Ini adalah perjalanan cinta kedua putri kembar Ezar dan Zara.
Arsila Marwah Ezara, si tomboy itu akhirnya berhasil bekerja di sebuah perusahan raksasa yang bermarkas di London, Inggris, HG Corp.
Hari pertama nya bekerja adalah hari tersial sepanjang sejarah hidupnya, namun hari yang menurutnya sial itu, ternyata hari di mana Allah mempertemukan nya dengan takdir cintanya.
Aluna Safa Ezara , si gadis kalem nan menawan akhirnya berhasil menyelesaikan sekolah kedokteran dan sekarang mengabdikan diri untuk masyarakat seperti kedua orang tuanya dan keluarga besar Brawijaya yang memang 90% berprofesi sebagai seorang dokter.
Bagaimana kisah Safa sampai akhirnya berhasil menemukan cinta sejatinya?
Karya kali ini masih berputar di kehidupan kedokteran, walau tidak banyak, karena pada dasarnya, keluarga Brawijaya memang bergelut dengan profesi mulia itu.
Untuk reader yang mulai bosan dengan dunia medis, boleh di skip.🥰🥰
love you all
farala
💗💗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon farala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 5 : Usaha perjodohan
Selesai sholat isya, Marwah berguling guling di atas tempat tidur. Jika tidak bermain ponsel, netranya akan sibuk memandangi jam di dinding.
" Kenapa dia belum pulang? Telpon ku juga tidak di jawab." Keluh Marwah.
Jam sudah menunjuk di angka sembilan, dan Safa belum berada di rumah.
Lelah di kamar, Marwah beralih ke sofa bed depan TV. Detik demi detik, menit demi menit pun berlalu hingga akhirnya jam berdentang di angka sepuluh.
" Tidak bisa, aku harus menyusul nya. " Marwah bangkit. Dia bergerak cepat, meraih jaket dan helmnya.
Begitu membuka pintu, Marwah di sambut raut Safa yang lesu dan kelelahan .
" Hhhh...." Marwah menghela nafas berat menghilangkan kekhawatirannya.
" Kau kenapa? Minggir." Usir Safa dengan tangan yang mengibas ke kiri dan kanan. Itu karena tubuh tinggi Marwah berdiri tegak menghalangi jalan masuk ke dalam rumah.
Marwah bergeser . " Aku baru saja mau menjemput mu." Akunya mengikuti Safa yang berjalan gontai di depan.
Safa merebahkan tubuhnya di sofa bed yang baru saja di tiduri Marwah.
" Maksud mu, dengan motor?"
" Mmm...tidak ada lagi bus yang melewati jalur rumah kita jika lewat jam sepuluh malam."
" Lebih baik aku jalan kaki dari pada bertengger di belakang motor mu."
" Burung kali bertengger. Dasar penakut." Ejeknya sembari melepas jaketnya kembali. " Kenapa baru pulang? Mbak sudah sholat?"
" Sudah..tidak usah tanya kenapa aku baru pulang, Ra. Nasib baik aku tidak menginap." Keluhnya di barengi dengan suara lemas.
" Ckckckck..siapa suruh jadi dokter. Capek, kan?"
Safa tidak menggubris perkataan Marwah.
" Bagaimana pekerjaanmu?" Tanyanya dengan mata yang hampir tertutup karena mengantuk.
" Aku di pecat."
Mata Safa terbuka lebar, seketika duduk tegap dan menatap adik kembarnya yang duduk di sebelah nya sedang tertunduk lesu.
" Di pecat? Bagaimana bisa? Ini hari pertamamu, Ra..."
" Ya begitulah keadaannya." Giliran Marwah yang merebahkan tubuhnya.
" Ceritakan padaku, apa yang terjadi."
Marwah berceloteh, mengeluarkan semua isi hatinya dan kekesalannya pada pria yang memecatnya.
" Dari ceritamu, ku rasa kau yang salah. Kamu kan yang minta di pecat? "
" Kenapa membelanya?" Geram Marwah dan tidak terima dengan sikap Safa.
" Aku tidak membela, dia memang mengancam mu, tapi kan dia tidak melakukan nya. Kamu saja yang emosian. Lagian, kenapa tidak jadi sekertaris nya saja?"
" Ogah."
" Menjadi sekertaris itu job yang keren loh, dek. Kamu bisa dekat dengan atasan dan akan banyak belajar darinya."
" Iya, kalau bosnya baik hati dan ramah, tapi kalau modelan kayak dia mah, mending aku jadi ibu rumah tangga saja." Ketus Marwah.
Safa menghela nafas." Jadi, bagaimana?"
" Maksudnya bagaimana?"
" Kamu tidak mau balik ke Indo? "
" Entah."
" Mending pulang saja, kalau tidak mau bekerja untuk Brawijaya , ya minimal temani uncle Zayn di medical invesma."
" Malas." Ujarnya meraih Alquran kecil di atas meja dan membukanya.
" Kenapa?"
" Aku malas ketemu dengannya."
Safa tertawa. " Makanya, jangan suka mengganggu anak kesayangannya."
Marwah memutar bola matanya jengah.
" Ayo tidur, aku mengantuk." Ajak Safa yang berjalan mendahului Marwah.
*
*
London, Inggris.
" Aku dengar, Brawijaya akan membuka cabang nya di Manchester. "
" Rencananya seperti itu, doakan saja, semoga semua berjalan lancar."
" Aamiin."
Kedua pria uzur itu pun saling berbagi pengalaman setelah cukup lama tidak bersua.
" Apa kau punya stok cucu yang cantik?" Tanya Alden Hatcher serius.
Opa Lukman tertawa terbahak.
" Ekspresi mu seperti mewakilkan jika kau sedang mengejekku." Lanjut Alden tersenyum sembari menyeruput secangkir kopi Americano yang masih mengepul.
" Kau masih menganut paham lama, Alden. Anak anak jaman sekarang sudah tidak mau di jodoh jodohkan."
" Sebenarnya, cucuku sudah punya tunangan, tapi keluarga besar tidak menyukai wanita pilihannya itu."
" Jangan ikut campur untuk urusan hati, biarkan saja anak anak yang menentukan pilihannya, kita sebagai orang tua hanya perlu mendoakan kebahagiaan mereka saja."
" Dasar pelit. Aku tahu bibit Brawijaya seperti apa. Karena itu, aku menginginkan hubungan lebih dari sahabat di antara keluarga kita, Lukman."
Opa Lukman menghela nafas.
" Memangnya siapa yang kau carikan jodoh?"
" Barra."
" CEO HG?"
" Mmm."
" Dia tampan , buat apa menjodohkannya? Toh katamu tadi dia sudah punya tunangan."
" Ibunya tidak menyukai wanita itu." Helaan nafas putus asa Alden bisa di dengarkan dengan jelas oleh opa Lukman.
" Cucuku , semuanya sudah menikah, tapi mereka sudah punya anak anak yang sudah beranjak dewasa."
" Boleh aku lihat fotonya?"
Opa Lukman mengeluarkan foto keluarga Brawijaya."
" Ini, namanya Safa, dia calon dokter spesialis obgyn." Alden menatap wajah Safa dan seketika mengulas senyum." Tapi kalau dengan Barra, ku rasa dia tidak cocok." Lanjut opa Lukman yang membuat senyum Alden menguar.
" Kenapa?"
" Dia pendiam dan kalem, kalau dia menikahi Barra, itu tidak akan bertahan lama. Perangai cucumu yang pemarah , tidak bisa di imbangi oleh Safa."
" Kau benar. Tapi, dari mana kau tau ?" Alden heran.
" Barra Arion Hatcher, generasi ke tiga grup HG, menurut mu siapa yang tidak mengenalnya di kalangan para pengusaha ? Aku akui kehebatan dan sepak terjangnya, tapi dia cukup terkenal temperamental di kalangan para pengusaha muda."
Alden menghela nafas." Sepertinya, kau tau banyak tentang keluarga ku. "
Abi Lukman tersenyum simpul.
" Jadi, menurut mu, dia cocok dengan siapa?" Alden kembali melanjutkan usahanya.
Melihat sosok wajah ayu di dalam foto keluarga besar Brawijaya , Alden segera menunjuknya." Bagaimana kalau ini, dia sangat cantik, Lukman."
" Yang mana?"
Alden menunjuk gadis yang tersenyum manis di samping umi Aza." Ini."
Opa Lukman menggeleng." Tidak boleh, dia masih sekolah. "
Alden mendengus kesal." Ini tidak boleh, itu tidak boleh. Kau niat tidak memberikan cucu mu pada ku!"
Opa Lukman tertawa. " Tidak sabaran sekali."
Opa Lukman kembali memperlihatkan sebuah foto, bukan lagi foto keluarga besar Brawijaya. Tapi sebuah gambar seorang gadis cantik berpose di samping motornya.
" Yang ini."
Alden begitu antusias sampai sampai merampas ponsel opa Lukman.
Alden memperbaiki letak kacamatanya, dia mulai memperhatikan foto gadis cantik dengan kerudung warna blue sky.
Keningnya mengernyit." Bukankah ini yang tadi?" Tanyanya merujuk pada foto Safa yang Alden lihat sebelumnya.
" Bukan, ini Marwah, mereka kembar."
" Wow...amazing." Ujarnya speechless.
" Dia tomboy, hobinya menunggangi motor sport dan balapan. Sifatnya juga sedikit garang dan susah di atur. Menurutku, dia cocok dengan cucu mu. Bagaimana? "
" Ku rasa , iya..hahahahaha." Alden tertawa riang.
" Aku penasaran, kenapa ibunya Barra tidak menyukai tunangan anaknya?"
Alden menghela nafas." Karena ini." Tunjuknya pada kerudung Marwah.
" Kau tau kan, menantuku itu asli Indonesia dengan ajaran agama yang sangat kental. Dia menginginkan putranya memiliki pasangan yang seiman dan memakai jilbab sepertinya."
Opa Lukman mengangguk tanda jika dia memahami maksud dari perkataan sahabat nya.
" Baiklah, aku hanya memberitahu saja. Sisanya, urusan mu. " Ujar opa Lukman menyerahkan semua keputusan pada Alden dan tentu saja, Barra.
*
*
Apartemen Barra.
Pria tampan itu nampak kelimpungan . Dia berjalan ke sana dan kemari hanya mengenakan handuk. Sejak setengah jam lalu, Barra sibuk mencari secarik kertas yang di berikan Liam kemarin.
" Perasaan, aku menyimpannya di saku jas. Tapi sekarang tidak ada, apa aku menjatuhkannya?"
Barra kesal. Itu satu satunya kertas yang bisa dia gunakan untuk mengancam Marwah agar kembali bekerja di perusahannya.
Mondar mandir Barra mencari cara untuk bisa mendapatkan nomor telpon Marwah. Dan...akhirnya, otak cemerlangnya menemukan cara brilian itu.
Barra meraih ponselnya.
" Liam."
" Iya tuan, aku sudah di depan pintu apartemen anda."
Barra mematikan ponselnya dan segera membuka pintu untuk Liam.
Liam menatap penampilan Barra.
" Saya kira anda sudah siap."
" Liam. kertas yang kemarin hilang. Apa mungkin aku bisa mendapatkan nomor telpon wanita itu dari CV nya?" Tanyanya tergesa.
" Tentu saja , tuan. "
" Syukurlah." Barra nampak senang.
Liam mengernyit. " Benarkah hanya untuk biaya operasi si hitam, dia begitu antusias untuk menghubungi gadis itu? Kenapa aku merasa jika ini akal akalan nya saja?" Batin Liam memperhatikan gerak gerik Barra yang sudah seperti orang jatuh cinta.
...****************...
padahal sudah di tawari 😌
egois kamu hannnn
Jan gitu dongggg
cewek di dekati ambil hatinya dulu
(grudak gruduk kaya giniiiiii😏)
sama2 bukan orang sembarangan
yg 1 sudah dapat dukungan dr keluarga besar dan Abi Ezar
yg satu pergerakan masih ketinggalan siapa diantara kalian yg akan jadi jodoh safa😃💪🏻💪🏻💪🏻
astagfirullah knpa jadi mendoakan yg engga2 /Facepalm/
mohon 2x up thor
aahh Thor critamu bikin ku Ter love2..
ku tunggu critanya Marwah Thor dh Ter bara2 n Ter marwah2 aq in thor/Drool//Kiss/