NovelToon NovelToon
SURGA Yang Kuabaikan & Rindukan

SURGA Yang Kuabaikan & Rindukan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta setelah menikah / Cinta Seiring Waktu / Keluarga / Penyesalan Suami
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: rozh

Takdir yang tak bisa dielakkan, Khanza dengan ikhlas menikah dengan pria yang menodai dirinya. Dia berharap, pria itu akan berubah, terus bertahan karena ada wanita tua yang begitu dia kasihani.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rozh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tanan Di Penjara.

“Mas, apa nggak bisa tuntutan itu kita cabut?” tanya Mira kepada suaminya. “Kak Ijah sudah bantu aku dulu. Rasanya aku kasihan sama dia, Mas.” Mira tampak berpikir—kalut.

Bagas melirik sang istri dengan heran dan sedikit ada percikan amarah di dalam tatapannya itu. “Dia memang sudah berbuat baik sama kamu di masa lalu, tapi apa kamu lihat gimana Khanza sekarang? Dia itu korban.” Bahkan suara Bagas sedikit meninggi sekarang.

“Aku tau, Mas. Tapi aku nggak tega dengan Kak Ijah. Di sini dia juga korban.” Mira masih membela ibu dari pelaku, hanya karena terikat budi masa lalu.

Bagas mengusap wajahnya dengan kasar, dia menatap sang istri dengan tidak mengerti. Melihat beberapa hari ini istrinya hanya diam dan sedih, membuat Bagas tidak tahan juga.

“Terserah kamu saja. Yang penting, kamu bisa bicara dengan baik sama Khanza,” ucap Bagas kemudian meninggalkan Mira di dalam kamarnya sendirian.

Mira sudah memikirkan hal ini sejak beberapa hari yang lalu, semenjak Tanan ditangkap polisi bersama dengan ketiga orang temannya. Dia kasihan dengan Ijah, dulu jika tidak ada Ijah, entah akan bagaimana hidupnya sebelum bertemu dengan sang suami.

Mira menemui Khanza di kamarnya dan berbicara berdua dengan serius. Khanza sedari kemarin banyak menghabiskan waktunya di kamar, menjadi semakin pendiam dan dia tidak lagi sama seperti biasanya. Terkadang menangis, terkadang hanya diam memeluk lututnya dengan tatapan yang kosong. Beruntung dia masih ingat untuk melakukan kewajibannya dalam beribadah.

“Khanza!” panggil Mira, Khanza menoleh dan mengubah posisi duduknya saat Mira duduk di tepi kasurnya.

Mira mengatakan maksud kedatangan dan juga niatnya, menceritakan apa yang terjadi dulu saat dia ditinggalkan oleh ayah Khanza. Sebenarnya, tentang Khadijah, Khanza sering mendengar, ibunya sering menceritakan itu sejak dulu.

“Jadi, Mama berencana untuk mencabut laporan tersebut. Itu juga kalau kamu setuju, Khanza,” ucap Mira sambil menundukkan kepalanya. Saat melihat keadaan Khanza, dirinya tidak tega, tapi sisi kemanusiaan juga tetap ada di dalam diri Mira, sehingga dia ingin melakukan balas budi kepada wanita itu.

Khanza anak yang baik, juga pengertian. Apa yang telah terjadi kepadanya sudah menjadi ketentuan Yang Maha Kuasa. Ini sudah menjadi takdir yang harus diterima olehnya, biarlah jika Tanan dibebaskan dengan hukuman ini, toh semua apa yang baik dan buruk dia akan mendapatkan balasannya oleh Yang Maha Pemberi.

“Kalau itu keputusan Mama, aku nggak apa-apa. Aku harus ikhlas 'kan, Ma?” tanya Khanza sadar jika semua itu tidak akan pernah membuatnya kembali lagi ke keadaan yang semula. Lagi pula, jika mendengar dari cerita, Ibu Ijah sudah banyak berjasa bahkan sebelum dia dilahirkan.

Mira tersenyum dengan pedih, dia memeluk dan berterima kasih kepada Khanza karena telah menerima keputusan darinya.

“Mama bangga sama kamu, Nak,” ucap Mira sambil mengelus kepada putrinya.

Bagas dan Mira mencabut tuntutan mereka ke polisi, tapi ternyata kasus tersebut sudah naik ke pengadilan sehingga mereka tidak bisa melakukan apa-apa lagi setelah itu.

Polisi mengatakan jika Tanan tetap akan dihukum sesuai dengan apa yang telah dia perbuat, baik tentang penggunaan narkoba maupun tentang kasus pemerkosaan itu.

Khadijah  menangis tersedu-sedu. Tanan anak satu-satunya, dia sedih dan kecewa dengan apa yang telah dilakukan oleh anak itu, tapi dia juga tidak bisa membenarkan kesalahan yang telah dilakukannya.

Mereka telah melakukan pemeriksaan medis dan dinyatakan aktif sebagai pengguna narkoba.

Pasrah, hanya itulah yang bisa dilakukan Khadijah dan juga ketiga orang tua dari pemuda tersebut dengan hati yang luka. Apalagi Khadijah juga mendapatkan cercaan dari orang tua yang lain yang menyalahkan Tanan, membawa pengaruh buruk kepada ketiga temannya yang lain.

“Kalau aja anak-anak kami nggak bergaul dengan anak kamu, nggak akan mereka ada di sini sekarang! Mana tanggung jawabmu sebagai seorang ibu? Apa kamu bisa mengembalikan nama baik anak-anak kami?” ucap salah seorang wanita yang merupakan salah satu orang tua dari teman Tanan.

Khadijah hanya menundukkan kepalanya. Tidak berani menatap wanita yang usianya lebih muda beberapa tahun di bawahnya.

“Iya, itu semua karena anak kamu, Ijah! Andai dia tidak menjemput anak-anak kami, pastilah semua ini nggak akan terjadi!” cerca yang lain.

Bahkan, satu ibu yang sedari tadi hanya diam saja bergerak maju untuk menyakiti Khadijah akibat geram dengan apa yang terjadi. Beruntung seseorang memeganginya dan menjauhkan wanita tersebut sebelum menyentuh tubuh lemas Khadijah.

“Sudah, ini adalah musibah. Bukan mau kita dengan kejadian ini. Sekarang kalian pulang lah, nasi sudah menjadi bubur. Sekarang biar polisi yang akan memberikan efek jera kepada anak-anak kalian," ucap Pak RT yang menengahi mereka yang dirundung emosi.

“Pak RT nggak ngalamin ini, kami yang merasakan sakitnya!” Satu wanita masih tetap bersikukuh ingin mengajak ribut Khadijah, tapi Pak RT berhasil membawa wanita itu dan membubarkan kerumunan tersebut.

Khadijah masih bisa mendengar namanya dan nama putranya disebut sebagai biang pembawa sial.

“Mas, maafkan aku. Aku nggak bisa jaga anak kita dengan baik. Aku nggak bisa bikin dia jadi anak yang soleh seperti yang kamu mau, ini salahku, terlalu sayang dan memanjakan dia,” gumam Ijah dalam hati.

Beberapa hari kemudian mereka berempat melakukan sidang. Karena laporan dan juga beberapa bukti yang tidak bisa dielak lagi, mereka dijatuhi hukuman pidana bagi penggunaan penyalahgunaan narkotika, yang telah diatur dalam pasal 127 dengan hukuman penjara maksimal 4 tahun dan denda. Pengguna narkotika juga berhak untuk melakukan rehabilitasi untuk penyembuhan dari ketergantungan terhadap narkotika.

Bukan hanya itu saja, juga kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh Tanan kepada seorang gadis saat sedang tidak sadar karena efek narkoba, sehingga hakim memutuskan hukuman bagi Tanan bertambah beberapa tahun jika dibanding dengan ketiga yang lainnya.

“Sidang ditutup!” seru hakim setelah hakim mengetuk palunya tiga kali.

Ijah yang mendengar itu menangis, menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangan. Ijah sangat sedih sekali. Anak laki-laki yang dia harapkan untuk menemaninya di masa tua, juga yang dia harapkan akan menjadi seorang yang baik dan juga bertanggung jawab kini malah berada di balik jeruji besi.

“Ingat, Ijah. Rasa malu yang anakmu berikan kepada kami, kelak akan dia tanggung di hadapan Tuhan. Kami nggak rela, kami nggak ridho dengan keadaan anak kami yang masuk penjara!” seru seorang wanita menunjuk-nunjuk Ijah yang masih duduk di antara bangku di ruangan pengadilan itu. Sementara, Mira, yang sedari tadi duduk di samping Ijah masih tetap setia mendampingi, mengelus lengan Ijah dan memberinya kekuatan.

“Mbak, jangan hanya salahkan Tanan saja. Tapi, salahkan saja putra Mbak yang juga mau ikut dan terjerumus dengan narkotika.”

“Kamu nggak tau apa-apa, Mbak. Jangan ikut campur dengan urusan kami. Bagaimana pun juga hukuman yang diberikan oleh hakim masih belum sesuai dengan apa yang anak-anak kami alami. Seharusnya dia dihukum seumur hidup! Apalagi anak Mbak yang menjadi korbannya, apa Mbak sudah menerima hukuman yang sama sekali nggak sesuai? Mengingat anak Mbak yang telah menjadi korbannya!” seru wanita itu dengan penuh emosi.

“Maafkan saya, karena tidak bisa menjadikan Tanan sebagai anak yang baik. Aku sudah berusaha—”

Ucapan Ijah terpotong saat wanita itu kembali berbicara.

“Lalu apa yang kau dapatkan? Lebih baik mati saja anakmu, membusuk di penjara!” teriak wanita itu lagi hingga menggema di ruangan sidang yang mulai sepi dari orang-orang.

“Sudah, ayo kita pulang. Dia sudah mendapatkan karmanya sendiri,” ucap sang suami, kemudian membawa sang istri untuk pulang.

Meski tidak rela, tapi wanita itu menurut juga kepada suaminya sehingga kini Ijah ditinggalkan di ruangan tersebut.

Khadijah menangis tersedu-sedu. Ijah merasa menjadi seorang ibu yang telah gagal membesarkan putranya.

Melihat Tanan dan tiga temannya memakai baju oranye dan di giring ke luar dari ruangan sidang itu, Khadijah hanya bisa mengurut dada sambil menghapus air mata. Dia sedih dengan status dan hukuman yang telah dijatuhkan oleh hakim kepada putranya. Tanan terpaksa harus mendekam di penjara beberapa tahun lamanya, dan dia harus sendirian sampai Tanan mendapatkan kebebasannya nanti.

Tanan melihat sang ibu yang menangis, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa sehingga petugas menariknya untuk ke luar dari ruang persidangan itu. Kini tinggallah Ijah dan Mira yang ada di ruangan tersebut.

1
Heny
Hadir
Rozh: terimakasih 🙏🏻🌹
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!