NovelToon NovelToon
Nikah Paksa Tapi Mau

Nikah Paksa Tapi Mau

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi
Popularitas:5.9k
Nilai: 5
Nama Author: inda

Alda Putri Anggara kehilangan kedua orang tuanya sejak kecil dan tumbuh di bawah asuhan paman dan bibi yang serakah, menguasai seluruh harta warisan orang tuanya. Di rumah sendiri, Alda diperlakukan seperti pembantu, ditindas oleh sepupunya, Sinta, yang selalu iri karena kecantikan dan kepintaran Alda. Hidupnya hanya dipenuhi hinaan, kerja keras, dan kesepian hingga suatu hari kecelakaan tragis merenggut nyawanya untuk beberapa menit. Alda mati suri, namun jiwa seorang konglomerat wanita cerdas dan tangguh bernama Aurora masuk ke tubuhnya. Sejak saat itu, Alda bukan lagi gadis lemah. Ia menjadi berani, tajam, dan tak mudah diinjak.

Ketika pamannya menjodohkannya dengan Arsen pewaris perusahaan besar yang lumpuh dan berhati dingin hidup Alda berubah drastis. Bukannya tunduk, ia justru menaklukkan hati sang suami, membongkar kebusukan keluarganya, dan membalas semua ketidakadilan dengan cerdas, lucu, dan penuh kejutan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 25

“Hadiah dari Langit”

Tiga tahun kemudian.

Rumah keluarga Lin-Varmond kini jauh lebih ramai. Bukan karena pegawai atau tamu perusahaan, tapi karena suara tawa anak kecil yang kini berusia lima tahun Arsenio yang sedang berlari-larian di taman belakang dengan seekor anjing kecil, hadiah dari kakeknya.

“Ayooo, Snow! Kejar bola!” teriak Arsenio sambil tertawa. kucing kecil itu mengeong riang, berlari cepat menabrak kaki ayahnya yang sedang duduk membaca koran di bangku taman.

“Aduh, Snow! Mau sabotase papa, ya?” seru Arsen pura-pura kesal.

Dari teras, Alda tertawa melihat tingkah keduanya. “Kamu tuh, Sayang, kalah cepat sama anak kecil dan kucing dua kilo!”

Arsen melipat korannya, berdiri sambil menatap istrinya penuh gaya. “Hei, dulu aku tuh atlet lari kampus.”

Alda mengangkat alis. “Dulu, Mas. Sekarang? Atlet lari ke dapur nyari kopi.”

Arsen pura-pura marah, lalu dengan cepat memeluk Alda dari belakang. “Kalau bukan karena kamu cantik banget, udah aku gendong muter taman.”

“Arsen, jangan mulai” Alda belum sempat protes ketika Arsen benar-benar mengangkatnya sedikit dan memutarnya pelan, membuat Alda menjerit kecil sambil tertawa keras.

“Mas! Arseno lihat, tuh!”

Anak mereka tertawa keras dari kejauhan. “papa nakal! papa gendong mama kayak film!”

Mereka semua tertawa pemandangan yang mungkin sederhana, tapi bagi Alda, setiap detiknya seperti hadiah yang tak ternilai.

---

Siang harinya, Arsen dan ayahnya sedang duduk di ruang tamu sambil minum teh.

“Ayah kelihatan makin sehat,” kata Arsen sambil tersenyum.

Ayahnya mengangguk. “Tinggal di sini bikin aku muda lagi. Apalagi tiap pagi disambut cucu cerewet yang minta sarapan roti selai stroberi.”

“Dia itu, Yah, udah kayak alarm manusia,” balas Arsen sambil tertawa. “Bangun jam enam, langsung nyari kakek.”

Ayahnya menatap anak dan menantunya dengan penuh haru. “Kalian tahu gak… dulu aku takut banget gak sempat lihat kalian bahagia. Tapi sekarang… aku tenang.”

Alda datang membawa piring buah. “Ayah jangan ngomong kayak gitu, ya. Kami gak akan biarkan Ayah kemana-mana. Dunia ini masih butuh orang sabar kayak Ayah.”

Pria tua itu tertawa kecil. “Kalau begitu, aku akan bertahan lama. Aku mau lihat Arseno nikah juga nanti.”

“Wah,” Arsen pura-pura serius, “berarti Ayah harus siap lihat aku ubanan dulu.”

Mereka tertawa bersama.

Tawa yang ringan, tulus, dan hangat sesuatu yang dulu tak pernah terbayangkan.

---

Beberapa minggu kemudian, Alda mulai sering merasa mual pagi-pagi. Awalnya ia pikir hanya kecapekan. Tapi suatu pagi, ketika Arsen membawakan sarapan ke kamar, ia menemukan Alda duduk di ranjang dengan ekspresi aneh.

“Kamu kenapa, Sayang? Mukamu pucat banget.”

Alda menatapnya lama, lalu tiba-tiba tersenyum samar. “Mas… aku rasa aku tahu kenapa.”

Arsen berkedip bingung. “Kenapa?”

Alda mengangkat selembar test pack yang ia sembunyikan di balik bantal. Dua garis merah jelas terlihat.

“Mas… kita bakal punya bayi lagi.”

Arsen terdiam. Wajahnya berubah dari kaget, ke senyum lebar, lalu nyaris seperti anak kecil yang baru dapat mainan baru. “Serius?! Kamu… kamu hamil?!”

Alda mengangguk, matanya berkaca. “Iya.”

Tanpa sadar, Arsen langsung memeluknya erat, menempelkan kening di bahunya. “Tuhan… ini beneran hadiah paling indah.”

Alda tersenyum sambil tertawa kecil. “Aku takut kamu malah pingsan tadi.”

Arsen menatapnya dengan mata berbinar. “Aku? Pingsan? Nggak mungkin. Tapi kalau boleh jujur, jantungku deg-degan kayak mau wawancara pertama kali.”

Alda menggeleng geli. “Mas ini calon ayah panik edisi dua.”

Arsen mencium dahinya. “Dan kali ini, aku janji bakal jagain kamu lebih hati-hati lagi.”

---

Beberapa bulan kemudian.

Perut Alda mulai membesar, dan seluruh rumah berubah jadi “markas panik”. Arsenio selalu ingin mencium perut ibunya setiap pagi. Kadang ia bicara ke perut itu sambil berbisik, “Hai adik, jangan nakal ya, nanti papa sama mama capek.”

Arsen selalu memperhatikannya dari jauh dengan senyum lembut.

“Dia kayak kamu,” katanya suatu malam.

Alda mengernyit. “Kayak aku gimana?”

“Cerewet, penuh cinta, dan selalu bikin aku gak bisa berhenti senyum.”

Alda menatapnya geli. “Kamu tuh, tiap hari makin gombal.”

“Tapi kamu senang, kan?” goda Arsen.

Alda mendesah lembut, “Iya, Mas. Banget.”

---

Hari kelahiran akhirnya tiba.

Alda dibawa ke rumah sakit di tengah malam. Arsen, seperti biasa, panik setengah hidup, sampai ayahnya menepuk bahu dan berkata, “Tenang, Nak. Kamu udah pernah lewat ini sekali.”

Tapi tentu saja, Arsen tetap mondar-mandir di depan ruang bersalin seperti singa kehilangan arah.

Beberapa jam kemudian, tangisan bayi terdengar lagi kali ini suara lembut seorang bayi perempuan.

Alda terbaring dengan mata berair, senyum penuh keajaiban di wajahnya. “Mas…” suaranya lemah, tapi bahagia. “Putri kita…”

Arsen menatap bayi kecil itu yang kini digendong perawat, lalu memandang Alda. Ia menunduk, mencium dahinya dengan lembut. “Kamu luar biasa.”

Alda tersenyum. “Namanya… Arlena. Arlena Lin Varmond.”

Arsen mengulang pelan. “Arlena… indah sekali.”

Saat ia memeluk bayi mungil itu untuk pertama kalinya, air matanya jatuh tanpa bisa ditahan.

Semua kehilangan, semua masa lalu, semua luka — seolah lenyap digantikan oleh keajaiban baru.

---

Hari-hari berikutnya penuh kebahagiaan.

Arsenio menjadi kakak yang sangat protektif. “papa, jangan pegang adik lama-lama, nanti dia nangis kangen aku!” katanya dengan muka serius.

Alda dan Arsen hanya bisa tertawa.

Kadang malam-malam, ketika semua sudah tertidur, Alda duduk di kursi goyang sambil menimang Arlena. Arsen mendekat, duduk di lantai di sampingnya.

“Mas…” bisik Alda. “Kamu sadar gak, dulu aku takut sekali kehilangan segalanya. Tapi sekarang aku justru punya lebih dari yang pernah aku minta.”

Arsen menatap bayi itu dengan lembut. “Itu karena kamu gak pernah berhenti percaya, Sayang. Dan karena kamu gak menyerah.”

Alda menatapnya, lalu tersenyum kecil. “Kamu juga gak pernah berhenti nyebelin.”

Mereka berdua tertawa pelan, sebelum akhirnya Arsen berbisik, “Kamu tahu, setiap kali aku lihat kamu sama anak-anak kita, aku sadar… aku udah punya semua yang aku butuh.”

Alda menyandarkan kepala di bahunya. “Dan aku… akhirnya punya rumah yang sesungguhnya.”

---

Beberapa tahun kemudian, halaman belakang rumah itu selalu ramai setiap sore.

Arsenio berlari sambil menggandeng adiknya, Arlena, yang kini bisa berjalan dan tertawa keras setiap kali jatuh ke rumput. Arsen duduk di bangku taman dengan segelas teh, sementara Alda duduk di sampingnya, memotong buah untuk mereka.

“Kamu tahu gak,” kata Arsen tiba-tiba, “kadang aku masih gak percaya ini hidup kita.”

Alda menatapnya sambil tersenyum hangat. “Aku juga. Tapi aku bersyukur… setiap hari.”

“Kalau begitu,” ujar Arsen, menggenggam tangannya, “kita janji lagi, ya. Apapun yang terjadi nanti, kita akan tetap begini bersama.”

Alda menatapnya lama, lalu mengangguk. “Selalu.”

Anak-anak mereka tertawa, angin sore berhembus lembut, dan langit memancarkan warna keemasan yang sama seperti dulu saat Alda pertama kali berjanji untuk tak lagi dikendalikan masa lalu.

Kini, ia tak hanya bertahan.

Ia benar-benar hidup.

Dan di samping Arsen, ia tahu…

bukan keajaiban yang mengubah hidupnya.

Tapi cinta yang mereka bangun, hari demi hari.

Sampai tak ada lagi luka yang tersisa, hanya kebahagiaan yang tumbuh tanpa batas.

bersambung

1
Cindy
lanjut kak
Lydia
Lanjut Author. Terima Kasih.
Ilfa Yarni
satu persatu kebahagiaan mereka kembali
Lydia
Lanjut Author. Terima Kasih.
Cindy
lanjut kak
Ilfa Yarni
past ayah arsen mengannggsp kematian istrinya krn salah arsen mknya dia pergi dan skr setelah sadar dia kembali
Lydia
Lanjut Author. Terima Kasih.
Ilfa Yarni
cinta dan kebersamaan yg dtg dr luka itu akan kuat dan tak tergoyahkan senang ya klo suami istri saling mencintai dan saling setia rmh tangga rasanya bahagia banget
Cindy
lanjut
Cindy
lanjut kak
Lydia
Lanjut Author. Terima Kasih.
Ilfa Yarni
aaaa romantis skali
Ilfa Yarni
Thor dendam pd bibi jg pamannya Alda dan jg mantan suaminya aurora kok ga diceritain thor
Lydia
Lanjut Author. Terima Kasih
Lydia
Lanjut Author. Terima Kasih.
Ilfa Yarni
masalah arsen udah selsai dan besoknya maslah Alda yg akan mereka selesaokan
Ilfa Yarni
akhirnya hati mereka berdua udah terpaut semoga kedepannya kalian berdua bisa bahagia
Lydia
Lanjut Author. Terima Kasih
Lydia
Lanjut Author. Terima Kasih.
Ilfa Yarni
wah arsen byk kemajuan dan udah nembak aurora jwb dong aurora klo km jg cinta
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!