"Lepasin om! Badan gue kecil, nanti kalau gue penyet gimana?!"
"Tidak sebelum kamu membantuku, ini berdiri gara-gara kamu ya."
Gissele seorang model cantik, blasteran, seksi mampus, dan populer sering diganggu oleh banyak pria. Demi keamanan Gissele, ayahnya mengutus seorang teman dari Italia untuk menjadi bodyguard.
Federico seorang pria matang yang sudah berumur harus tejebak bersama gadis remaja yang selalu menentangnya.
Bagaimana jadinya jika Om Hyper bertemu dengan Model Cantik anti pria?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pannery, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keinginan
Dasar gila... Gissele menggigit bibirnya. Jantungnya berdegup cepat, wajahnya sudah memerah setengah mati.
Saat pintu ruang ganti terbuka perlahan dan Federico masuk, Gissele buru-buru menutupi bagian depan tubuhnya dengan pakaian yang tadi dikenakan. Ia berbisik setengah tegas, “Om, tutup mata ya!”
“Iya, iya,” jawab Federico dengan senyum kecil, meski matanya sempat melirik sebentar—cukup untuk mencuri pandang. Tapi ia kemudian menunduk, berpura-pura sibuk.
Federico berbohong, ia sama sekali tidak menutup mata, baginya ini kesempatan yang tidak akan ia sia-siakan.
Di sisi lain, Gissele yang malah menutup mata. Ia masih berdiri memunggunginya dengan sedikit panik.
Punggung gadis itu terlihat begitu mulus, kulitnya bersih tanpa cela, dan tali dalaman pink itu terlihat tersangkut di bagian belakang, tepat di sela rambutnya yang panjang.
“Ini yang bermasalah?” Tanya Federico pelan.
Gissele mengangguk tanpa menoleh, wajahnya merah padam. Tangan kecilnya mencengkeram pakaian, menutupi bagian depan tubuhnya dengan sangat canggung.
Federico mendekat. Matanya menangkap jejak keringat kecil di tengkuk Gissele. Ia mengangkat tangan, lalu dengan perlahan menyibakkan rambut gadis itu ke samping. Gerakannya lembut… terlalu lembut.
Bukannya langsung membetulkan tali seperti yang seharusnya, jari Federico justru menyentuh lembut punggung itu. Gerakannya turun perlahan membuat Gissele berdesis.
"Nnh.."
Suara itu membuat Federico turn on dengan mudah. Jemari pria itu terasa dingin, namun juga... menyusupkan getaran aneh ke seluruh tubuhnya.
Gissele mengerjap pelan, tubuhnya menegang. Ia tak berani bicara. Nafasnya memburu, detak jantungnya makin liar.
“Om… kok lama amat sih…” desisnya, mencoba terdengar kesal. Tapi suaranya justru terdengar lemah.
“Sebentar,” jawab Federico pelan, suaranya berat, nyaris berbisik di telinganya. “Nona gerak dikit... tali ini nyangkut di rambut.”
Suasana di ruang ganti itu terlalu sempit, terlalu sunyi. Hanya ada detak jantung dan desah napas yang terasa mendekat.
Dengan sekali gerakan, Cklek! Tali dalaman itu akhirnya terlepas.
Gissele memejamkan mata, wajahnya tertunduk, napasnya berantakan. “U-udah kan... oke, keluar... keluar sekarang,” bisiknya gugup.
Federico menarik napas perlahan. “Ya, Nona,” ucapnya pelan, berbeda dari biasanya. Nada suaranya lembut—bahkan sedikit menenangkan, seperti seseorang yang tak ingin membuat gadis itu takut.
Sebelum keluar, Federico sempat menatap punggung Gissele sekali lagi, seolah mengukirnya dalam ingatan. Lalu, dengan tenang, ia membuka tirai dan melangkah keluar, menutup pintu kembali..
Federico keluar seperti biasa tapi ia mengalami gejolak liar di dalam dirinya. Shit.. saya ber diri lagi hanya karna punggung gadis itu..
Di sisi lain, Gissele menatap bayangan dirinya di cermin. Pipinya merah, nafasnya belum stabil, dan entah mengapa... tubuhnya sedikit gemetar.
“Dia cuma bantu... iya, cuma bantu. Tapi kenapa gue gugup banget.."
Setelah beberapa menit, Gissele akhirnya keluar dari ruang ganti dengan langkah pelan. Ia sudah berganti pakaian seperti biasa, tapi wajahnya masih menyimpan bekas-bekas insiden barusan—merah, dan sedikit linglung.
Federico menunggu di luar sambil bersandar pada dinding, kedua tangan dimasukkan ke saku celana, dan tentu saja… senyum jahilnya masih menempel di bibir.
“Mau cari pakaian dalam lagi?” Ujarnya santai, seolah tidak terjadi apa-apa.
Gissele melirik sekilas, lalu langsung menunduk dan menutupi wajahnya dengan bungkusan pakaian dalam yang dibawanya.
“Jangan ngomong deh, Om…” bisiknya pelan, hampir tidak terdengar.
Mereka berjalan ke arah kasir. Gissele memegang pakaian pilihannya, sementara Federico masih santai mengikuti dari belakang.
Saat tiba di kasir, suasana jadi terasa… aneh.
Gissele berdiri dengan sangat kaku. Kedua tangannya mencengkeram bungkusan itu, dan wajahnya merah sampai ke telinga. Ia bahkan tidak berani menatap pegawai kasir.
Federico berdiri di sampingnya, memasang wajah serius yang terlalu dibuat-buat.
“Hanya ini? Lingerie seksinya nggak jadi?” Tanya pegawai kasir ramah.
Gissele mengangguk cepat, suaranya nyaris hilang. “I-iya…”
“Ah apa kalian mau ke pantai? Warna pink-nya manis banget, cocok buat honeymoon,” kata kasir itu dan Federico tertawa pelan.
“Memang cocok. Istri saya memang manis,” sahutnya sengaja, dengan nada yang menyebalkan. Tangannya bahkan merangkul bahu Gissele singkat.
“Om!” Bisik Gissele geram sambil menyikut pelan pinggang pria itu. Tapi ia masih tak sanggup mengangkat wajahnya. Matanya fokus menatap lantai.
Transaksi selesai. Pegawai itu menyerahkan bungkusan dengan senyum menggoda. “Semoga harimu menyenangkan, Kak… dan… selamat bersenang-senang,” ucapnya genit.
Gissele buru-buru meraih kantong belanjaan itu dan langsung menarik lengan baju Federico. “Ayo pergi!” Desisnya.
Begitu keluar dari toko, ia langsung memukul pelan lengan pria itu dengan wajah masih super merah.
“Apa sih! Gila ya! Gue malu setengah mati tau nggak!”
Federico hanya terkekeh, menunduk sedikit untuk membisik di dekat telinganya, “Kan kamu duluan yang mengajakku kesitu, Nona. Hanya itu yang bisa saya lakukan agar mereka semua nggak salah paham.”
Gissele membuang muka, “Sialan gue nggak akan bawa lo kesana lagi!” Gissele kapok mengerjai Federico.
...****************...
Setelah keluar dari toko, Gissele berjalan cepat-cepat seperti mau kabur dari bumi.
Federico sendiri masih santai mengikutinya dari belakang, membawa dua kantong belanjaan tambahan yang entah kenapa malah dia yang pegang.
Federico tertawa kecil. “Mau kemana lagi, istriku?”
“Jangan panggil gue istri!!” Balas Gissele dengan cepat, lalu menoleh tajam dengan pipi super merah. Pria itu terus saja mengganggunya.
“Ah.. Gue pengen yang seger manis, Om. Traktir gue es krim dong.”
“Demi istri tercinta, apapun!” Sahut Federico sambil berdiri dan memberi hormat dramatis.
Gissele mendengus dan memukul bahu pria itu, "Berhenti sebut gue itu!" Walau kesal jujur saja wajah Gissele terus memerah dan hal itu terlihat lucu bagi Federico.
Pria itu cuma terkekeh puas. Beberapa menit kemudian ia kembali sambil membawa dua cup es krim besar.
“Nih. Satu buat Nona yang galak. Jangan marah-marah terus ya..”
Gissele menerima dengan senyum malu-malu. “Yaudah, karena Om udah traktir, gue maafin… dikit.”
Lalu mereka berdua memakan es krim itu bersama. Gissele merasa puas sekali dan Federico terus menatap gadis di sebelahnya itu.
Lucu sekali.. Batin Federico, ia terus tersenyum menikmati momen mereka berdua.
Setelah puas muter-muter mall dan insiden kocak di toko pakaian dalam, mereka akhirnya berjalan kembali ke parkiran.
Sialnya, Federico terus mendekat ke arah gadis itu sambil tersenyum.
“Jauh-jauh, Om! Jangan deket-deket, nanti orang salah paham!” Bentak Gissele dengan wajah merah padam.
Federico malah terkekeh. “Tapi kan saya harus di dekat Nona agar saya bisa melindungi Nona dengan baik.”
“Om makin lama makin ngeselin, sumpah…”
Setelah sampai di mobil, Gissele langsung duduk di kursi penumpang dengan wajah yang masih merah karena malu.
Federico duduk di kursi kemudi, menyalakan mobil, tapi tak langsung jalan. Ia menoleh perlahan ke arah Gissele dengan senyum hangat.
“Nona,” panggilnya pelan.
“Apa lagi sih?” Gissele menoleh, masih manyun.
“Kamu mau tau satu hal?” Federico menatapnya dengan lekat.
“Apaan lagi?” Gissele menjawabnya dengan ketus.
Federico tersenyum kecil. “Hari ini saya sangat senang. Dan entah kenapa… saya ingin sekali menciummu.”
“Apaan sih, Om mes*m!” Gissele langsung memalingkan wajahnya, tidak ingin terus ditatap oleh Federico.
“Nona selalu manis dan lucu.” Ucapnya dengan nada lembut.
Gissele tak menjawab, hanya berdebar dan memalingkan wajah, bibirnya sedikit mengerucut menahan senyum kecil. “Dasar om-om m*sum doyan gombal…”
Mobil akhirnya melaju pelan di bawah cahaya senja, membawa dua hati yang saling menggoda, tapi diam-diam semakin dekat.
...****************...
Setelah aktivitas Gissele di mall. Seharian penuh, Gissele fokus mengerjakan tugas-tugasnya. Ia bahkan tidak keluar kamar sama sekali, sibuk menatap layar laptop sambil sesekali mengeluh kecil.
"Haa.." Ia menghela nafas panjang. Ini semua tugas-tugas saat ia tidak masuk kampus.
Hingga malam tiba, jam sudah menunjukkan lewat tengah malam. Tapi anehnya, Gissele malah belum bisa tidur.
Gadis itu rebahan di tempat tidur, memeluk guling sambil memainkan game di ponsel. Rumah pun terasa sunyi dan tidak ada suara dari pembantu yang biasanya mondar-mandir. Sepertinya semua sudah tidur.
“Duh... haus,” gumam Gissele pelan, bangkit dari tempat tidur.
Dengan langkah malas, ia turun ke dapur mencari air segar. Namun, pandangannya justru tertuju pada sosok pria yang duduk sendirian di ruang tamu.
Sudah pasti dia Federico. Pria itu duduk dengan kepala menunduk, bahunya tampak berat seolah menanggung beban dunia.
Gissele menghampiri Federico dan menatapnya sinis. “Om?” Gissele menepuk bahu pria itu. “Dia kenapa lagi sih?”
Akhirnya Gissele melihat ke meja dan baru sadar ada sebuah botol minuman. "Ugh.. bsia-bisanya dia mabuk."
Federico menoleh perlahan. Wajahnya sedikit merah. Senyumnya miring.
“Halo... Nona...” ucapnya pelan dengan nada mabuk. “Hehe... Nona cantik sekali...”
“Males banget ketemu orang mabuk.” Gerutu Gissele sambil celingak-celinguk memastikan tak ada orang. “Pembantu juga udah tidur semua… astaga, kenapa selalu ada aja kejadian nggak terduga di rumah ini.”
Belum sempat ia menyuruh Federico kembali ke kamarnya, tangan pria itu sudah menariknya pelan.
“Eh, Om—”
Jarak mereka semakin dekat, dan sebelum Gissele sempat menghindar dan..
Cup!
Federico mengecup bibir gadis itu dengan singkat. Gadis yang dicium itu membeku, wajahnya langsung panas seperti terbakar.
“ANJIR!!” pekiknya, langsung memeluk diri sambil mengelap bibir. “Om ngapain sih?! Itu… itu tadi… Ciuman beneran!!”
Masalahnya, itu ciuman pertama Gissele di bibirnya. Jantung Gissele berdetak sangat cepat dan ia gelagapan.
Federico tertawa kecil, matanya setengah terpejam. Tanpa membiarkan gadis itu kabur, Federico memeluk pinggang ramping Gissele dan mendongak ke atas untuk tersenyum padanya.
“Kan saya sudah bilang... saya sangat ingin mencium, Nona.”
“DASAR OM GILA!” Gissele kabur ke arah kamarnya, tapi wajahnya tetap merah padam. Detak jantungnya masih kacau.
Sialan. Malam ini bener-bener kacau bagi Gissele. Dan bibirnya masih... terasa hangat.
..