Menikahi Pria terpopuler dan Pewaris DW Entertainment adalah hal paling tidak masuk akal yang pernah terjadi di hidupnya. Hanya karena sebuah pertolongan yang memang hampir merenggut nyawanya yang tak berharga ini.
Namun kesalahpahaman terus terjadi di antara mereka, sehingga seminggu setelah pernikahannya, Annalia Selvana di ceraikan oleh Suaminya yang ia sangat cintai, Lucian Elscant Dewata. Bukan hanya di benci Lucian, ia bahkan di tuduh melakukan percobaan pembunuhan terhadap kekasih masa lalunya oleh keluarga Dewata yang membenci dirinya.
Ia pikir penderitaannya sudah cukup sampai disitu, namun takdir berkata lain. Saat dirinya berada diambang keputusasaan, sebuah janin hadir di dalam perutnya.
Cedric Luciano, Putranya dari lelaki yang ia cintai sekaligus lelaki yang menorehkan luka yang mendalam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Quenni Lisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 05 - Malam Penuh Jerit Pilu
Setelah acara pernikahan singkat itu. Anna segera dibawa kembali ke Mansion Dewata. Sepanjang perjalanan ia hanya menerima caci maki dari Rianti. Anna yang sudah terbiasa tak lagi menanggapi semua itu, ia hanya perlu menunduk tanpa berniat melawan.
'Kemana perginya, Lucian... ' Anna terus terbayang raut wajah kebencian Lucian terhadapnya setelah selesai acara pernikahan tadi.
'Maaf... Aku minta maaf,' batin Anna, ia meneteskan air matanya, menatap keluar jendela.
Saat ini, ia dipaksa Asisten Pribadi Edward agar segera tidur dengan Suaminya. Hatinya was-was menunggu kedatangan Lucian. Jauh di dalam lubuk hatinya, ia menanti kedatangan Lucian. Namun, ia tahu tidak seharusnya ia mengharapkan Lucian, yang saat ini jelas masih mencintai Mona.
"Ya sudah, sebaiknya Aku mandi dan bersiap tidur. Mungkin... Lucian tidak akan kembali jika mengetahui Aku ada di kamarnya," gumam Anna, menatap sendu ke arah pintu.
Selesai mandi, ia menggunakan pakaian dan mengeringkan rambutnya dengan handuk.
CEKLEK!
Sontak Anna menoleh ke arah pintu kamarnya. Terlihat jelas Lucian datang dengan keadaan linglung.
"Lucian..."
"Dasar wanita tidak tahu malu kamu," racau Lucian, tubuhnya berjalan menuju Anna, namun keseimbangan hilang sehingga ia hampir terjatuh.
Greb!
Anna menopang Lucian. Hidungnya mencium aroma tak sedap dari tubuh Lucian. "Astaghfirullah! Lucian kamu minum-minum, ya Allah!" pekik Anna seolah tak percaya.
"Diam!" hardik Lucian, dengan satu tangannya ia mendorong Anna hingga terpental ke atas kasur.
"Argh! Lu-Lucian, sadarlah! Aku Anna," jelas Anna, mencoba menjelaskan.
Namun, Lucian tak mendengarkan. Ia hanya berjalan mendekati Anna dengan jalan sempoyongan karena efek minum. Anna yang mulai panik, mencoba bangun dari kasur dan hendak melarikan diri.
Greb!
Naasnya, Lucian sangat cepat menangkap dirinya. Lucian memegang tangan Anna, lalu mendorongnya ke atas. Dengan sekali gerakan Lucian mencium Anna dengan brutal tanpa perasaan.
"Hmphhh --- le-lepasin, Luc!" Anna mencoba untuk berontak dan melepaskan diri, naasnya tenaga Lucian dua kali lipat lebih besar dari dirinya.
Malam itu juga, Lucian merenggut kesucian Istrinya. Teriakan kesakitan dan jeritan penuh ketakutan memenuhi ruangan itu semalaman, tanpa ada satupun yang mengetahui.
Keesokan Paginya.
Anna bangun terlebih dahulu, ia menatap tubuhnya yang penuh dengan luka. Ia menangis merutuki nasibnya. Namun, ia tak pernah menyesali pernikahannya dengan Lucian.
'Aku harus segera membersihkan semuanya. Sebelum Lucian bangun! Aku yakin, dia pasti akan menyalahkanku atas semuanya lagi,' batin Anna, dengan tertatih-tatih ia membawa selimut yang bernodakan darah itu.
'Ya Allah, semoga Lucian tak bisa mengingat apapun yang terjadi semalam,' batin Anna memohon.
*****
Dua hari kemudian.
"Bagaimana keadaannya?" tanya Adam.
Dokter lagi-lagi menggelengkan kepalanya dengan berat hati. "Maaf, Tuan. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menyelamatkan Tuan Besar, namun Tuhan berkata lain," jelas Dokter, membuat Adam terduduk lemas.
Sontak berita itu membuat Anna terduduk lemas, menahan tangisnya.
'Kakek! Semoga dengan ini, Kakek bisa sehat disana,' batin Anna, ia menangis menahan sesak di dadanya.
"Kakek! Gak, gak mungkin!" teriak Liana histeris. Ia langsung berlari masuk kedalam ruangan.
Terlihat Lucian hanya diam tak berekspresi. Lelaki itu lekas meninggalkan ruangan itu dengan langkah cepat.
'Lucian... Dia pasti sedang menyembunyikan perasaannya lagi,' batin Anna yang mengetahui perasaan Lucian. Karena sejak lama ia hanya memperhatikan Lucian diam-diam, ia juga tahu dulunya Lucian yang selalu berbuat onar hanya Lucian yang mencari perhatian Edward.
*****
Setelah pemakaman Edward selesai. Anna hanya bisa termenung di taman. Di tempat saat dirinya sering menemani Kakek merawat taman ini.
Hidup tanpa mengetahui indentitas diri sendiri telah ia jalani selama lebih dari 15 tahun. Ia selalu berpikir, apakah ia adalah seorang anak yang tak diinginkan sehingga ia di buang. Kenapa ia dilahirkan jika pada akhirnya ia tak diinginkan.
Bertemu Edward adalah anugerah terbesar dalam hidupnya yang suram. Ia yang tak pernah benar-benar mengetahui apa itu keluarga, sekarang merasakan bagaimana hangatnya pelukan seorang Kakek. Bagaimana bahagianya memiliki seseorang di sampingnya yang selalu membelanya.
Ia tak rela jika satu-satunya kebahagiaannya lagi-lagi direnggut darinya. Apakah ia memang tak pantas untuk bahagia? Apakah sebuah keluarga tak akan pernah ada pada hidupnya?
"Hiks... Apa hidupku ini hanya benalu bagi keluarga ini," lirih Anna.
"Ya! Kau hanya benalu yang hidup ditengah-tengah keluarga ini! Karena pernikahan ini permintaan Kakek, Aku sudah memenuhinya. Dan, sekarang Kakek sudah tiada dan pernikahan ini tidak lagi ada artinya! Jadi, ayo cerai," pinta Lucian tiba-tiba.
Deg!
Jantungnya seolah berhenti berdetak. Ia tahu pernikahan ini tak akan mudah. Namun, ia tak menyangka Lucian akan segera meminta Perceraian langsung setelah Kakek meninggal. Anna ingin menolak, ia ingin sekali memperjuangkan kebahagiaannya. Namun, nafasnya tercekat saat menatap mata Lucian yang kosong, tak ada kebahagian, kesedihan dan kehilangan disana, hanya ada tatapan kosong tanpa harapan apapun.
Anna menunduk mencoba menahan perasaannya. Lalu, menatap Lucian dengan penuh cinta, ia mengangguk pelan. "Baiklah, jika itu akan membuatmu bahagia! Aku hanya ingin kau bahagia," putus Anna.