NovelToon NovelToon
Naik Ranjang

Naik Ranjang

Status: tamat
Genre:Nikahmuda / Tamat
Popularitas:8.5M
Nilai: 5
Nama Author: Ichageul

ADRIAN PRATAMA. Itu nama guru di sekolah gue yang paling gue benci. Karena apa? Karena dia udah membuka aib yang hampir tiga tahun ini gue tutup mati-matian.

“Dewi Mantili. Mulai sekarang kamu saya panggil Tili.”

Nyebelin banget kan tuh orang😠 Aaarrrrggghhh.. Rasanya pengen gue sumpel mulutnya pake popok bekas. Dan yang lebih nyebelin lagi, ternyata sekarang dia dosen di kampus gue😭

ADITYA BRAMASTA. Cowok ganteng, tetangga depan rumah gue yang bikin gue klepek-klepek lewat wajah ganteng plus suara merdunya.

“Wi.. kita nikah yuk.”

Akhirnya kebahagiaan mampir juga di kehidupan gue. Tapi lagi-lagi gue mendapati kenyataan yang membagongkan. Ternyata guru plus dosen nyebelin itu calon kakak ipar gue😱

Gue mesti gimana gaaeeesss???

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Calon Adik Ipar

Ida bergegas keluar dari kamar begitu mendengar suara anak bungsunya. Dengan senyum sumringah, dia menyambut Aditya yang baru saja masuk ke dalam rumah. Wanita itu memeluk erat sang anak yang pergi meninggalkan rumah setahun yang lalu.

“Bagaimana keadaanmu sayang?” tanya Ida begitu pelukannya terurai.

“Alhamdulillah mamaku yang cantik. Anakmu ini masih sehat walafiat.”

“Tapi kamu kurusan,” Ida meraba rahang Aditya.

“Tapi tetap ganteng kan, ma?”

“Ganteng. Anak mama yang ini masih ganteng. Udah makan belum?”

“Belum. Aku laper ma,” ujar Aditya dengan nada manjanya.

“Ayo makan dulu.”

Ida segera membawa Aditya menuju meja makan. Mata Aditya berbinar melihat hidangan yang tersaji di meja adalah menu kesukaannya. Ida memang sengaja memasak makanan kesukaan Aditya, begitu Adrian memberitahu kalau adiknya itu akan datang. Sedari pagi, wanita itu terus menunggu, hingga akhirnya yang ditunggu datang di saat sore menjelang.

Aditya mendudukkan dirinya di kursi. Dengan cepat Ida mengambilkan makanan untuknya. Ingin rasanya dia menyuapi anaknya itu kalau tidak ingat kalau putra bungsunya sekarang sudah beranjak dewasa. Tiga bulan yang lalu dia baru saja berulang tahun yang ke dua puluh. Jarak Aditya dengan Adrian memang terpaut empat tahun.

Ida menyusut genangan air di sudut matanya ketika melihat Aditya dengan lahap memakan masakan buatannya. Hatinya miris mengingat setiap hari anaknya itu mungkin jarang menemukan makanan enak. Kadang dia menitipkan uang pada Adrian untuk diberikan pada Aditya tapi selalu ditolak olehnya. Alasannya sederhana, dia tidak mau menerima uang pemberian ibunya yang notabene berasal dari sang ayah.

“Abang udah pulang?” pertanyaan Aditya membuyarkan lamunan wanita itu.

“Sudah. Dia lagi di kamarnya. Kamu ngga usah pergi lagi, kembali tinggal di rumah ini, ya,” bujuk Ida.

“Ngga ma. Aku ke sini cuma mau ambil motor abang. Kata abang motornya dihibahin ke aku.”

“Kenapa kamu ngga pernah mau nerima pemberian mama? Mama bisa membelikanmu motor baru kalau kamu mau.”

“Udah cukup yang abang, masih bagus juga. Baru dipake dua tahun.”

Ida mengesah mendengar jawaban sang anak. Aditya terlalu keras kepala, dia memilih kelaparan daripada harus menerima uang pemberian darinya. Beruntung Adrian tidak tutup mata dan terus membantu adiknya.

“Kapan kamu kembali pulang?” nada Ida terdengar sedih.

“Aku akan pulang kalau sudah sukses, ma. Mama jangan sedih dong, doakan aja anakmu ini berhasil meraih cita-citanya dan membuktikan pada papa kalau pilihannya tidak salah.”

Aditya menghapus airmata yang meleleh, membasahi pipi Ida yang sudah mulai tak kencang lagi kulitnya. Sebenarnya dia tak tega melihat ibunya bersedih, namun ini adalah pilihan hidupnya. Jika dia pulang, maka ayahnya akan tertawa puas dan menganggap dirinya kalah.

“Ma.. nanti aku ke sini lagi sama calon mantu mama.”

“Calon mantu? Emangnya kamu udah punya pacar?”

“Pacar ngga punya. Tapi kalau calon makmum ada.”

“Siapa namanya? Orang mana? Mama kenal ngga?”

“Mama kebiasaan kalau nanya borongan. Nanti aja aku kenalin ma, kalau dia udah setuju jadi calon makmumku.”

“Emang sekarang dia belum setuju?”

“Belum. Orang baru pedekate hahaha…”

“Dasar.”

Ida menepuk pelan lengan anaknya. Aditya segera menyelesaikan makannya, dia ingin segera bertemu dengan Adrian untuk melaporkan hasil pertemuannya dengan Yulita tadi pagi.

“Ma.. aku ke kamar abang dulu.”

“Iya. Eh, kamu mau mama bawain makanan ngga?”

“Ngga usah, ma. Di tempatku ngga ada kulkas, sayang nanti malah ngga kemakan.”

Setelah mencuci tangannya, Aditya segera menuju kamar sang kakak yang ada di samping kamarnya. Sejenak dia melihat pintu kamar yang dulu ditempatinya. Ada kerinduan untuk kembali menempati kamar tersebut, namun demi membuktikan dirinya di hadapan sang ayah, dia menahan keinginan itu.

TOK

TOK

TOK

“Masuk.”

Begitu mendengar suara sang kakak dari dalam, Aditya segera membuka pintu. Sejenak pria itu terdiam menatap Adrian yang tengah bertelanjang dada. Kakaknya itu seperti tengah mengamati beberapa bagian tubuhnya. Aditya kemudian berjalan menghampiri sang kakak. Dia melihat ada lebam di bagian lengan, punggung dan dada Adrian.

“Abang kenapa? Abis berantem?”

“Ngga.. tadi abis latihan, sparing partner.”

“Emang lawannya Dan berapa sampe kena lebam gini.”

“Anak pemula.”

“Hah?”

“Ini tolong tempelin.”

Adrian menyorongkan koyo pereda nyeri pada Aditya. Dengan cepat pemuda itu menempelkan koyo tersebut di titik-titik lebam tadi. Otaknya langsung bekerja begitu mendengar kalau sparing partner sang kakak adalah murid pemula.

“Sparing partner abang, cewek ya?”

“Hmm..”

“Pasti abang naksir nih.”

“Sok tau.”

“Ck.. ngga perlu IQ tinggi buat nebak yang beginian. Abang tuh bukan jadi sparing partnernya tapi jadi samsak hidup buat dia. Dan pasti tuh cewek spesial banget sampe abangku mau berkorban begini.”

Adrian tak mengiyakan namun tak menyangkalnya. Hanya senyum tipisnya yang tercetak di wajahnya. Melihat itu, Aditya semakin yakin dengan tebakanannya. Dia makin bersemangat menggoda sang kakak.

“Jadi penasaran, siapa sih cewek yang udah bisa bikin hati abangku yang membeku jadi meleleh gini.”

“Lebay.”

“Bukan lebay, tapi kenyataan. Abang tuh tipe orang yang susah jatuh cinta. Dan perempuan yang udah bikin abang jatuh cinta pasti istimewa. Kecuali si Ara, ya.”

Terdengar nada keki Aditya saat menyebutkan nama mantan wanita pujaan sang kakak. Adrian hanya membalasnya dengan kekehan saja. Pria itu menyambar kaos dari dalam lemari kemudian mengenakannya.

“Bang.. sssttt..”

“Apa?”

“Siapa ceweknya? Minimal namanya deh.”

“Ngga usah overthink deh. Dianya juga belum tentu ada perasaan sama abang.”

“Weh masa abang ngga pede sih? Abang tuh ganteng, pinter, pasti banyak cewek yang klepek-klepek sama abang. Tapi emang kurangnya satu sih. Abang tuh kurang senyum, tuh muka coba dilemesin dikit, jangan kaku kaya triplek. Jadi siapa bang? Mau aku bantu ngga?”

“Kepo bener. Urus aja hidupmu sendiri.”

“Weh kalau aku jangan ditanya. Aku sengaja ambil motor sekarang, soalnya nanti mau ajak jalan calon adik ipar abang.”

“Emang dia udah mau sama kamu?”

“Secara verbal belum. Tapi secara nonverbal udah.”

“Tapi jangan salah, kadang kita keliru menerjemahkan pesan nonverbal karena belum tentu persepsi kita sama dengan sang pemberi pesan.”

“Ya ampun bang, demen banget matahin hati adeknya.”

“Hahahaha…”

Adrian merangkul bahu Aditya kemudian mengajak adiknya itu keluar dari kamar. Mereka berjalan menuju garasi yang tertutup rolling door untuk mengambil motornya yang tersimpan di sana.

“Abang udah bawa ke bengkel untuk diservis dan ganti oli. Bensinnya juga udah diisi full. Kamu tinggal pake aja.”

“Wah thank you, bang.”

“Soal kontrakanmu gimana?”

“Malam ini mau aku bayar. Sesuai instruksi abang, aku langsung bayar tiga bulan. Tapi paling besok aku mulai tidur di sana. Kan belum ada kasur.”

“Mau abang antar beli kasur dan perabotan lain?’

“Ngga usah. Aku mau ajak calon makmumku aja.”

“Modus.”

“Biarin. Namanya juga usaha.”

Percakapan mereka terhenti ketika mendengar suara mobil memasuki halaman rumah. Tanpa melihatnya, Aditya sudah tahu kalau sang ayah yang baru saja tiba. Pemuda itu tak ada keinginan sama sekali untuk menemui ayahnya. Dia tetap berada dalam garasi, menunggu ayahnya masuk ke dalam rumah.

“Bang, aku pergi, ya. Makasih buat semuanya. Salam buat mama. Maaf aku, ngga pamitan.”

“Pamit dulu sama mama.”

“Ngga ah. Aku harus jaga mood sebelum ketemu calon adik iparmu. Aku pergi ya, bang. Assalamu’alaikum.”

“Waalaikumsalam.”

Aditya mendorong motor keluar dari garasi. Setelah memanaskan motor sebentar, pemuda itu segera meninggalkan kediaman orang tuanya mengendarai motor pemberian sang kakak. Toni yang melihat kepergian Aditya dari balik kaca jendela hanya mampu menghela nafas panjang. Ida yang berada tak jauh darinya hanya bisa menatap dengan wajah sendu. Kedua pria itu sama-sama keras kepala dan tak mau menurunkan egonya, membuat hubungan keduanya tak pernah membaik walau setahun telah berlalu.

🌸🌸🌸

Sejak diantar Adrian pulang, Dewi hanya mengurung diri di kamar. Moodnya masih belum membaik walau keadaannya sudah kembali tenang. Nenden sendiri memilih untuk membiarkan saja. Tadi Adrian sudah menceritakan semuanya. Dia merasa beruntung wali kelas anaknya itu datang tepat waktu dan mampu menenangkan sang anak.

Sebenarnya Dewi sudah mulai merelakan kepergian sang ayah, namun menyaksikan kembali reka adegan tadi memicu kembali kesedihan dan kemarahannya. Tapi dia cukup puas bisa sedikit melampiaskan emosinya pada kedua penjahat tersebut. Kemudian dia teringat akan apa yang dilakukannya saat di dojang tadi.

Pak Adrian ngga apa-apa gitu? Ah siapa suruh dia mau jadi samsak hidup, bomatlah. Tapi kasihan juga ya, pasti badannya juga sakit. Ah dia pasti baik-baik aja, pukulan segitu ngga ada apa-apanya buat dia. Tapi… aah gue jadi ngga enak gini sih.

Dewi terus bermonolog dengan hatinya. Di satu sisi dia merasa tak enak dengan apa yang dilakukannya tadi pada Adrian. Tapi di sisi lain, dia berusaha untuk tak peduli. Anggap saja itu balasan akibat sikapnya yang kerap menyebalkan. Karena tak ingin terus diusik perasaan bersalah, Dewi memutuskan menghubungi Adrian untuk mengucapkan terima kasih dan maaf.

Gadis itu beranjak dari tempatnya. Dia berjalan menuju meja belajarnya, di mana ponselnya tergeletak. Dibukanya aplikasi whatsapp lalu masuk ke grup WA kelasnya. Diketuknya daftar anggota grup lalu mengetuk nomor Adrian yang belum disimpan ke ponselnya. Untuk beberapa saat Dewi masih menunggu Adrian menjawab panggilannya.

“Assalamu’alaikum.”

“Waalaikumsalam. Eungg.. malem pak, ini dengan Dewi.”

"Dewi siapa?"

"Dewi Mantili."

“Hmm.. ada apa?”

“Ehmm.. i..itu.. sa.. saya mau bilang makasih soal yang tadi sama maaf,” suara Dewi mulai mengecil.

“Sama apa?”

“Maaf,” ulang Dewi dengan suara pelan.

“Apa?”

“MAAF!!”

“Ngga usah teriak, saya ngga budeg.”

Dewi menghirup oksigen sebanyak-banyaknya. Butuh usaha dan hati yang lapang untuk menghubungi sang wali kelas. Dia sudah beritikad baik untuk mengucapkan terima kasih dan permohonan maaf, namun ternyata pria menyebalkan itu tetap saja membuatnya emosi jiwa.

“Lagian bapak pake pura-pura ngga dengar.”

“Kamu tuh ikhlas ngga sih bilang makasih sama minta maaf? Kalau ngga ikhlas ya ngga usah.”

“Bapak bisa ngga sih ngga suudzon terus sama saya? Pokoknya terima kasih untuk yang tadi, maaf juga karena bapak jadi samsak hidup saya. Terserah bapak mau anggap itu ikhlas atau ngga. Pokoknya saya udah bilang itu semua, bye.. Assalamu’alaikum.”

Tanpa menungggu Adrian menjawab salamnya, Dewi segera memutuskan panggilan. Gadis itu menghembuskan nafas kasar seraya menaruh ponsel ke meja. Sedetik kemudian ponselnya berdenting, sebuah pesan dari Adrian masuk.

From +628********** :

Waalaikumsalam

“Dih.. gaje banget kirim pesan cuma jawab salam doang,” gumam Dewi pelan.

TING

From +628********** :

Menjawab salam itu wajib. Ngga usah geer.

“Aaaarrrgggghhh… sumpah nyebelin banget tuh orang. Nyesel gue kenapa tadi ngga sekalian bikin mukanya bonyok. Hiiiiihhhhhh….”

Dewi benar-benar dibuat gemas, kesal dan gondok pada wali kelasnya itu. Tak berselang lama ponselnya kembali berdenting. Dengan kesal disambarnya kembali benda pipih persegi tersebut. Namun mimik wajah kesalnya berubah ketika melihat nama sang pengirim pesan.

From Lesung Pipi Kesayangan :

Lima belas menit lagi aku jemput, siap-siap ya. Ngga usah dandan yang cantik. Aku ngga rela ada yang nikmatin wajah cantik kamu😘😘😘

Sebuah senyuman tercetak di wajah Dewi. Secepat kilat gadis itu membuka lemari bajunya. Untuk beberapa saat dia berdiri di depan lemari, masih berpikir baju apa yang bagus untuk dikenakan. Kemudian pilihannya jatuh pada celana jeans warna hitam dengan kaos lengan pendek yang akan dibalut dengan sweater warna hijau tosca. Tak lupa kerudung instan dengan warna serupa dengan celananya.

🌸🌸🌸

Aditya menghentikan Honda Vario Adrian yang kini sudah beralih menjadi miliknya di depan rumah haji Soleh. Setelah membuka helmnya, pria itu masuk ke pekarangan juragan angkot dan kontrakan tersebut. Dia berhenti tepat di depan pintu yang tertutup rapat. Aditya mendapatkan rekomendasi kontrakan ini dari Roxas. Dan tentu saja dia langsung setuju, karena bisa berdekatan dengan Dewi.

TOK

TOK

TOK

“Assalamu’alaikum.”

TOK

TOK

TOK

“Assalamu’alaikum.”

“Waalaikumsalam.”

Terdengar suara seorang wanita dari dalam sana menjawab salam Aditya. Tak berapa lama kemudian pintu terbuka. Seorang wanita paruh baya mengenakan bergo warna putih muncul dari baliknya. Dia adalah Ratna, istri dari pak haji Soleh.

“Malam bu. Bapaknya ada?”

“Ada. Ayo silahkan masuk.”

Ratna mempersilahkan Aditya untuk masuk dan duduk di ruang tamu. Wanita ramah itu bergegas masuk ke dalam rumah untuk memanggil suaminya. Pak Soleh muncul dengan tubuh terbalut baju koko dan sarung. Aditya berdiri dari duduknya kemudian menyalami pria tersebut.

“Nak Adit, ya.”

“Iya, pak.”

“Bagaimana-bagaimana? Ayo silahkan duduk dulu.”

Kedua pria berbeda generasi itu mendudukkan diri di sofa secara bersamaan. Belum sempat Aditya mengutarakan maksud kedatangannya, Ratna muncul dengan membawa dua cangkir berisi teh manis hangat kemudian meletakkan di atas meja. Wanita itu segera kembali ke dalam rumah, tak ada minat ikut menimbrung dalam pembicaraan.

“Begini, pak haji. Kedatangan saya untuk melunasi uang sewa kontrakan.”

“Sudah ada uangnya? Kalau belum ada, ngga apa-apa. Nanti saja. Jangan khawatir, saya ngga akan lempar kontrakan ke yang lain.”

“Alhamdulillah sudah ada, pak.”

Adrian membuka resleting jaketnya kemudian mengeluarkan amplop dari dalamnya. Pemuda itu menyodorkan amplop putih yang berisi pembayaran uang sewa kontrakan selama tiga bulan, sesuai instruksi Adrian.

“Ini, saya bayar untuk tiga bulan, pak. Dipotong DP, jadi totalnya 1,9. Benar kan pak? Silahkan dihitung dulu.”

Pak haji Soleh mengambil amplop tersebut kemudian menghitung isi di dalamnya. Kepala pria itu mengangguk ketika jumlah uang sesuai yang disebutkan Aditya tadi.

“Sudah pas, Alhamdulillah. Jadi kapan mau ditempati? Biar nanti dibersihkan dulu.”

“In Syaa Allah besok pagi saya ke sini lagi, pak.”

“Kalau begitu, besok bada shubuh pegawai saya akan membersihkan rumah.”

“Terima kasih, pak haji.”

“Sama-sama. Ayo silahkan diminum dulu.”

Secara bersamaan kedua pria itu mengambil cangkir yang berisi teh kemudian menyeruputnya pelan. Sambil menyesap tehnya, haji Soleh memperhatikan Aditya. Dia cukup kagum dengan sosok Aditya. Selain tampan, pemuda itu juga begitu sopan dan santun dalam berkata-kata.

“Nak Aditya kerja atau kuliah?”

"Kerja, pak."

"Kerja di mana?"

“Di hotel Amarta, pak. Alhamdulillah, saya baru diterima kerja di sana.”

“Alhamdulillah. Di manapun kita bekerja, lakukan dengan tekun dan sungguh-sungguh. In Syaa Allah, hasilnya juga akan baik nantinya. Oh iya, besok tolong siapkan fotocopy KTP. Bapak kan harus lapor sama RT setempat, kalau ada pengontrak baru.”

“Siap pak haji. Besok saya siapkan. Kalau begitu, saya permisi dulu, pak.”

Aditya menghabiskan dulu minumannya sebelum berdiri dari duduknya. Setelah bersalaman dengan haji Soleh, pemuda itu segera keluar dari rumah tersebut. Dia segera naik ke tunggangan tanpa mengenakan helm, karena jarak rumah haji Soleh dengan kontrakan Dewi tidaklah jauh.

🌸🌸🌸

**Tetep ya Adrian ama Tili ngga ada akurnya😂

Aditya ngga tau aja tuh, cewek yang udah buat hati kakaknya lumer itu, Dewi😂**

1
sherly
dr sekolah sampai dah punya anak eh anaknya pada ngumpul buat Genk... novelmu emang seruuu Thor tp kenapa kisah anak2 mereka ngk di NT?
sherly
tiba2 JD melowwww
sherly
baca novelmu tu buat bahagiaaa.... awalnya senyum2 eh ujung2nya ngakak...
sherly
hahahahha rejeki si Budi
sherly
tq Thor untuk novelmu yg rasanya tu kayak nano nano... baru baca satu novelmu kyaknya bakalan lanjut ke novel yg lain...
sherly
lengkap sudah kebahagian Adrian dan dewi
sherly
jadi pengen liburan jugaaaaa
sherly
kalo soal pede emang si Budi nih juaranya.... maju terus bud
sherly
hahahahahha nasib duo B si jomblo sekarat
sherly
hahahah muslihat preman pensiun
sherly
Doni dah dapat satu restu... semangkaaaa
sherly
Hahahhaa masih kurang tu.. sibudi buluk mesti di kasi 20 sks biar bisa cari cewek yg bener ke depannya...
sherly
hahahha Mila sampai sewa satpam buat jd pasangannya... emang teman si Dewi smuanya kelakuannya diluar prediksi BMKg...
sherly
aku kira lagu Ari lasso malaikat tak bersayap ternyata ciptaan othor TOP dah
sherly
mulai pasang spanduk, umbul2 don... hehehehhe
sherly
sang playboy seketika berubah menjadi satria bijaksana... hahahah
sherly
perjuangan bapak2 saat istri ngidam ..
sherly
Dewi oh Dewi temanmu pada awet ya somplaknya.... hahahhahw
sherly
penghulunya senang bener gangguin pengantin baru...
sherly
sampai detail ya Thor...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!