Menjalin bahtera rumah tangga selama delapan tahun bukanlah waktu yang sebentar bagi seorang Marisa dan juga Galvin.
Namun pernikahan yang dilandaskan perjodohan itu tak membuat hati Galvin luluh dan memandang sosok sang istri yang selalu sabar menunggu.
Adanya buah hati pun tak membuat hubungan mereka menghangat layaknya keluarga kecil yang lain.
Hingga suatu hari keputusan Marisa membuat Galvin gusar tak karuan.
Instagraam: @iraurah
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon iraurah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sahabat Sejati
Marisa yang sedang bekerja di ruangannya dibuat terkejut oleh kedatangan dua sahabat nya yang bernama Cika dan Hana.
Kedua wanita itu tiba-tiba saja membuka pintu ruangan Marisa dan berteriak sembari membawa sebuah terompet di tangan mereka masing-masing.
"SURPRISEEEEE........!!!"
"Cika? Hana? Kalian disini?" Marisa langsung bangkit dan menghampiri Sahabatnya.
Mereka pun saling berpelukan satu sama lain, sudah berbulan-bulan mereka tidak bertemu karena ketiganya kini sudah sibuk dengan urusan keluarga kecil mereka.
Dan di hari ulang tahun Marisa lah waktu yang tepat untuk pertemuan para sahabat itu.
"Happy birthday my love... Semoga panjang umur dan sehat selalu" Ucap Cika.
"Selamat ulang tahun Sa, doa terbaik dari kami selalu menyertaimu" Lanjut Hana pada Marisa.
"Terimakasih atas kejutannya, aku tidak menyangka jika kalian akan kemari. Aku kira kalian lupa hari ulang tahun ku" Lirih Marisa sedih.
"Uhhh.... Cup cup cup, tidak mungkin kita melupakan tanggal terpenting mu Marisa" Ucap Hana.
"Iya betul, meskipun kita sekarang jarang bertemu tidak mungkin aku dan Hana melupakan hari ulang tahun mu" Tambah Cika.
Hana dan Cika kembali membawa Marisa ke pelukan mereka, Cika maupun hana tahu apa yang terjadi dengan rumah tangga sang sabahat. Maka dari itu setiap tahun mereka selalu membuat kejutan atas sesuatu yang membuat sahabatnya ini senang dan melupakan kesedihan yang tengah Marisa alami
Kesibukan bukan sesuatu hal yang membuat mereka lupa akan sahabatnya, sebisa mungkin Cika dan Hana mengosongkan waktu untuk Marisa meskipun tidak sesering dulu.
"Ayo duduk dulu, aku sangat merindukan kalian" Ajak Marisa yang membawanya ke sebuah sofa.
Mereka pun duduk di sofa empuk tersebut dengan tangan yang saling mengenggam satu sama lain.
"Kalian kemana saja? Kenapa tidak pernah berkunjung lagi ke cafe ku?" Ucap Marisa yang lansung melontarkan pertanyaan.
"Maaf akhir-akhir aku sangat sibuk, Sa. Dari beberapa bulan lalu aku sibuk mengurusi surat perpindahan sekolah Samuel" Seru Hana yang memberitahu jika anaknya baru saja pindah sekolah.
"Oh ya? Astaga aku baru tahu jika Samuel pindah sekolah"
"Aku juga Sa, aku minta maaf karna sekarang pengasuh Romeo sedang pulang kampung. Jadi aku tidak bisa pergi kemana-mana" Sahut Cika menambahkan.
Ketiga perempuan itu berbincang tentang urusan mereka masing-masing, tak dipungkiri jika satu hari saja mereka tidak bertemu obrolan yang dibahas selalu banyak apalagi sekarang saat mereka sudah tak bertemu berbulan-bulan.
"Iya tidak apa-apa jika kalian sedang sibuk, aku memaklumi nya.
Aku hanya cemas karna tiba-tiba saja kalian jarang menemui ku apalagi membalas pesan ku" Ucap Marisa jujur.
Cika merangkul bahu Marisa sambil menepuk-nepuk dengan lembut.
"Tidak mungkinlah kami lupa padamu,
maaf jika sekarang aku dan Hana tidak bisa selalu ada untukmu, padahal saat ini kau pasti sedang membutuhkan keberadaan kami berdua" Ujarnya dengan sendu.
"Iya Sa, mungkin sekarang kami tidak selalu bersamamu. Tapi jika kau butuh kami datanglah tanpa ragu, pintu kami akan selalu terbuka Sa"
Kata-kata hana sukses membuat mata Marisa berkaca-kaca, sahabatnya ini memng sangat tahu apa yang sedang Marisa rasakan.
Meski berbohong seribu alasan pun Hana dan Cika pasti akan selalu mengetahui kebenarannya, mungkin Marisa memang hebat menutup kesedihan di depan semua orang, tetapi tidak bagi wanita di sampingnya ini.
"Aku baik-baik kok... Seperti yang kalian lihat. Aku hanya merindukan kalian saja" Ucap Marisa beralasan.
Tiba-tiba saja suasana yang tadinya ramai mendadak berubah melow, hana menggengam tangan Marisa dengan dua tangan lalu berkata.
"Sa... Jika kau sudah tidak kuat lagi jangan paksakan dirimu, kau harus segera menetukan jalan untuk kebahagiaan mu sendiri. Kau sudah banyak berkorban untuk rumah tangga dan juga Devano, suatu saat Devano juga pasti akan mengerti jika keputusan yang kau ambil tidaklah mudah" Ucap Hana menasehati.
Marisa menyandarkan kepala di bahu sang sahabat dengan nyaman, lagi-lagi Marisa harus menghadapi dilema yang tak kunjung usai. Nyalinya selalu menciut jika membahas tentang hal ini.
"Lalu bagaimana dengan permintaan terakhir mertuaku Han? Aku sudah berjanji tidak akan berpisah dari Galvin" Gumam Marisa.
"Ini bukan soal janji Sa, mungkin dulu Ayah mertuamu tidak tahu bagaimana keadaan rumah tangga kalian yang sebenarnya. Tetapi saat ini beliau pasti sudah tahu, aku yakin Ayah mertua mu juga tidak akan tenang di sana"
"Iya Sa, benar yang dikatakan Hana. Jangan memaksa dirimu lagi, mulailah berani mengambil keputusan dan jangan takut karna kami akan selalu ada untuk melindungi mu" Lanjut Cika.
***
Di dalam gedung pencakar langit Galvin berdiri menghadap ke arah jendela besar memandang keramaian kota dari sana.
Tubuh besar itu berdiri tegak dengan dua tangan yang dimasukan ke dalam saku celana.
Bunga yang tadi ia beli kini tergeletak di atas meja kerjanya yang sekarang entah mau diapakan bunga tersebut.
Keramaian kota tak membuat hati Galvin ikut gembira melihatnya, bunga-bunga yang tadinya bermekaran kini gugur terbawa angin lalu.
Banyak yang tidak Galvin ketahui tentang istrinya, apalagi tentang hubungan Marisa dengan lelaki itu.
Jika sudah begini ia harus bagaimana?
Tok tok tok!
Suara ketukan pintu tak membuat Galvin menoleh sedikitpun, wajahnya terus menatap lurus ke depan.
Karna tak kunjung mendapat jawaban seseorang yang mengetuk pintu barusan pun akhirnya membuka pintu ruangan dengan perlahan.
Wajah Nirmala muncul dari balik pintu besar itu dan melihat Galvin yang berdiri di dekat jendela besar, jujur dirinya masih takut bertemu dengan atasannya karna kejadian tempo lalu. Tapi mau bagaimana pun Nirmala harus tetap melakukan pekerjaannya.
"Emm... Pe-permisi Tuan, ta-tadi sekertaris Jenn bilang jika Tuan sedang membutuhkan cleaning servis. Ja-jadi saya kesini, apa ada yang bisa saya bantu Tuan...?" Ucapnya terbata-bata.
"Ya, bawa bunga itu keluar!" Pinta Galvin dengan nada yang terdengar dingin.
Bola mata Nirmala mengedar mencari benda yang di maksud, dan tepat di atas meja kerja Galvin bunga itu berada.
Nirmala pun masuk dan mengambil bunga tersebut.
"Maksud Tuan bunga ini? Lalu harus saya apakan bunganya, Tuan?" Tanya Nirmala bingung.
"Terserah mau kau apakan, yang penting bawa benda itu keluar" Perintah Galvin tegas.
Nirmala menatap bunga indah itu dengan mata yang dibuat kagum, harum aroma bunga mawar ini sangat tercium hingga Nirmala bisa menebak jika Galvin baru saja membeli bunga yang tengah ia pegang.
Tapi jika begitu, kenapa Galvin membeli bunga dan malah menyuruhnya untuk dibawa pergi?
"Emm... Tuan, apa boleh bunga ini untuk saya saja?" Tanya Nirmala penuh harap.
"Aku bilang terserah!" Jawab Galvin.
Sontak saja Nirmala dibuat takut oleh nada bicara Galvin, ia pun pamit dari ruangan itu.
"Ba-baik Tuan, kalau begitu saya permisi keluar... " ucap Nirmala berlalu pergi.