Salma dan Rafa terjebak dalam sebuah pernikahan yang bermula dari ide gila Rafa. Keduanya sekarang menikah akan tetapi Salma tidak pernah menginginkan Rafa.
"Kenapa harus gue sih, Fa?" kata Salma penuh kesedihan di pelaminan yang nampak dihiasi bunga-bunga.
Di sisi lain Salma memiliki pacar bernama Narendra yang ia cintai. Satu-satunya yang Salma cintai adalah Rendra. Bahkan saking cintanya dengan Rendra, Salma nekat membawa Rendra ke rumah yang ia dan Rafa tinggali.
"Pernikahan kita cuma pura-pura. Sejak awal kita punya perjanjian kita hidup masing-masing. Jadi, aku bebas bawa siapapun ke sini, ke rumah ini," kata Salma ketika Rafa baru saja pulang bekerja.
"Tapi ini rumah aku, Salma!" jawab Rafa.
Keduanya berencana bercerai setelah pernikahannya satu tahun. Tapi, alasan seperti apa yang akan mereka katakan pada orang tuanya ketika keduanya memilih bercerai nanti.
Ikuti petualangan si keras kepala Salma dan si padang savana Rafa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cataleya Chrisantary, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
5. Takut Nyaman
5
Hari ini Rafa telah berpamitan pada orang tua Salma. Karena hari ini ia harus kembali bekerja dan berangkat ke Kanada. Ini adalah hal yang paling tidak disukai Salma. Yaitu harus berpura-pura mersa dengan Rafa.
Bukan hanya di depan orang tuanya tapi di depan mama Nanda dan kedua kakaknya. Mama Nanda sekarang sudah keluar dari rumah sakit. Dan sekarang berada di rumah anak pertamanya yaitu, Vania.
“Nanti sepulang dari bandara ke sini, yah,” kata Vania pada Salma.
“Iya, kalau boleh mbak aku nginep disini aku mau jagain mama juga.”
“Oh boleh banget kalau gitu,” ucap Vania dengan senang.
Perjalanan menuju bandara, Salma tidak berbicara apapun. Tidak sepatah katapun keluar dari mulut Salma pun dengan mulut Rafa. Keduanya terdiam bingung dan canggung entah kalimat apa yang harus mereka katakan.
“Nanti aku akan kasih kabar kalau udah transit,” kata Rafa.
“Aku gak peduli,” kata Salma sambil menyilangkan tangannya.
“Kamu emang gak peduli tapi itu salah satu cara agar semua orang di rumah mbak Vania nanti gak curiga. Setidaknya kamu kasih kabar ke mama aja. Biar mama gak curiga.”
“Hmmm, udah ah aku harus pulang.”
Salma pergi begitu saja tanpa menatap wajah Rafa sedetik saja. Rafa berdiri melihat mobil yang terus melaju. Rafa menghela nafas. “Setidaknya tahan selama satu tahun menghadapi sikap Salma seperti ini,” ujar Rafa lalu ia masuk ke bandara.
Semenatara itu, air mata Salma sekarang tiba-tiba saja jatuh tak tertahan. Entah tangisan ini untuk apa. Yang pasti dirinya saat ini sedang merasakan patah hati yang sangat hebat.
Entah patah karena Rafa pergi, Patah karena hubungan dirinya dan Rendra kandas atau patah karena ia menyadari jika dirinya sekarang memang miliki tanggung jawab setelah menikah.
Mobil akhirnya sampai di rumah milik Vania. Dan baru saja sampai Salma kaget melihat Vania berserta suami dan anaknya yang keluar hendak pergi.
“Sal, kita semua pergi dulu. Aku udah siapin list obat dan makanan apa aja yang mama makan. kami pulang besok siang.”
“Besok? Kan besok aku juga harus berangkat kerja, Mbak.”
“Kamu emangnya masih kerja? Udah izin aja sehari lagi. Dan mbak minta tolong beresin rumah yah mbak buru-buru.”
Salma menghela nafas. Tidak masalah ketika ia harus menemani mama Nanda tapi jika sampai mengganggu pekerjaannya itu yang masalah. Salma juga tidak masalah menyiapkan makan untuk mama nanda tapi untuk membereskan rumah Vania rasanya aneh saja.
Dan ini adalah mimpi buruk pertama Salma dengan kakak iparnya. Orang bilang jika memiliki suami yang baik dan mertua yang baik maka yang menjadi ujiannya adalah kakak ipar.
“Mah, mau kemana?” tanya Salma saat mama Nanda hendak bangun dari kasur.
“Mama mau ke kamar mandi.”
“Sini Salma bantu,” ucapnya dengan tulus.
Mama Nanda tersenyum. “Vania pergi bareng keluarganya katanya anaknya merengek pengen kepuncak.”
“Iya, mah. tadi udah pamit kok ke aku. udah kasih list makanan apa aja yang mama boleh makan.”
“Maaf yah jadi ngerepotin. Kesannya kamu yang baru kemarin jadi menantu mama malah seperti orang yang harus jagain orang sakit kayak mama.”
“Nggak kok, mah. Nggak apa-apa. Salma senang kok bantuin mama. Salma nggak keberatan.”
Selepas dari kamar mandi, mama Nanda lalu ingin ke ruang tengah untuk menonton televisi. Sementara Salma duduk disampingnya sampai menunggu pesanan makanan. Karena ia sendiri belum makan dari tadi siang.
“Rafa udah berangkat?”
“Oh udah mah tadi katanya jam dua siang. Transit dulu di Hongkong.”
Salma nampak sibuk menonton film sambil memakan popcorn yang tadi sempat ia beli. Sementara itu mama Nanda sesekali menatap Salma. Mama Nanda tersenyum ia tidak menyangka anak yang dulunya bandel bersama dengan anak bungsunya sekarang malah jadi menantunya.
“Kok bisa sih kamu tiba-tiba jadi pacarnya Rafa terus sekarang jadi istrinya Rafa?” kata mama Nanda membuat Salma terkesiap dengan pertanyaan tersebut.
Namun Salma mampu menutupi rasa kagetnya. Salma tersenyum lalu menyandarkan tubuhnya ke samping perempuan tersebut sambil memikirkan jawaban semacam apa yang akan Salma siapkan.
“Aku juga gak tau, mah. Awalnya ya biasa aja sih kita tuh kayak chatingan gitu. Terus Salma tuh kan punya pacar terus Salma curhat gitu ke Rafa. Salma bilang kalau pacar Salma ini gak mau diajak serius.”
Salma akhirnya menemukan jawaban yang sekiranya bisa menjawab segala bentuk pertanyaan semua orang mengenai dirinya dengan Rafa. Tidak lupa Salma merekam percakapannya dengan mama Nanda.
Bukan untuk mengadu pada Rafa tapi untuk menyamakan jawaban jika sewaktu-waktu mama Nanda atau siapapun bertanya mengenai alasan mereka tiba-tiba nikah.
“Terus ya tiba-tiba aja Rafa bilang yaudah sama aku aja. Yuk kita tunangan aja gimana?”
“Masa sih Rafa bilang gitu?” tanya mama Nanda dibungkus dengan tawa.
“Iya, mah. Gak romantis banget emang anak mama yang satu itu. Terus kemarin pas kita reunian tuh di sekolah. Kan aku sama Rafa dateng berdua barengan terus ya disitu deh kek terjadi percakapan yang agak berat.”
“Emang bener yah kata pepatah,” kata mama Nanda sambil tertawa lagi. “Jodoh itu jorok. Maksudnya kayak contoh deh kamu sama Rafa. Nakal bareng pas SMA kecelakaan bareng eh tau-tau berjodoh, nikah deh kalian.”
“Iya, Rafa jauh-jauh ke Kanada kirain mau dapet bule eh dapetnya aku.”
Rafa yang masih berada di bandara Hongkong untuk transit tertawa mendengar hal tersebut. Ia memberikan nilai seribu untuk Salma karena secara spontan Salma mampu mengarang cerita dengan apik.
Bahkan Rafa saja tidak terpikirkan mengenai alasan mereka yang tiba-tiba saja pacaran lalu berencana tunangan.
Namun, ada satu hal yang mengganjal di hati Rafa. Bagaimana cara Salma memutuskan Rendra. Apalagi Rafa tau Salma begitu mencintai Rendra meskipun kata Salma Rendra sulit diajak untuk serius dan pelit.
Rafa bahkan tahu jika Salma akan menunggu karena ia hanya ingin bersama dengan Rendra. Ingatan Rafa masih tajam ketika dengan lantangnya Salma mengatakan cintanya sudah habis di Rendra dan akan sulit sekali Salma bagi lagi.
“Sebelas bulan dua puluh tujuh hari lagi Rafa, sabar. Semuanya akan selesai.”
Rafa meyakinkan dirinya sendiri jika permasalahan ini akan segera selesai. Yang perlu mereka lakukan sekarang adalah hidup normal seperti biasa lagi. Tidak ada yang berubah dari kehidupan mereka kecuali status pernikahan saja.
Semenatara itu di Jakrta sana, Salma sekarang sedang merapikan rumah Vania. Ia telah menyelesaikan tugasnya menjaga mama Nanda dan sekarang ia sedang membersihkan piring-piring kotor yang entah mengapa mendadak menumpuk.
“Gue bukan babu!” kata Salma kesal. Hampir saja ia meleparkan piring yang ia pegang namun ia tersadar ini bukan rumahnya. “bahkan di rumahpun gue gak pernah cuci piring kayak gini.”
Saat sedang mencuci piring itulah ponsel Salma berbunyi lagi. Ia melihat nomor Rafa yang sekang muncul. Satu kali.. dua kali.. dan baru yang ketiganya Salma angkat.
“Hallo,” suara Salma terdengar.
“Aku denger kamu lagi cuci piring di rumah mbak Vania.”
“Tau dari mana?”
“Mama nelepon. Udah kamu jangan beresin rumah mbak Vania. Pasti cucian piringnya numpuk kan? Mbak Vania emang males masalah bersih-bersih. Udah gak usah diberesin sana tidur aja.”
“Mama emangnya belum tidur?” bisik Salma.
“Iya, makannya kamu sekarang ngomong agak manja agak mersa. Mama tuh telingannya sensitif.”
“Masih di Hongkong? Kapan terbang lagi?” tanya Salma.
Dari dalam sana Mama nanda memang dia-diam mengintip dan melihat apa yang dilakukan oleh Salma. Ia bahkan mendengar Salma terdengar mersa pada Rafa.
Jujur ini memuakan dan satu hal yang Salma takutkan. Ia malah terjebak dalam kebenciannya sendiri. Ia takut, Salma takut nyaman.
Bersambung
Dibikin nyaman apa jangan nih guys wkwkwk