One Night Stand With My CEO

Mata Alicia membola.

"Tapi.. kenapa harus kontrak? Maksud ku.. bukan kah aku sudah berjanji akan selalu bersedia jika kau mau?" Tanya Alicia.

"Ya. Tapi aku ingin sebuah hubungan Alicia, aku tidak ingin kita hanya sebatas partner tempat tidur. Aku ingin kau benar-benar untuk ku, aku tidak suka berbagi dengan orang lain."

"Setidaknya hingga aku bosan dan membebaskan mu." Lanjut Richard. Hati Alicia yang mendengar itu sedikit teriris, jika orang yang membantunya bukan Richard ia juga tidak akan mau menyerahkan dirinya, ia tidak akan membagi pada siapapun dirinya selain Richard.

"Disini kau yang berkuasa, aku hanya bisa mengikuti sir." Lirih Alicia pelan. Ia terus menyakinkan dirinya untuk tidak berharap lebih pada sosok sempurna dihadapannya ini.

Richard terdiam. Sedikit lega saat Alicia menerima keputusan nya, setidaknya mulai sekarang ia bisa leluasa bersama Alicia, dan tidak perlu memikirkan cara licik lagi untuk membantu wanita ini.

"Ah ya, bagaimana kondisi ibu mu?" Tanya Richard.

Alicia tersenyum, hatinya menjadi hangat saat mengingat mama.

"Pagi tadi ia sudah bisa tersenyum, aku rasa sakit yang selama ini ia tahan sudah mulai menghilang."

"Syukurlah jika begitu. Apa sekarang ibu mu dirumah sendirian?" Alicia menggelengkan kepalanya.

"Mama harus rawat inap selama 6 hari. Dan untungnya Angelina mau menemani mama sampai aku pulang kerja nanti."

"Aku ingin menemuinya sore ini. Apa kau mengijinkan?" Tanya Richard. Alicia pun langsung menganggukan kepalanya.

"Aku selalu mengijinkan."

Ada jeda diantara mereka.

"Kau boleh melanjutkan kembali pekerjaan mu. Jika aku butuh sesuatu aku akan memanggil mu." Ucap Richard pada akhirnya. Baiklah, suasana canggung seperti ini memang wajar menurut Richard.

°°°

Alicia menutup pintu ruangan, ia duduk di kursi kerja kesayangan nya.

"Apa ini sungguh?" Tangan Alicia menyentuh bagian jantungnya yang berdebar.

'Ini hanya kontrak, jangan terlalu bahagia Alicia!' Alicia berusaha menenangkan diri nya.

'Apa yang kau harapkan dari ikatan kontrak ini? Kau hanya dijadikan nya boneka sampai ia bosan.'

Alicia menghela nafasnya.

'Ia pun sama seperti wanita lainnya. Entah kontrak atau tidak, asalkan itu membuat mereka terikat dengan Richard tidak lah masalah.'

Alicia membuka laptop nya. Ia mencari sesuatu yang sebenarnya ia butuhkan dari dulu.

"Ada nomornya." Gumam Alicia saat melihat sederetan angka. Ia menyalinnya dan mulai mengirim pesan.

Setelah saling bertukar pesan, akhirnya mereka menyetujui dan sepakat akan bertemu disebuah cafe dekat kantor jam makan siang ini.

°°°

Richard mengangkat panggilan yang selalu ia tunggu-tunggu dari kemarin.

"Hallo. Apa ada informasi terbaru?" Tanya Richard langsung.

"Selamat siang Sir. Ya, aku menemukan informasi baru, ternyata Sophia memiliki sebuah kedai disini, namun sama halnya 10 tahun yang lalu dijual kepada orang lain dengan tiba-tiba dan menghilang keesokan harinya."

Alis Richard bertaut.

"Mengenai ayah nya?" Tanya Richard.

"Tidak terlalu banyak yang mengetahui nya. Namun ada beberapa isu yang mengatakan Marten masuk kedalam anggota kelompok club dan perjudian besar pada tahun itu. Hanya tersisa 1 tetangga Sophia yang masih tinggal disini, dan ada lagi yang ia katakan."

Richard berdecak, mengapa banyak sekali kata yang dijeda oleh orang ini.

"Apa yang ia katakan?" Tanya Richard kesal.

"Seminggu sebelum Sophia pergi, Alicia diculik dan pertengkaran antara Sophia dan Marten terdengar sampai rumahnya, bahkan seminggu itu Sophia dan Marten terus bertengkar hebat. Sampai saat ini pun ia tidak tau apakah Alicia sudah ditemukan atau tidak, yang ia tau pagi buta sekali Sophia pergi dan tak pernah kembali lagi."

"Bagus. Cari tau lebih lanjut. Aku tunggu secepat." Richard hendak mematikan panggilan itu, namun suara pria disebrang sana menghentikan nya.

"Ada satu lagi sir." Richard berdecak.

"Apa? Bisa kah kau mengatakan nya langsung?"

"Maaf sir, tapi aku belum tau kabar ini benar atau tidak. Tapi Sophia pernah menjadi perbincangan disini, banyak yang mengatakan Marten menjual anaknya sendiri kepada seorang mafia. Aku akan menyeliki lebih lanjut." Richard memutuskan panggilan itu.

"Sial!" Richard memukul meja kerjanya sendiri. Mengapa jalan hidup Alicia begitu rumit. Mafia adalah orang berhati dingin, tidak perduli dengan kehidupan orang lain, otak dari tindak kriminalitas yang ada di dunia ini. Kehidupan mereka terselubung dan secara kasat mata tidak diketahui oleh publik.

°°°

"Hallo. Aku Alicia, maaf merepotkan mu harus kemari." Ucap Alicia ramah, wanita itu pun tersenyum dan membalas jabatan tangan Alicia.

"Hallo. Aku Jessy, tidak masalah, kebetulan aku ada perlu juga disini." Balasnya ramah.

"Umm, bisa kita langsung membicarakannya? Aku hanya memiliki waktu 1 jam. Kau sudah memesan coffee?" Alicia sebenarnya tak enak mengatakan itu, namun ia tidak ingin berbasa-basi.

"Sudah, aku memesan macchiato caramel." Jawabnya sedikit tertawa, Jessy mengeluarkan sebuah kertas dan pulpennya.

"Aku ingin mendengar keluhan mu terlebih dahulu."

"Seperti yang aku bilang tadi, aku ingin menghilangkan trauma yang,,, ya, sedikit membuat ku gila."

"Sudah berapa lama kejadiannya?"

"Sudah 10 tahun."

Terlihat Jessy menganggukkan kepalanya.

"Ini sudah lumayan lama. Selama aku menjadi psikolog, kebanyakan pasien ku yang mengalami trauma atas kejadian setahun atau dua tahun yang lalu." Komentarnya.

"Bisa kau jelaskan bagaimana trauma itu muncul? Seperti ada bayangan, suara atau..."

"Keduanya. Jika ada yang mengucapkan atau tindakan yang begitu mirip dengan kejadian dulu, aku selalu histeris, bayangan itu selalu menghantuiku, dan rasa sakit itu seperti terasa kembali."

Jessy menaruh dagu diatas sebelah tangannya yang sedang menopang diatas meja.

"Ini menarik. Bisa kau jelaskan kronologi kejadian masa lalu itu? Ceritakan dengan santai saja agar kau tidak kembali kemasa itu."

Alicia sedikit ragu. Ini pertama kalinya ia menceritakan masa gelapnya, bahkan mama nya saja tidak berani Alicia beritahu.

"Ini." Alicia meletakkan tangannya diatas meja, ia menunjukkan plaster bening yang selalu ia gunakan.

Alicia menyakinkan dirinya, ia harus terbebas dari bayangan itu, sudah saatnya ia melakukan sesuatu untuk dirinya sendiri.