"Di Bawah Langit yang Sama" adalah kisah tentang dua jiwa yang berbagi ruang dan waktu, namun terpisah oleh keberanian untuk berbicara. Novel ini merangkai benang-benang takdir antara Elara yang skeptis namun romantis, dengan pengagum rahasianya yang misterius dan puitis. Saat Elara mulai mencari tahu identitas "Seseorang" melalui petunjuk-petunjuk tersembunyi, ia tak hanya menemukan rahasia yang menggetarkan hati, tetapi juga menemukan kembali gairah dan tujuan hidupnya yang sempat hilang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wisnu ichwan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lima Menit
"Lari."
Satu kata dari Annelise itu adalah satu-satunya perintah, satu-satunya pemikiran yang diizinkan.
Koridor utilitas sempit yang mereka masuki adalah terowongan baja yang sesak, dirancang untuk droid pemeliharaan, bukan untuk tiga tentara bersenjata lengkap yang berlari sekuat tenaga. Lampu di atas kepala mereka—panel-panel LED yang terpasang di langit-langit rendah—berkedip-kedip dengan liar, gagal total setiap beberapa detik, menjerumuskan mereka ke dalam kegelapan pekat sebelum menyala kembali dalam cahaya putih yang sakit-sakitan.
Setiap tarikan napas terasa panas dan berbau ozon.
Di belakang mereka, "katedral" Nexus sedang sekarat.
Suara itu adalah simfoni neraka. Itu bukan lagi gema, itu adalah getaran fisik yang menjalar melalui sol sepatu bot mereka, naik ke tulang kering mereka, dan membuat gigi mereka bergemeletuk.
BRAKK-KROOOM!
Sebuah dentuman yang dalam dan menggetarkan—logam masif menghantam batu. Itu pasti sang Reaper. Annelise membayangkannya: mesin perang setinggi tiga lantai, didesain untuk pemusnahan infrastruktur, kini mengayunkan tinju hidroliknya ke pilar pusat.
SKREEEEE-IIISSSSHHH!
Itu adalah suara balasannya. Pekikan psionik dari makhluk Nexus yang telah bermetamorfosis. Suara itu tidak lagi menusuk pikiran mereka secara langsung—tampaknya perisai fisik terowongan ini menghalangi sebagian besar—tetapi mereka mendengarnya secara audio: suara miliaran serangga bercampur dengan listrik tegangan tinggi, sebuah jeritan kebencian yang murni.
"Seratus meter!" Athena berteriak melalui komunikator mereka, suaranya terdistorsi oleh statis. "Terus maju!"
"Sesuatu... sesuatu di belakang kita!" Cipher terengah-engah, suaranya naik satu oktaf karena panik. Dia hampir tersandung kakinya sendiri.
Annelise meraih bagian belakang baju zirahnya tanpa melambat, menyentaknya ke depan. "Jangan lihat ke belakang! Nyx, di depan!"
"Aku melihatnya!" raung Nyx dari depan.
Di ujung koridor, sekitar seratus meter lagi, ada secercah harapan: sebuah kotak cahaya yang lebih stabil. Itu bukan pintu. Itu adalah persimpangan.
Lalu, di antara mereka dan persimpangan itu, sebuah panel merah di dinding mulai berkedip. Alarm bisu.
KRRRRR-THUNK.
Sebuah gerbang baja tebal, setidaknya setebal satu meter, mulai turun dari langit-langit yang tersembunyi, tepat di tengah-tengah koridor.
"Protokol penahanan!" teriak Cipher. "Gempa dari pertarungan itu memicu lockdown di seluruh fasilitas!"
Gerbang itu bergerak dengan kecepatan yang disengaja dan mematikan. Itu tidak dirancang untuk menghentikan orang; itu dirancang untuk menahan ledakan nuklir skala kecil. Dalam sepuluh detik, itu akan menutup jalan mereka selamanya.
"Nyx, jangan berhenti!" perintah Annelise.
Nyx tidak ragu. Dia meningkatkan kecepatannya menjadi sprint penuh. Koridor itu terlalu sempit untuk dilewati Annelise atau Cipher. Nyx adalah satu-satunya harapan mereka.
Lima puluh meter. Gerbang itu setengah jalan tertutup.
Tiga puluh meter. Celah itu sekarang hanya setinggi manusia.
Sepuluh meter.
"Sekarang!" teriak Annelise.
Nyx melakukan manuver yang mustahil. Tanpa mengurangi kecepatan, dia meluncur dengan lututnya di atas lantai logam yang licin. Percikan api memancar dari pelindung lututnya saat dia melesat di bawah tepi gerbang yang bergerak turun. Dia berhasil lolos dengan sisa ruang mungkin hanya tiga puluh sentimeter, berguling dengan ahli kembali berdiri di sisi lain dan segera berbalik, mengarahkan senjatanya—bukan ke Annelise, tetapi ke mekanisme di atas gerbang.
"Aku tidak bisa menghentikannya! Hidroliknya terlalu kuat!" teriak Nyx.
Celah itu sekarang hanya setinggi satu meter.
"Cipher, pergi!" Annelise mendorongnya dengan keras.
Cipher membeku, matanya terpaku pada baja yang turun. "Aku tidak bisa—"
"PERGI!" Annelise menabrakkan bahunya ke punggung Cipher, mendorongnya ke depan.
Cipher tersandung, jatuh tengkurap, dan merangkak seperti hewan yang ketakutan. Dia meluncur dengan perutnya, terbatuk-batuk karena debu yang terangkat. Tepi gerbang menyerempet ransel komunikasinya, mengeluarkan suara robekan logam yang mengerikan, tetapi dia berhasil lolos.
Sekarang giliran Annelise.
Celah itu tidak lebih dari setengah meter. Dia tidak punya waktu untuk berlari dan meluncur.
WHOOOOMPH.
Getaran terbesar melanda. Kali ini, bukan hanya getaran. Itu adalah gelombang kejut.
Seluruh terowongan di belakang Annelise melengkung ke dalam. Dinding baja di belakangnya mengerang seperti binatang yang sekarat. Dia melihat—hanya sekilas—air hitam pekat dari danau Nexus, kini mendidih karena energi mentah, menyembur melalui celah-celah yang baru terbentuk di dinding terowongan.
Katedral itu telah runtuh. Air itu datang.
Di dalam air yang bergolak itu, Annelise melihat sesuatu yang seharusnya tidak ada: pusaran cahaya hijau-biru yang berdenyut—makhluk Nexus yang "cair" itu—bergerak lebih cepat daripada gelombang pasang, melesat ke arahnya.
Tidak ada waktu.
Annelise menjatuhkan diri, bahkan tidak repot-repot untuk meluncur. Dia berguling ke samping, menggunakan bahunya untuk mendorong dirinya melewati celah sempit itu.
KRAAAAAANG!
Gerbang itu menghantam lantai dengan kekuatan ribuan ton, tepat sepersekian detik setelah tumit sepatu botnya melewatinya. Ujung baja itu menjepit ujung jubahnya, menahannya.
Di sisi lain, dia mendengar raungan teredam dari air yang menghantam gerbang baja, diikuti oleh desisan psionik yang frustrasi. Makhluk itu berada di sisi lain, terhalang.
"Komandan!" Nyx menariknya.
Annelise merobek kain jubahnya yang terjepit, membebaskan diri.
Mereka bertiga berdiri terengah-engah dalam keheningan yang tiba-tiba. Di belakang gerbang baja yang tertutup rapat, suara gemuruh dan desisan telah sangat berkurang, menjadi getaran rendah di bawah kaki mereka.
Mereka selamat.
Mereka berada di persimpangan. Koridor tempat mereka baru saja keluar kini tertutup rapat. Di depan mereka ada ruangan lain. Bukan koridor, tapi sebuah ruangan.
Pintunya berlabel: SEKTOR AETHER-4: OBSERVATORIUM KENDALI UTAMA.
"Kita berhasil," bisik Cipher, tubuhnya gemetar hebat. Dia merosot ke dinding, menutupi wajahnya dengan tangan yang gemetar. "Ya Tuhan... kita berhasil."
"Kita belum berhasil apa-apa," kata Annelise, suaranya serak. Dia sudah berdiri tegak, memuat magasin baru ke dalam karbinnya. Panas dari larasnya masih menyengat udara di sekitarnya. "Kita baru saja membuat marah dua faksi di fasilitas ini dan menjebak diri kita sendiri bersama mereka."
Dia menoleh ke Nyx. "Pintu itu."
Nyx mengangguk, sudah bergerak. Dia memeriksa panel di sebelah pintu Aether-4. Lampunya hijau stabil. "Tidak terkunci. Standar bio-organik Dharma... tapi tampaknya tidak aktif. Mungkin ini adalah pos terdepan yang lebih tua."
"Athena," kata Annelise ke komunikatornya, mengabaikan statis. "Status."
Keheningan sesaat, lalu suara jernih Athena kembali, seolah saluran baru telah terbuka. "Komandan. Saya mendeteksi Anda di simpul Aether-4. Jaringan di sini terisolasi dari kekacauan di Nexus. Selamat datang di satu-satunya tempat aman yang tersisa di fasilitas ini."
"Aman untuk berapa lama?" tanya Nyx, tangannya di gagang pintu.
"Katedral Nexus telah runtuh total," lapor Athena, suaranya dingin dan faktual. "Sensor menunjukkan Reaper-Class hancur dalam keruntuhan struktural. Namun... entitas Null-Strain Kognitif... ia selamat. Ia telah menyatu dengan inti geo-termal di bawah danau. Ia menyerap daya dari inti planet sekarang. Ia berevolusi, Komandan. Cepat."
Annelise menatap pintu di depannya. "Kita tidak punya lima menit. Kita mungkin tidak punya waktu sama sekali."
Dia mengangguk pada Nyx. "Buka."