NovelToon NovelToon
MERRIED WITH YOUNG BOY

MERRIED WITH YOUNG BOY

Status: sedang berlangsung
Genre:Dijodohkan Orang Tua / Nikahmuda / CEO / Berondong
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: LaruArun

"Kenapa harus aku yang menikah dengannya?”


Ava Estella tak pernah membayangkan hidupnya akan berubah sedrastis ini. Setelah kehilangan kekasihnya—putra sulung keluarga Alder—ia hanya ingin berduka dengan tenang. Namun keluarga Alder terlanjur menaruh rasa sayang padanya; bagi mereka, Ava adalah calon menantu ideal yang tak boleh dilepaskan begitu saja.

Demi menjaga nama baik keluarga dan masa depan Ava, mereka mengambil keputusan sepihak: menjodohkannya dengan Arash, putra kedua yang terkenal keras kepala, sulit diatur, dan jauh dari kata lembut.

Arash, yang tak pernah suka diatur, menanggapi keputusan itu dengan dingin.
“Kalau begitu, akan kubuat dia meminta cerai sebelum satu bulan.”

Dua pribadi yang sama sekali berbeda kini dipaksa berada dalam satu ikatan.

Apakah pernikahan ini akan membawa mereka pada jalan yang diharapkan keluarga Alder?
Atau justru membuka luka, rahasia, dan perasaan yang tak pernah mereka duga sebelumnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaruArun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 35 REM MENDADAK

Di dalam taksi yang melaju pelan, Ava membuka genggaman tangannya. Di sana, selembar kertas kecil dengan tulisan Daniel Bred Moon dan nomor telepon tercetak rapi. Ava menghela napas sebelum akhirnya melipat kertas itu dan memasukkannya ke dalam tas.

“Andai saja Arash bicara lembut padaku seperti Daniel…” gumamnya lirih, hampir tidak percaya ia mengakui hal itu. Detik berikutnya, ia tersentak oleh pikirannya sendiri.

“Kenapa aku memikirkan bocah galak itu?” Ava menggeleng kuat, mencoba mengusir bayangan Arash. “Tidak. Jangan melewati batas, Ava. Ingat perjanjian itu…” bisiknya, lebih seperti teguran pada dirinya sendiri.

Namun sebelum ia sempat menenangkan dirinya, taksi tiba-tiba mengerem keras. Tubuh Ava tersentak maju. Napasnya tertahan. Suara ban berdecit memecah udara, dan dalam sekejap, dunia seakan merapat menjadi satu titik kecil yang berputar cepat.

Detak jantungnya melompat tak terkendali. Suara supir—yang panik menjelaskan sesuatu—terasa jauh, seolah berasal dari balik air. Yang terdengar justru gema suara besi melipat, kaca pecah, dan teriakan samar-samar dari satu bulan lalu. Kilasan kecelakaan yang merenggut nyawa kekasihnya menghantam pikirannya tanpa ampun.

Pintu taksi terbuka.

Ava membeku. Yang ia dengar bukan suara pintu mobil biasa—melainkan suara pintu yang sama ketika beberapa orang berusaha menarik tubuhnya keluar dari reruntuhan mobil pada malam kecelakaan itu.

Sebuah tangan besar meraih lengannya dengan cepat. Seketika Ava kaku.

“Ava!” suara itu memanggilnya—keras, jelas, sangat dekat. Bahunya diguncang ringan. “Ava!” Baru pada panggilan ketiga, Ava tersedak napas dan menoleh.

“Hm?” Mata Ava membesar, terfokus pada wajah yang begitu dekat dengannya. “A-Arash? Apa yang kau lakukan di sini?” suaranya gemetar, napasnya masih terbata, keringat dingin menetes dari pelipisnya.

Arash membalas dengan tatapan yang sulit dibaca—antara khawatir dan menutupinya dengan sikap datar. “Aku melihatmu naik taksi waktu mengantar Celine pulang,” jawabnya.

“Oh…” hanya itu yang mampu Ava ucapkan. Sebuah kecewa tipis menyelinap ke hatinya. Sesaat tadi ia sempat berpikir Arash datang untuk menjemputnya. Ternyata tidak.

Ava berbalik, bermaksud kembali masuk ke dalam taksi untuk menenangkan diri, namun tangan Arash menangkap pergelangannya. Gerakan itu terlalu cepat. Tumit Ava tersangkut trotoar, tubuhnya limbung—hingga akhirnya jatuh ke arah Arash.

“A—ah…” Ava memegangi keningnya yang sempat terbentur kancing dada Arash. Napasnya berantakan. Arash, yang melihat tangan wanita itu bergetar halus, langsung memegangnya.

“Ava, kau sakit?” tanyanya cepat, matanya menelusuri wajah Ava yang pucat.

Ava spontan menarik tangannya, menyembunyikannya di belakang tubuh. “Tidak,” jawabnya pendek, meski jari-jarinya masih gemetar hebat—jejak ketakutan yang belum hilang.

Arash menatapnya sejenak. Ada sesuatu di tatapan itu, sesuatu yang sekilas terlihat seperti kepedulian… sebelum ia kembali menyembunyikannya. “Baguslah,” ucapnya datar. “Kau jangan sakit. Itu akan merepotkanku.”

Ava menatap pria itu tanpa berkata apa-apa. Kata-katanya akan merepotkanku menusuk seperti duri kecil, tidak menyakitkan secara fisik, tapi cukup untuk membuat dadanya mengencang. Ia mengalihkan pandangan, mencoba mengatur napas yang masih naik-turun, namun tubuhnya belum sepenuhnya stabil.

Angin sore menyapu rambutnya yang berantakan, mengibaskannya ke pipi. Jalanan ramai, tapi suara kendaraan terdengar seolah jauh sekali—diredam oleh denyut jantungnya yang masih belum kembali normal. Aroma aspal panas, suara klakson samar, semuanya terasa seperti gema dari kenyataan yang belum sepenuhnya bisa ia pijak.

Arash memperhatikan Ava cukup lama untuk menyadari sesuatu yang ia sendiri tidak ingin akui: gadis itu sedang ketakutan. Tidak, bukan hanya kaget. Ketakutan yang dalam, seperti seseorang yang sedang berpegang pada tepi jurang yang licin.

Rahangnya menegang. Ia meraih bahu Ava lagi, kali ini lebih pelan, lebih hati-hati. “Kau pucat,” gumamnya rendah, hampir seperti bukan suara Arash yang biasanya datar dan menyebalkan.

Ava menepis tangannya lagi, lebih lembut dari sebelumnya. “Aku tidak apa-apa.”

Namun langkahnya melemah saat ia hendak kembali ke taksi. Ia mencoba membuka pintu, tetapi jemarinya bergetar begitu hebat hingga pegangan pintu tampak seperti bayangan yang tak bisa ia raih.

Arash menghela napas pendek—napas yang terdengar seperti seseorang yang sudah terlalu lama menahan diri. Ada frustasi yang tertahan di dalamnya, bukan amarah, lebih seperti ketakutan yang dibungkus rapat-rapat oleh ego seorang pria yang tidak pernah diajarkan cara berkomunikasi dengan lembut.

Ia memegang pintu taksi yang terbuka dan menutupnya kembali dengan tegas, gerakannya cepat namun tidak kasar. Hanya… penuh urgensi.

“Kau pulang denganku,” ucapnya pelan namun tegas. Nada suaranya rendah, hampir tenggelam oleh suara lalu lintas sore hari, tapi cukup kuat untuk membuat Ava spontan berhenti. Arash memberi isyarat pada sopir taksi agar pergi, dan mobil itu berlalu, meninggalkan keduanya di trotoar yang mulai diselimuti cahaya senja.

Ava mengangkat wajahnya. Matanya tidak benar-benar berkaca-kaca, namun ada sesuatu yang bergetar—kabut tipis dari trauma yang belum tuntas, kecemasan yang belum sempat ia uraikan. Arash melihat itu. Ia melihat getar di bibir Ava, cara bahunya naik sedikit setiap kali ia menarik napas, dan itu membuat Arash ingin mengucapkan sesuatu yang lebih baik. Namun yang keluar hanya, “Ayo pulang.”

Nada itu terdengar seperti perintah, tapi di bawahnya ada sesuatu yang lembut—hanya saja Arash terlalu keras kepala untuk membiarkannya muncul sepenuhnya.

Ia berbalik tanpa menunggu jawaban, berjalan menuju mobilnya. Cahaya lampu jalan memotong punggungnya, menciptakan bayangan panjang di aspal yang membuat Ava menelan ludah keras-keras. Bagian dirinya ingin berlari sejauh mungkin. Namun ia tetap berdiri.

Arash menoleh singkat. Alisnya menyatu saat melihat Ava tidak bergerak. “Kenapa masih di situ?” suaranya berat, tidak sabar—tapi matanya jelas menunjukkan kekhawatiran.

Ava mengangkat dagunya sedikit. “Aku tidak mau pulang denganmu. Aku bisa pulang sendiri!”

Tangannya yang masih sedikit gemetar mencengkeram tali tas. Matanya mencari-cari taksi baru, menatap jalanan yang ramai dengan harapan ada kendaraan lain yang bisa membawanya menjauh.

Arash melangkah cepat, memotong jarak di antara mereka, lalu tanpa izin memegang tangannya. “Jangan membuat masalah. Ikut pulang denganku.”

“Aku tidak mau!” Ava mencoba menarik tangannya, tetapi genggaman Arash terlalu kuat—panas dan dingin sekaligus. Getaran kecil dari tubuh Ava kini semakin jelas terasa.

“Ava!” bentaknya, lebih karena panik daripada marah. Wanita itu berhenti meronta. “Ikut aku baik-baik… atau kau mau dengan cara yang kasar?”

Ava menatapnya, emosi bercampur ketakutan. “Aku tidak mau ikut. Lagipula kau memang selalu kasar."

Arash tidak menjawab. Dan dalam satu gerakan cepat yang membuat Ava kehabisan napas, ia mengangkat tubuh Ava, membalik posisinya hingga kepala Ava berada di bawah, seperti memanggul karung berharga.

“Arash! Lepaskan aku!” Ava memukul punggungnya, tinjunya kecil tetapi paniknya besar.

“Tidak,” jawab Arash pendek, langkahnya mantap menyusuri trotoar menuju mobil. Kendaraan lain berlalu tanpa mengganggu; dunia terasa mengecil hanya pada suara mereka berdua.

“Arash! Turunkan aku!” Ava terus memukul, nadanya panik, tercampur marah, tercampur takut.

“Diam. Aku akan menurunkanmu nanti.” Ucapnya dingin.

Akhirnya ia menurunkan Ava dengan hati-hati di samping mobilnya. Ava terhuyung sedikit, tapi Arash menahan lengannya sebentar sebelum melepasnya.

“Masuk,” perintahnya.

“Tidak.”

Arash membuka pintu mobil, lalu menarik Ava agar masuk. Namun Ava menolak, menarik tubuhnya mundur seperti anak kecil yang keras kepala tetapi penuh luka.

“Aku tidak mau. Kenapa kau memaksa?”

Arash akhirnya melepas tangannya. Mereka berdiri sangat dekat—Ava bersandar pada body mobil yang dingin, Arash berdiri tepat di hadapannya, tubuhnya menjadi tembok yang menghalangi jalan pulang Ava.

“Kau sengaja membuatku kapok berangkat denganmu lalu sekarang kau memaksaku? Maumu itu apa sebenarnya?!” Ava hampir berteriak. Bahunya naik-turun, napasnya kacau karena emosi dan sisa trauma yang belum reda sejak rem mendadak tadi.

Arash hanya menatapnya. Hening. Lalu, dengan nada yang lebih pelan, hampir seperti janji yang ia sendiri takut ucapkan: “Masuk. Aku… tidak akan ngebut.”

.

.

.

1
Sri Peni
ceritanya bagus aq lebih tertarik pd diksinya.
Sri Peni
updatenya jgn lama2
Sri Peni
apakah ini novel terjmahan? krn diksinya benar2 pas bagiku. . benar2 bahasa sastra. maaf baru kali ini aq bc , cerita yg bhsnya bagus .. sulitdibahas dgn tertulis
Ig ; LaruArun: Bukan ka, ini bukan novel terjemahan. cerita ini pure isi kepala aku. btw, terimakasih banyak karena udah mampir dan mohon dukungannya 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!