apartemennya dengan pakaian seperti itu?

Apa yang sebenarnya yang Mayra lakukan?!

Tau ada yang mengawasi Mayra menoleh pada Fero. Ia tersenyum di balik masker yang ia kenakan dan berujar.

"Jangan sampai debu yang bertebaran menghalangi kita untuk bersama dan melepas rindu."

◻️◻️◻️

Setelah selesai membersihkan seluruh apartemen Fero dengan seluruh jiwa dan raga—memastikan tak ada satupun debu yang dapat membuatnya bersin, Mayra memeriksa isi kulkas di dapur dan mengambil apa saja yang masih ada. Karena sepertinya Fero harus segera kembali berbelanja untuk memenuhi isi kulkas yang mulai kosong. Nanti ia akan mengajak Fero untuk berbelanja, sepertinya akan menyenangkan.

Membayangkannya saja sudah membuat Mayra tersenyum lebar.

"May ... "

Mayra menoleh cepat pada Fero, masih dengan senyum yang menghiasi wajahnya.

"Lo ... gak gila kan?"

Spontan Mayra menjambak rambut Fero—yang berdiri tepat di sebelahnya.

"Gila lo bilang?! Cewek cantik kayak gue lo katain gila? Lo sinting?"

Fero balik menatap tajam pada Mayra dan melepaskan tangan Mayra yang menjambak rambutnya—ia kunci tangan Mayra di balik tubuhnya.

"Apa lo bilang? Sinting?" bisik Fero tajam, tatapannya menusuk dalam—seakan dengan tatapannya itu dapat menyakiti Mayra dengan perlahan.

Mayra mengerjap, Fero yang seperti ini lebih menakutkan dari Fero yang dingin. Nyalinya langsung ciut melihatnya. Oh boy, sejak kapan Mayra punya rasa takut? Ia menggeleng dan menepis rasa itu dengan berujar lantang.

"Lo yang ngatain duluan gue gila! See? Lo sendiri marah gue katain sinting!"

Fero mendengus dan melepaskan Mayra.

Mayra cemberut kesal. Udah capek-capek beresin apartemennya, malah dikatain gila. Padahal semua barang-barang buat bersihinnya Mayra angkut dari apartemen Varidza. Udah pake baju kayak petugas kebersihan lagi, sumpek, gerah. Pokoknya capek deh, malah dikata-katain! Gak kesel gimana Mayra?!

"Okay. Gue minta maaf," kata Fero.

Mayra mendengus dan mengangguk.

"Belanja yuk Fer," ajak Mayra dengan senyum lebar.

Semudah itukah mood Mayra dapat berubah? Fero heran dengan itu. Mayra itu orangnya baperan, tapi mudah melupakan.

Ngomong-ngomong soal Mayra yang mengajaknya berbelanja, sepertinya ia memang harus berbelanja melihat kulkasnya yang ternyata sudah kosong. Biasanya Mommy yang selalu mengisi kulkasnya sebulan sekali. Walaupun Fero tak sering memasak, sehingga petugas kebersihan yang datang setiap bulan yang akan membawa sisa bahan makanan yang masih layak konsumsi.

Tak sadar Fero mengangguk, mengiyakan ajakan Mayra tadi.

———

"Bentar, lo bawa duit kan?"

Fero menggeleng.

Wajah Mayra merengut, "Terus gimana ceritanya kita udah ada di depan supermarket, tapi gak bawa duit?! Kalau kita balik lagi juga gak bakal dibiarin pergi karena harus bayar parkir!"

"Kan lo yang ngajak berarti lo yang bayar," ucap Fero kalem.

"Sialan!"

Fero berjalan melewati Mayra dan masuk ke dalam supermarket lalu mengambil troli.

"Bule, jangan malu-maluin ah, gue gak bawa uang sama sekali. Kita kabur aja yuk! Tinggalin mobil lo di sini, besok ambil lagi." Mayra menarik kaos yang Fero kenakan.

Sebenarnya Mayra memang tak membawa apapun selain tubuhnya dan ponsel yang berada dalam saku hotpantsnya, karena tadi setelah Fero menyetujui usulnya—keduanya langsung bergegas ke basement menaiki mobil yang jarang Fero kendarai hingga sampai di supermarket, seperti sekarang.

Senyum geli tersungging di bibir Fero. "Gue gak bilang kalau gue gak bawa kartu debit."

◻️◻️◻️

Mayra meraih segala cemilan yang ia sukai dalam jumlah banyak. Pokoknya gue gak mau tau, gue kesel sama Fero. Sekalian aja gue bikin bangkrut! Rutuk Mayra dalam hati.

Btw, ada yang bisa menjawab—memangnya Fero bisa bangkrut?

Belanjaan mereka—semua makanan, buah-buahan, minuman, dam sebagainya hampir mencapai dua troli atau memang lebih. Ya, lebih dari dua troli karena disatukan dengan belanjaan untuk memenuhi kulkas Fero. Bahkan saat di kasir mereka menghabiskan waktu sekitar setengah jam untuk menghitung semua belanjaan mereka yang banyaknya dua gunung troli dan satu keranjang.

Kalau dilihat Mayra, sepertinya kasir itu sudah pegal sampai meminta bantuan pada satu orang kasir pria yang tangannya suka melambai-lambai tak jelas dan sekarang memberikan senyum genit pada Fero. Mayra mendelik tajam pada kasir itu, namun sama sekali tak diindahkan. Karena kasir itu sibuk menatap Fero dengan penuh damba. Dasar kasir genit!

Fero menoleh saat tanpa sadar Mayra melingkarkan tangan pada lengannya. Ia tersenyum geli, tadi saja misuh-misuh gak jelas sekarang malah bersikap seperti wanita yang pacarnya takut direbut. Ia menyukai Mayra yang seperti ini.

"Mau gue masakin apa?" tanya Mayra dengan senyum yang senantiasa tersungging di bibirnya.

Saat ini keduanya sudah berada di apartemen Fero. Mereka berdua berkolaborasi menyusun seluruh belanjaan ke dala kulkas. Semuanya banyak sekali, lebih dari lima kresek besar. Fero menata di kulkas sebelah kanan dan Mayra di sebelah kiri.

"Apa aja."

"Bener nih? Takutnya ada makanan yang bikin lo alergi gitu?"

Fero mengambil beberapa buah pisang ke dalam kulkas. "Semua bahan yang kita beli, gak ada yang bikin gue alergi."

Mayra mengangguk dan berjongkok—untuk mengisi kulkas bagian bawah. "Kalau gitu, gue mau masak cumi saus tiram sama kulit ayam crispy. Lo yang bikin minumnya, gue mau jus buah naga."

Fero mengangguk saja. Lalu mereka mulai membagi-bagi tugas. Karena membuat jus hanya memerlukan waktu beberapa menit alhasil Fero hanya terdiam mengamati Mayra setelah tadi memasukan jus buah naga ke dalam kulkas agar saat mereka makan nanti jusnya lumayan dingin. Mayra tampak menguncir rambutnya dengan asal, sweater sudah ia tanggalkan berganti dengan kaos pendek, tangannya begitu lihai dalam memotong beberapa bahan-bahan yang akan dimasak.

"Jangan liatin gue ntar cinta gak tanggung jawab. Mending bantuin gue potong bawang," ujar Mayra sambil melirik singkat pada Fero yang sedang duduk di depan pantry.

Fero beranjak dari duduk ya dan menghampiri Mayra. Ia mengambil pisau dan talenan serta bawang daun, cabe rawit, dan cabai. "Dipotong tipis?"

"Bawang daunnya sedang aja. Cabe rawitnya gede-gede, cabainya tipis." Mayra memotong kulit ayam kecil-kecil dan memasukannya ke dalam mangkuk berukuran sedang. Ia melirik Fero dan menyalakan kompor setelah diberi sedikit mentega.

Mayra meraih sodoran dari Fero berupa talenan yang di atasnya terdapat beberapa bahan yang tadi diirisnya—langsung dimasukannya ke dalam teflon sedang.

"Gue lupa. Bawang bombaynya gak beli."

"Gue gak suka."

"Gue juga gak terlalu suka, jadi gak beli tadi. Gue pikir lo suka."

"Gak."

Cumi-cumi yang telah dipotong Mayra dimasukkan ke dalam teflon dan Mayra memasukkan dua cangkir air ke dalamnya. Dibiarkannya dengan api sedang. Mayra lanjut dengan adonan kulit ayam.

"Bule, bantuin gue."

Fero mengambil alih apa yang Mayra kerjakan, yaitu memasukan kulit ayam yang telah dipotong kecil-kecil ke dalam dua adonan. Yang pertama adonan basah dan yang kedua adonan kering. Tentu saja hal itu mudah dilakukannya, karena apapun makanan yang dilumuri tepung merupakan kesukaannya. Hingga tak ayal ia kadang membantu ibunya memasak makanan kesukaannya.

Mayra menyalakan kompor lainnya dan menaruh teflon yang telah diberi minyak dengan begitu banyak. "Kalau udah panas minyaknya, masukin kulit ayamnya. Gue mau nanak nasi dulu."

Fero mengamati Mayra yang sedang melakukan hal yang tadi dikatakannya. Entah bagaimana caranya, Mayra bisa melakukannya dengan sangat apik. Dilihat dari kelakuannya orang tak akan menyangka kalau Mayra merupakan orang yang rapih, cerdas, dan serba bisa. Fero juga tak menyangka semua itu. Ia termasuk ke dalam kelompok orang yang mudah terkecoh dengan penampilan luar.

"Bule, minyaknya udah panas tuh. Masukin kulit ayamnya, kalau bisa lo remes-remes sebelum dimasukin ke teflon. Biar krenyes."

Fero melakukan apa yang Mayra perintahkan, namun saat memasukan kulit ayam ke dalam teflon ia malah berteriak kaget sambil menjauh dari kompor.

Decakan keras Mayra tak bisa mengalahi suara minyak yang tercipta setelah Fero memasukan satu kulit ayam. Ia menekan beberapa tombol pada rice cooker dan menghampiri Fero yang masih memegang sepiring kulit ayam yang sudah dilumuri tepung.

"Cemen amat, sini gue ajarin." Mayra menarik tangan Fero untuk kembali mendekati kompor.

Fero mengerjap kaget, ia tak mau mendekati kompor itu. Nanti minyak panas akan mengenai kulitnya. Ia tak mau itu terjadi.

Seolah tau apa yang ada dalam pikiran Fero, Mayra berujar, "Kalau lo hati-hati. Lo gak bakal kenapa-napa."

Dan selanjutnya yang terjadi hanyalah teriakan ketakutan Fero dan tawa Mayra yang terdengar.

Mereka berdua saling berbagai tawa dan canda dalam ruang penuh rindu yang menggebu.

◻️◻️◻️

Kres kres

"Gue denger lo dimarahin Kelvin pas hari Jum'at," kata Mayra sambil mengunyah kulit krispy yang ia dan Fero goreng bersama. Walaupun harus berdebat mengenai hal ini itu, terutama Fero yang takut terkena cipratan minyak.

Fero mencocol kulit yang ia goreng dengan heboh ke dalam saus tomat. "Lebih tepatnya ngajak gelud."

"Really?!"

Anggukan Fero membuat Mayra berdecak kesal. "Gue denger Kelvin marahin lo karena lo lempar bola ke La–la apa sih?"

"Lara. Sebenernya bukan ngelempar, tapi kelempar. Gak sengaja. Kalau jam kosong kita kadang main basket kebetulan Lara lewat."

"Ok, gue ngerti maksud lo tanpa harus lo jelaskan lebih lanjut."

Mereka terdiam cukup lama sambil memandang layar datar yang menampilkan sebuah film berjudul Banana split yang dibintangi salah satu tokoh yang Mayra suka, Dylan sprouse.

Keduanya duduk bersebelahan dengan jarak berupa nampan yang berisi sepiring besar kulit ayam dan semangkuk saos tomat.

"Tapi ..." Fero terdengar ragu dalam mengucapkannya.

"Gue tau apa yang lo pikirin. Lo pasti aneh sama Kelvin yang segitu marahnya saat tahu Lara kelempar bola sama lo. Sedangkan Varidza saat itu lagi ada di rumah sakit, yang disebabkan oleh Kelvin."

"Maksud lo?"

"Varidza kena bully sama Nina bobo. Lo pasti tahu karena kita dulu satu Smp sama dia—eh, gue baru nyadar kita kan satu Smp. Jodoh emang gak kemana."

Hampir saja Fero memutar bola matanya jengah mendengar ucapan Mayra yang ngawurnya minta ampun. "Nina?"

Mayra mengangguk. "Nina, yang dulu sekelas sama gue waktu Smp."

Fero terdiam cukup lama seolah meminta Mayra menceritakan peristiwa yang terjadi pada Varidza yang dilakukan oleh Nina dan disebabkan oleh Kelvin.

Mulut Mayra bergerak menceritakan detail demi detail yang terjadi pada Varidza—pastinya didramatisir olehnya.

Tanpa sadar tangan Fero mengepal. Beraninya wanita itu melakukan sesuatu pada Varidza.

"Tapi tenang aja, Daffa yang pasti beresin semuanya. Sebenernya gue gak kasih tahu alasan Nina ngebully Varidza itu karena Kelvin, biar Daffa yang cari tahu sendiri."

"Kapan lo ketemu Nina?"

"Kemarin. Gue ngomong face to face, tanpa emosi. Atas permintaan Varidza, kalau nggak abis tuh si Nina."

"Lo gak perlu khawatir, semuanya bakal baik-baik aja."

Ini yang Fero suka dari Mayra. Dia bisa memahami apa yang dirasakannya, apa yang ingin diketahuinya, dan apa yang ingin dikatakannya. Fero merasa nyaman bersama Mayra, karena dengannya Fero tak harus menjadi orang lain yang banyak bicara agar dapat dimengerti. Fero cukup menjadi diri sendiri dan Mayra yang akan melengkapi.

◻️◻️◻️

1
Curtis
Terharu...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!