NovelToon NovelToon
BALAS DENDAM SANG IBLIS SURGAWI

BALAS DENDAM SANG IBLIS SURGAWI

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Transmigrasi / Fantasi Timur / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: Zen Feng

Guang Lian, jenius fraksi ortodoks, dikhianati keluarganya sendiri dan dibunuh sebelum mencapai puncaknya. Di tempat lain, Mo Long hidup sebagai “sampah klan”—dirundung, dipukul, dan diperlakukan seperti tak bernilai. Saat keduanya kehilangan hidup… nasib menyatukan mereka. Arwah Guang Lian bangkit dalam tubuh Mo Long, memadukan kecerdasan iblis dan luka batin yang tak terhitung. Dari dua tragedi, lahirlah satu sosok: Iblis Surgawi—makhluk yang tak lagi mengenal belas kasihan. Dengan tiga inti kekuatan langka dan tekad membalas semua yang telah merampas hidupnya, ia akan menulis kembali Jianghu dengan darah pengkhianat. Mereka menghancurkan dua kehidupan. Kini satu iblis akan membalas semuanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zen Feng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 25: PERJALAN MENUJU KEMATIAN

Enam bayangan melesat di atas dahan-dahan pohon, meluncur cepat bagaikan burung pemangsa yang mengejar mangsa. Langit timur mulai memerah—fajar akan segera tiba, tapi kegelapan malam masih mencengkeram hutan dengan kukuh.

Di antara enam sosok itu, satu tampak berbeda.

Yaohua bergerak dengan kecepatan yang tidak wajar. Matanya memerah menyala dalam gelap, pupilnya mengecil hingga nyaris seperti jarum. Urat-urat hitam muncul merayap di seluruh tubuhnya—di lengan, leher, bahkan menjalar ke wajahnya yang biasanya cantik. Kulit pucatnya kini tampak seperti porselen retak, dibelah oleh garis-garis hitam yang berdenyut mengikuti detak jantungnya.

"Bunuh... Haikun..." gumamnya lirih, suaranya serak dan berulang seperti mantra. "Bunuh... Haikun..."

Tubuhnya bergetar antara amarah dan kesakitan. Giginya gemeretak, napasnya tersengal. Qi di dalam tubuhnya berputar dengan kecepatan gila—Teknik Pembalik Aliran Qi memaksanya jauh melampaui batas kemampuan normal, menarik setiap tetes kekuatan dari kedalaman jiwanya.

Mo Long menoleh sekilas ke arahnya. Dalam cahaya bulan yang samar, wajah Yaohua yang penuh urat hitam itu seharusnya tampak mengerikan. Tapi di mata Mo Long, entah kenapa, dia tetap terlihat cantik—cantik dengan cara yang tragis, seperti bunga yang dipaksa mekar di musim salju.

‘Maafkan aku,’ bisik suara lemah di sudut hatinya.

‘Diamlah,’ sahut suara lain yang lebih keras. ‘Ini demi dendam. Ini demi kemenangan.’

"Anda terlihat jauh lebih kuat, Tuan," ujar Hu Wei dari samping, memecah keheningan. Matanya melirik Mo Long dengan kagum. "Eliksir yang Tuan serap benar-benar luar biasa. Aura Qi Anda... naik berlipat ganda."

Mo Long tidak menjawab. Dia hanya terus meluncur di antara dahan, gerakan kakinya presisi sempurna. Qi Bayangan mengalir halus di sekitar tubuhnya, membentuk lapisan tipis yang hampir tidak terlihat—persiapan untuk Gelombang Qi yang akan dia gunakan nanti.

"Ingat rencana awal," kata Mo Long akhirnya, suaranya datar dan dingin. "Saat bertarung melawan Haikun, tutup matamu. Sebarkan Qi di sekitar tubuh untuk melihat objek sekitar. Jangan—dalam kondisi apapun—menatap matanya langsung."

Hu Wei mengangguk tegas. Tangannya meraba gagang pedang di pinggangnya, memastikan senjatanya siap.

Di belakang mereka, Gao Shan dan Gao Shui meluncur berdampingan. Gao Shan mengumpat dalam hati. ‘Menghamburkan Qi hanya untuk 'melihat'? Bisa-bisa kita mati kehabisan Qi sebelum pertarungan selesai!’

Transmisi Qi halus menyusup ke telinganya—suara Gao Shui.

‘Lebih baik kita bertarung bersama menggunakan formasi serangan seperti yang dipelajari di klan,’ bisik Gao Shui lewat jalur Qi. ‘Teknik Formasi Naga Kembar. Kau dan aku bisa saling menutupi.’

Gao Shan tertawa dalam transmisi Qi-nya. ‘Apa kau takut, Gao Shui? Kau yang biasanya paling tenang malah jadi penakut sekarang?’

‘Ini bukan saatnya bercanda!’ balas Gao Shui kesal. ‘Yang kita hadapi adalah Tao tingkat tinggi dengan teknik ilusi mata yang mengerikan! Satu kesalahan kecil, kita bisa gila atau mati!’

Gao Shan menghela napas kasar, lalu mengangguk meskipun saudaranya tidak melihat. ‘Baiklah, baiklah. Formasi Naga Kembar kalau begitu.’

Keheningan sejenak, lalu Gao Shan bertanya dengan nada polos lewat transmisi Qi. ‘Ngomong-ngomong... kenapa kekasih Tuan Muda Mo Long menjadi seperti itu? Aku dengar dia wanita baik.’

Gao Shui melirik Yaohua yang bergerak seperti boneka dikendalikan, lalu menjawab dengan nada pahit. ‘Seperti yang diceritakan Hu Wei... setiap tindakan Tuan Muda selalu memiliki niat tersendiri. Dia mendekati wanita kuat itu sejak awal... untuk melawan Haikun.’

‘Jadi... dari awal dia memanfaatkannya?’

‘Sepertinya begitu.’

Keheningan lagi. Keduanya merasakan campuran perasaan—takut pada sosok Haikun yang akan mereka hadapi, ngeri pada dinginnya hati Mo Long yang bisa menjadikan kekasihnya sebagai senjata.

Yuto meluncur di paling belakang, menatap punggung Mo Long dengan tatapan yang sulit diartikan. Bergidik ngeri merayapi tulang punggungnya.

‘Seorang anak muda yang baru menginjak tujuh belas tahun,’ pikir Yuto, ‘mampu bertindak sedingin dan sebrutal ini. Siapa sebenarnya dia?’

Mereka melesat melewati hutan lebat, dahan-dahan pohon berlalu cepat di samping mereka. Kaki mereka hampir tidak menyentuh tanah—Qinggong tingkat tinggi membuat tubuh mereka melayang ringan, hanya sesekali menumpu di cabang atau batu untuk meluncur lebih jauh.

Kemudian, aura asing merasuki udara.

Yuto menegakkan tubuh, indra spiritualnya berteriak bahaya. "Ada sesuatu—"

"MENGHINDAR!" teriak Mo Long tiba-tiba.

WOOOOSH!

Satu kilatan hitam melesat dari kegelapan hutan, membelah udara dengan kecepatan mengerikan. Enam sosok itu berpencar dalam sekejap—sebagian melompat ke kanan, sebagian ke kiri. Kilatan itu melewati celah di antara mereka, menghantam pohon besar di belakang.

BOOOOM!

Pohon itu meledak jadi serpihan. Pecahan kayu berterbangan seperti hujan panah.

"Waspada!" Mo Long mendarat di dahan, mata tertuju ke arah datangnya serangan.

Kilatan itu melesat kembali—kali ini mengincar Mo Long langsung. Tapi Hu Wei sudah bergerak lebih dulu. Pedangnya terhunus dalam sekejap, Qi hitam meledak dari bilah pedang.

KLAAANG!

Benturan logam memekakkan telinga. Kilatan itu terpental ke belakang, mengungkapkan sosoknya—cakar tajam berwarna merah darah.

Semua mata tertuju ke arah hutan gelap tempat sosok itu terpental. Pedang-pedang terhunus. Tubuh siaga.

Dari kegelapan, sosok mengerikan muncul perlahan.

Kulitnya merah menyala seperti bara api. Empat sayap hitam legam terbentang lebar di punggungnya, masing-masing sepanjang dua meter. Hidungnya panjang menjulur ke depan seperti ranting pohon tua, matanya kuning berkilat dalam gelap. Tubuhnya tinggi—hampir tiga meter—dengan otot-otot yang menonjol di sekujur tubuh kekarnya.

Sosok itu terbang perlahan naik ke atas, lalu hinggap di pohon tertinggi. Cabang pohon itu melentur di bawah beratnya. Dia menatap ke bawah dengan seringai yang memperlihatkan gigi-gigi tajam.

"Tengu..." bisik Yuto, wajahnya pucat.

"HAH! TENGU LAGI!" Gao Shan tertawa keras, menunjuk dengan pedangnya. "Kali ini aku akan menghajarmu sampai mati! Kau tidak bisa kabur seperti—"

"ITU TENGU TINGKAT TINGGI!" teriak Yuto memotong. "Tidak sebanding dengan yang aku panggil tempo hari! Jangan remehkan!"

"TENGU TETAPLAH TENGU!" balas Gao Shan kesal. "Aku tetap akan menghajarnya!"

Tengu itu terkekeh—suara rendah yang bergema di hutan. "Tidak akan ada yang bisa lewat," katanya dengan suara yang menggelegar. "Tuan Haikun memerintahkanku untuk menghentikan siapapun yang datang."

Mo Long mendecak lidah. ‘Sial,’ pikirnya. ‘Aku tidak bisa menyia-nyiakan waktu. Setiap detik, Haikun bisa bertambah kuat. Kendali pikiran pada Yaohua bisa melemah.’

Gao Shui melangkah maju, mendekat ke samping Mo Long. Dia membungkuk sedikit. "Tuan, biarkan aku dan Gao Shan yang menghadapi Tengu ini. Sebaiknya Tuan segera bergegas."

Mo Long melirik Yaohua yang berdiri kaku dengan mata merah menyala, lalu ke Tengu di atas yang sudah mengangkat cakarnya, bersiap menyerang lagi.

Keputusan harus diambil cepat.

Mo Long berbalik, tubuhnya sudah dalam posisi siap melesat. Tapi sebelum pergi, dia berkata dengan nada datar namun mengandung ancaman—ancaman yang justru terdengar seperti perhatian,

"Kalian dilarang mati. Aku akan membunuh kalian jika kalian mati."

Gao Shan tertawa keras, mengangkat pedangnya tinggi-tinggi. "Aku akan menghadiahkan sayap makhluk ini sebagai kemoceng Anda, Tuan!"

WHOOOOSH!

Tengu melesat dari atas, mengincar Mo Long yang bersiap pergi. Tapi dua bilah pedang sudah menghalangi jalannya—Gao Shan dan Gao Shui melompat dengan sinkronisasi sempurna.

CLANG! CLANG!

"Lawanmu itu KAMI, Tengu sialan!" teriak Gao Shan sambil menebas.

Mo Long, Hu Wei, Yaohua, dan Yuto sudah melesat menghilang di kegelapan hutan.

Di belakang mereka, suara denting pedang yang keras mulai terdengar—Gao Shan dan Gao Shui sudah bertarung habis-habisan melawan Tengu.

"Akan kucabuti bulu-bulu sayapmu itu, Tengu!" teriak Gao Shan di tengah pertarungan, suaranya masih penuh semangat.

Mo Long dan yang lainnya melesat semakin cepat, meninggalkan suara pertarungan di belakang. Qinggong mereka mencapai puncak—tubuh mereka meluncur di udara, hampir tidak terlihat.

Hutan mulai menipis. Di depan, suara gemuruh air terdengar keras.

Sungai.

Sungai besar dengan arus deras membelah hutan. Lebar sungai hampir lima puluh meter, airnya mengalir kencang dengan riak-riak putih di permukaannya. Batu-batu besar mencuat di tengah sungai, basah oleh percikan air.

"Lompat dari batu ke batu!" teriak Mo Long.

Mereka meluncur ke depan. Mo Long melompat pertama, mendarat ringan di batu pertama. Yaohua mengikuti dengan gerakan kaku tapi presisi. Hu Wei dan Yuto menyusul dari belakang.

TAP TAP TAP!

Kaki mereka menumpu sekilas di batu-batu, lalu melompat lagi. Air sungai menyembur ke atas, membasahi pakaian mereka.

Mo Long dan Yaohua sudah hampir mencapai seberang—tinggal dua lompatan lagi.

Tapi Hu Wei dan Yuto masih di tengah sungai, berdiri di atas batu besar.

Tiba-tiba, air di depan mereka beriak.

Gelembung-gelembung muncul di permukaan. Sesuatu naik dari kedalaman sungai.

Cahaya bulan dan fajar yang semakin terang menyinari sosok aneh yang perlahan muncul.

Kepalanya... aneh. Botak di bagian tengah dengan rambut tersisa di pinggiran. Dan di tengah kepalanya yang botak itu, ada cekungan dangkal berisi air—seperti mangkuk kecil tertanam di tengkoraknya.

Tubuhnya semakin muncul—perpaduan mengerikan antara manusia dan kura-kura. Kulitnya hijau bersisik, basah berkilat dalam cahaya. Tempurung besar terpasang di punggungnya, kokoh seperti perisai alami. Tangannya panjang dengan jari-jari berselaput, cakarnya tajam.

"ITU... KAPPA!" teriak Yuto, suaranya penuh horor.

Makhluk itu sepenuhnya muncul dari air, berdiri di atas permukaan sungai seolah menginjak tanah padat. Tingginya hampir dua meter, mata kuningnya menatap dengan tenang—terlalu tenang untuk makhluk yang terlihat begitu mengerikan.

Lalu dia membungkuk—sopan, terlalu sopan.

"Maafkan aku menghadang kalian," katanya dengan suara halus dan sopan yang kontras menyeramkan dengan penampilannya. "Tapi aku dipanggil oleh Tuan Haikun. Kalian tidak boleh lewat."

Yuto mengumpat dalam hati. ‘Sial! Roh-roh yang dipanggil Haikun sangat kuat! Memang berbeda level denganku!’

Hu Wei merasakan auranya—Qi spiritual yang menguar dari Kappa itu lebih pekat, lebih mengerikan dari Hiroshi yang pernah dia lawan. Dia berteriak ke arah Mo Long yang sudah di seberang,

"Tuan! Biarkan aku menghadapi makhluk ini!"

BUUUUSH!

Kappa membuka mulutnya lebar. Air menyembur keluar dengan tekanan dahsyat—seperti meriam air yang bisa merobek batu.

Hu Wei melompat ke batu lain, menghindar. Tapi semburan air itu mengikuti, menyapu ke segala arah. Air mengamuk seperti naga yang menggeliat, mengejar Hu Wei dari batu ke batu.

Hu Wei hampir terjatuh—kakinya tergelincir di batu yang licin.

KREEEEK! KREEEEK! KREEEEK!

Tiga sosok terbang dari arah Yuto—wanita berpakaian putih dengan mulut robek sampai ke telinga. Kuchisake-onna! Mereka menyerang Kappa dari tiga arah berbeda, cakar-cakar mereka menyambar.

Semburan air terhenti. Kappa terpaksa mundur, menghadapi tiga roh wanita itu.

Yuto berdiri dengan tangan membentuk segel mudra, keringat membasahi wajahnya. "Tuan Mo Long!" teriaknya. "Serahkan makhluk ini pada kami! Segera bunuh Haikun!"

Mo Long menatap sekilas ke tengah sungai—Hu Wei dan Yuto sudah terlibat pertarungan dengan Kappa dan tiga Kuchisake-onna. Tidak ada waktu untuk ragu.

"Kita pergi," katanya pada Yaohua.

Tanpa basa-basi, keduanya melesat ke hutan di seberang sungai.

Pohon-pohon berlalu cepat. Tanah di bawah kaki mereka mulai menanjak—mereka mendekati kaki gunung. Udara terasa lebih dingin, lebih berat.

Tidak lama kemudian, mulut gua muncul di depan.

Gua besar dengan pintu masuk gelap yang menganga seperti mulut monster. Batu-batu di sekitarnya tertutup lumut hitam, udara berbau busuk—bau darah dan daging membusuk.

Mo Long dan Yaohua berhenti di depan mulut gua.

Tubuh Yaohua sedikit bergetar. Mo Long merasakannya—ada amarah dan ketakutan bercampur dalam diri Yaohua, meskipun dia tidak sadar. Jiwa wanitanya berteriak dari balik kendali pikiran, menangis dan marah pada saat bersamaan.

Tiba-tiba—

BOOOOOM!

Aura mengerikan meledak dari dalam gua. Tekanan spiritual yang sangat pekat menyeruak keluar, membuat udara seolah membeku. Mo Long merasakan dadanya sesak, napasnya tertahan.

Lalu terdengar tawa—tawa keras yang bergema dari kedalaman gua.

"HAHAHAHA! AKHIRNYA!" suara itu meledak-ledak, penuh kemenangan. "AKHIRNYA MATA KELIMAKU TERBUKA!"

Mo Long mengeluarkan kain hitam dari balik jubah hanfunya. Tangannya tidak gemetar saat mengikatkan kain itu erat-erat di matanya, menutupi penglihatannya sepenuhnya.

Kegelapan.

Lalu dia menyebarkan Qi-nya—tipis, halus, mengalir ke segala arah seperti jaring laba-laba tak terlihat. Dunia muncul dalam persepsinya—bukan dengan mata, tapi dengan Qi. Gua di depan, Yaohua di sampingnya, batu-batu di sekitar, bahkan serangga kecil yang merayap di tanah.

Gelombang Qi.

Dia bisa "melihat" semuanya.

Mo Long meraih tangan Yaohua yang dingin. Wanita itu menoleh padanya dengan mata merah menyala, urat-urat hitam berdenyut di wajahnya.

"Yaohua," bisik Mo Long, suaranya mengandung sesuatu yang sulit diartikan—penyesalan? Tekad? Atau keduanya? "Ayo kita akhiri semua ini."

Mereka melangkah masuk ke dalam gua.

Ke dalam kegelapan.

Ke dalam tawa gila Haikun yang masih bergema.

Dan ke dalam kematian—entah untuk mereka, atau untuk Haikun.

1
Meliana Azalia
Kejamnya~
Meliana Azalia
Ngegas muluk
Ronny
Bertarung berdua nih ❤️
Ronny
Cu Pat Kai: ‘’Dari dulu beginilah cinta, deritanya tiada akhir’’
Ronny
Kayak tom and jerry gao shan sama gao shui wkwk
Ronny
Aya aya wae 🤣
Zen Feng
Feel free untuk kritik dan saran dari kalian gais 🙏
Jangan lupa like dan subscribe apabila kalian menikmati novelku 😁😁
Dwi Nurdiana
aww manisnya kisah cinta janda sama brondong ini
Dwi Nurdiana
aih pertarungan bagai dansa di malam hari😍
Dwi Nurdiana
min mao ini ya emang minta dicubit
Dwi Nurdiana
babii🤭
Dwi Nurdiana
wkwkwk rasain 🤭
Dwi Nurdiana
awal yang tragis tapi seru😍
Abdul Aziz
awal yang bagus dan menegangkan, lanjutin thor penasaran gimana si mo long ngumpulin kekuatan buat balas dendam
Abdul Aziz
paling gemes sama musuh dalam selimut apalagi cewe imut/Panic/
Ren
mampus mo feng!!
Ren
up terus up terus!
Ren
fix pelayanan min mao
Ren
hampir ajaa
apang
si mo long harus jadi lord kultus iblis!!!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!