NovelToon NovelToon
Cinta Suci Aerra

Cinta Suci Aerra

Status: sedang berlangsung
Genre:Percintaan Konglomerat / Crazy Rich/Konglomerat / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:681
Nilai: 5
Nama Author: manda80

Aerra adalah seorang wanita yang tulus terhadap pasangannya. Namun, sayang sekali pacarnya terlambat untuk melamarnya sehingga dirinya di jodohkan oleh pria yang lebih kaya oleh ibunya. Tapi, apakah Aerra merasakan kebahagiaan di dalam pernikahan itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon manda80, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Otak Kamu Dimana?!

Aku berdiri membeku di belakang kursi kerjanya, sementara ia kembali duduk dengan tenang, seolah baru saja menyelesaikan negosiasi bisnis yang sepele. Ia bahkan tidak menatapku lagi, perhatiannya sudah beralih kembali ke layar laptopnya.

“Kamu… kamu benar-benar akan melakukan ini?” bisikku, suara gemetar tak bisa kutahan.

Ia mendengus pelan, sebuah suara yang menandakan kejengkelan. “Aerra, aku tidak suka mengulang perintah. Tugasmu sudah jelas. Jangan membuatku bertanya lagi besok malam.”

“Tapi, Mas, dia adikku…”

“Dan kamu istriku,” potongnya dingin, akhirnya mengangkat wajahnya untuk menatapku. Tatapannya tak menyisakan ruang untuk negosiasi. “Kesetiaanmu seharusnya ada di mana, sudah jelas, bukan? Sekarang keluarlah. Aku masih banyak pekerjaan.”

Aku berjalan keluar dari ruang kerjanya seperti zombi. Pintu kayu yang berat itu tertutup di belakangku tanpa suara, mengurungku dalam keheningan rumah yang luas dan dingin. Malam itu aku tidak bisa tidur. Bayangan wajah Lika yang ceria dan penuh harapan terus menghantuiku, bergantian dengan senyum kejam Aldo yang puas. Aku adalah pisau di tangan suamiku, dan besok, aku akan menusuk jantung adikku sendiri.

Keesokan harinya, sesuai perintah, aku tiba di rumah Ibu tepat saat sebuah truk pengangkut mobil berhenti di depan gerbang. Sebuah sedan mewah berwarna putih mutiara, dihiasi pita merah raksasa di kapnya, diturunkan dengan hati-hati. Pemandangan itu begitu megah, sekaligus begitu mengerikan.

“MBAK AERRA! MBAAAK!” Suara teriakan Lika memecah keheningan siang. Ia berlari keluar rumah tanpa alas kaki, matanya berbinar tak percaya menatap hadiah di hadapannya.

Ibu menyusul di belakangnya, wajahnya berseri-seri penuh kemenangan. “Ya Tuhan, Aerra! Ini… ini benar-benar dari Nak Aldo?”

“Iya, Bu,” jawabku lemah, memaksakan sebuah senyuman.

Lika memelukku erat, melompat-lompat kegirangan. “Makasih, Mbak! Makasih banyak! Bilangin ke Mas Aldo aku seneng banget! Ya ampun, aku nggak nyangka bakal punya mobil sekeren ini!”

“Iya, Dek. Sama-sama,” balasku, menepuk punggungnya. Setiap kata pujian dan terima kasih darinya terasa seperti sayatan baru di hatiku.

“Ayo, ayo, masuk dulu! Ibu sudah siapkan minum,” kata Ibu dengan semangat. “Kamu harus cerita banyak, Ra. Bagaimana menantuku bisa sebaik ini?”

Kami bertiga duduk di ruang tamu. Lika tidak berhenti memandangi mobil barunya dari jendela, sementara Ibu tak henti-hentinya memuji Aldo setinggi langit. Aku hanya bisa mengangguk dan tersenyum, tenggorokanku terasa kering.

“Dek,” panggilku akhirnya, mengumpulkan sisa-sisa keberanianku. “Mbak… mau bicara berdua sama kamu. Penting.”

Raut wajah Lika berubah sedikit bingung, tapi ia tetap mengangguk antusias. “Oke, Mbak. Di kamar Lika aja, ya?”

“Kalian ini ada rahasia apa, sih?” goda Ibu sambil terkekeh. “Jangan lama-lama, ya! Ibu mau ajak Lika keliling kompleks pakai mobil baru!”

Di dalam kamar Lika yang bernuansa pastel, suasana ceria itu langsung menguap. Aku menutup pintu, dan Lika duduk di tepi tempat tidurnya, menatapku penuh harap. “Kenapa, Mbak? Ada kejutan lagi dari Mas Aldo?”

Aku menggeleng pelan, memilih duduk di kursi belajarnya, menciptakan jarak di antara kami. “Ini… ini soal mobil itu, Lik. Dan soal mimpimu ke Paris.”

Senyumnya sedikit memudar. “Maksud, Mbak?”

Aku menarik napas dalam-dalam. Tidak ada cara mudah untuk mengatakan ini. “Mas Aldo… dia tahu soal mimpimu.”

“Beneran?” Matanya kembali berbinar. “Terus gimana? Mas Aldo mau bantu?”

“Iya. Dia mau bantu,” kataku pelan. “Dia mau membiayai semua sekolahmu di Paris. Uang kuliah, apartemen, uang saku… semuanya. Lebih dari yang pernah kamu bayangkan.”

Lika menutup mulutnya tak percaya, matanya berkaca-kaca karena bahagia. “Serius, Mbak? Ya Tuhan! Mas Aldo baik banget! Aku harus bilang apa buat balas kebaikannya?”

“Ada syaratnya, Lika.”

Seketika, kesenangan di wajahnya lenyap. “Syarat? Syarat apa?”

Aku menatap lurus ke matanya, memaksa diriku untuk menjadi algojo. “Mas Aldo juga tahu soal Rian.”

Wajah Lika langsung pucat. “Mbak… Mbak Aerra bilang ke Mas Aldo?” tanyanya dengan suara bergetar. Ada nada kekecewaan yang dalam di sana.

“Itu nggak penting sekarang, Lika,” kataku cepat, menghindari pertanyaannya. “Yang penting adalah… syaratnya.”

“Apa syaratnya, Mbak?” desaknya, suaranya kini terdengar takut.

“Kamu harus memilih,” kataku dengan suara nyaris berbisik. “Mas Aldo memberimu dua pilihan.”

“Pilihan?”

“Pilihan pertama, kamu terima tawarannya. Sekolah di Paris, hidup mewah, semua mimpi terwujud. Tapi… kamu harus putuskan Rian. Hari ini juga. Hapus dia dari hidupmu selamanya. Jangan pernah hubungi dia lagi.”

Lika menatapku seolah aku adalah orang asing. “Mbak ngomong apa, sih? Ini nggak lucu.”

“Aku nggak bercanda, Lika. Itu pilihan pertamamu.” Aku menelan ludah. “Pilihan kedua… kamu boleh tetap sama Rian. Lanjutkan cinta sejatimu itu.”

Ada sedikit kelegaan di matanya. “Ya udah, kalau gitu…”

“Tapi,” potongku tajam, “kalau kamu pilih Rian… mobil di depan itu akan ditarik lagi sekarang juga. Semua fasilitas dari Mas Aldo untuk kamu dan Ibu berhenti total. Dan… Mas Aldo akan memastikan Rian dipecat dari pekerjaannya, dan nggak akan ada satu pun kafe di kota ini yang mau menerima dia kerja lagi.”

Hening. Lika hanya menatapku, napasnya tertahan. Beberapa detik kemudian, air mata mulai menggenang di matanya. “Nggak… nggak mungkin,” bisiknya. “Mas Aldo… nggak mungkin sejahat itu. Ini pasti Mbak Aerra yang salah, kan?”

“Aku nggak salah, Lika. Ini perintah dari dia.”

“Kenapa?” isaknya pecah. “Kenapa dia lakuin ini? Dia bahkan nggak kenal Rian! Apa salah Rian sama dia?”

“Aku nggak tahu,” jawabku jujur, merasa tak berdaya.

Lika menggeleng-gelengkan kepalanya dengan histeris. “Bohong! Ini pasti akal-akalan Mbak, kan?!” tuduhnya, suaranya meninggi. “Mbak iri sama aku! Mbak nggak suka lihat aku punya mimpi dan punya pacar yang aku cinta! Mbak sengaja mau hancurin aku, kan?!”

“Lika, bukan gitu!” bantahku, hatiku sakit dituduh seperti itu, meskipun sebagian dari tuduhannya benar, aku memang yang menghancurkannya.

“Terus apa?! Jelasin, Mbak! Jelasin kenapa kakak iparku yang katanya baik hati itu tiba-tiba berubah jadi iblis?!”

Aku tidak bisa menjawab. Mulutku terkunci oleh rahasiaku sendiri, oleh ketakutanku pada Aldo.

Melihat diamku, Lika tertawa getir di sela isak tangisnya. “Aku tahu. Emang Mbak, kan? Mbak nggak pernah tulus.”

BRAKK!

Pintu kamar terbuka dengan kasar. Ibu berdiri di ambang pintu dengan wajah merah padam karena amarah. Rupanya ia menguping pembicaraan kami.

“Paris?! Ibu nggak salah dengar? Nak Aldo mau biayain kamu sekolah di Paris?!” teriaknya, mengabaikan tangisan Lika.

Lika terkesiap, menatap Ibu dengan ngeri. “Ibu… denger?”

“Jelas Ibu dengar!” bentak Ibu, melangkah masuk ke kamar. Matanya menatap Lika dengan tajam. “Dan Ibu juga dengar kamu mau nolak semua itu cuma demi barista kere itu? Kamu sudah gila, Lika? OTAK KAMU DI MANA?!”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!