NovelToon NovelToon
Istri Bayangan

Istri Bayangan

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh
Popularitas:4.2k
Nilai: 5
Nama Author: Seroja 86

Nindya adalah wanita empatik dan gigih yang berjuang membesarkan anaknya seorang diri. Kehidupannya yang sederhana berubah ketika ia bertemu Andrew, pria karismatik, mapan, dan penuh rahasia. Dari luar, Andrew tampak sempurna, namun di balik pesonanya tersimpan kebohongan dan janji palsu yang bertahan bertahun-tahun.

Selama lima tahun pernikahan, Nindya percaya ia adalah satu-satunya dalam hidup Andrew, hingga kenyataan pahit terungkap. Andrew tetap terhubung dengan Michelle, wanita yang telah hadir lebih dulu dalam hidupnya, serta anak mereka yang lahir sebelum Andrew bertemu Nindya.

Terjebak dalam kebohongan dan manipulasi Andrew, Nindya harus menghadapi keputusan tersulit dalam hidupnya: menerima kenyataan atau melepaskan cinta yang selama ini dianggap nyata. “Istri Bayangan” adalah kisah nyata tentang pengkhianatan, cinta, dan keberanian untuk bangkit dari kepalsuan yang terselubung.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seroja 86, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 32

Nindya menatapnya tajam.

“Kamu selalu bilang bisa jelaskan, Drew. Tapi sampai sekarang, kamu cuma bilang ‘beri waktu’."

" Apa kamu sadar sikapmu itu bikin aku bertanya-tanya ada apa.”

Andrew terdiam. Kata-kata itu menohoknya. Ia ingin berkata jujur, tapi bibirnya kaku. Ada bagian dari dirinya yang masih takut pada reaksi Nindya, takut dunia yang ia bangun bersama wanita itu runtuh begitu kebenaran diucapkan.

 “Nind ini tidak sesederhana yang kamu pikirkan.”

“Tidak sesederhana yang aku pikir? Justru dengan kamu diam dan menghindar, aku makin merasa ada sesuatu yang kamu sembunyikan."

Suasana hening. Hanya suara detak jam dinding yang terdengar. Andrew mengusap wajahnya kasar, menahan emosi yang bercampur penyesalan.

“Aku janji… tapi tidak sekarang”

Nindya menarik napas panjang. Matanya berkaca-kaca, tapi ia menahan air mata agar tidak jatuh.

"Terserah kamu Ndrew, aku capek”

Lalu ia berbalik menuju kamar, meninggalkan Andrew yang terpuruk di ruang tamu dengan hati penuh kegelisahan.

Andrew terpekur lama di ruang tamu, menatap pintu kamar yang baru saja ditutup oleh Nindya.hatinya terasa berat.

 Ia tahu sikapnya tadi membuat luka baru, tapi ia sendiri terjebak dalam kebimbangan. Akhirnya, dengan helaan napas panjang, Andrew melangkah pelan mendekati kamar.

Ia mengetuk perlahan.

“Nindya…” suaranya serak,tak ada jawaban.

Perlahan ia membuka pintu, mendapati Nindya duduk di tepi ranjang, masih dengan wajah dingin.

Andrew mendekat hati-hati, berusaha menjaga jarak agar tidak semakin memicu emosi.

“Bisa bicara sebentar?.”

Nindya menoleh sekilas, lalu mengalihkan pandangan.

“Terserah kamu.”

Andrew duduk di tepi ranjang, menatap lantai sejenak sebelum akhirnya berkata pelan,

“Aku meminta kalian tidak bersuara saat Mamaku menelfon itu bukan karena aku malu, sama sekali tidak.”

Nindya mendengarkan, meski wajahnya tetap tegang.

“Kalau begitu kenapa, Drew? Kenapa harus seperti itu? Kamu sadar nggak, bagaimana perasaan kami?."

Andrew mengusap wajahnya. Ia ingin menjelaskan, tapi kata-katanya terhenti. “Kamu tahu kan… latar belakangku… masa laluku dan keluargaku hanya tahu Andrew yang mereka kenal selama ini”

Nindya menahan napas ada rasa ingin meledak dan berteriak namun ia tahan.

"Cukup Ndrew, tidak usah di teruskan aku tahu kemana arahnya, intinya aku tetap di sembunyikan." Potong Nindya

Suasana kantor pagi itu terasa dingin bagi Nindya. Bukan karena pendingin ruangan, melainkan jarak yang masih terbentang di antara dirinya dan Andrew.

Meski mereka tetap bekerja dalam satu ruangan, tatapan mereka sering kali hanya sebatas formalitas. Tidak ada percakapan ringan, tidak ada tawa kecil yang biasanya mengisi sela-sela pekerjaan.

Nindya berusaha profesional, menyibukkan diri dengan laporan yang menumpuk. Namun, dalam diamnya ia tahu Andrew beberapa kali melirik ke arahnya. Lelaki itu tampak gusar, seperti ingin bicara tetapi terhalang oleh gengsi—atau mungkin ketakutan.

Siang hari, saat Nindya masih fokus pada layar komputernya, seseorang meletakkan sebuah wadah kecil di mejanya. Kotak makan dengan aroma khas masakan hangat tercium. Nindya menoleh, mendapati Andrew sudah berdiri di sana dengan wajah serius namun sorot mata lembut.

“Aku tahu kamu belum sempat makan,” katanya singkat.

Nindya terdiam, tidak langsung merespons. Ada bagian dalam hatinya yang ingin luluh, tapi pikirannya masih penuh tanda tanya.

“Terima kasih,” ucapnya akhirnya, lirih.

Hari-hari berikutnya, perhatian Andrew semakin nyata. Ia sengaja menahan pintu lift untuk Nindya, menawarkan bantuan saat Nindya kewalahan dengan berkas,.

 Tetap pulang bersama meski suasana di mobil masih sunyi. Semua itu bukan tanpa alasan Andrew sadar, dirinya tidak bisa terus membiarkan jarak merenggang.

Sore itu, saat rapat bersama rekanan hampir selesai, Nindya tanpa sengaja melihat Clara kembali mencoba mendekati Andrew dengan cara bercanda kecil.

.Malamnya, Andrew akhirnya memberanikan diri mengetuk pintu kamar Nindya. Dengan suara pelan ia berkata,

“Nind sampai kapan kita begini?, aku kangen Nidya yang hangat bukan Nindya yang seperti gunung es."

Nindya menatapnya lama. Ada sisa luka, ada sisa ragu, tapi juga ada kerinduan yang tidak bisa ia pungkiri.

Andrew duduk di tepi ranjang, sementara Nindya masih bersandar pada bantal. Sunyi terasa menekan, hanya suara jam dinding yang terdengar teratur.

“Aku tahu, kamu terluka” Andrew membuka suara, suaranya pelan .

 “Aku bukan mau menyembunyikanmu, di depan keluargaku tapi....”

Nindya menggigit bibirnya.

“Aku tidak ingin membahasnya lagi, intinya ak sudah tahu , keberadaan ku tidak di ketahui kelaurgamu . Tukas Nindya demgan suara datar.

Andrew menunduk, telapak tangannya mengepal. Lalu, perlahan ia meraih tangan Nindya.

“Aku minta maaf, menempatkanmu dalam posisi ini."”

Air mata yang sedari tadi ditahan Nindya akhirnya mengalir. Ia menunduk, berusaha menutupinya, namun Andrew lekas mengusap lembut pipinya.

“Jangan nangis sayang,aku tersiksa saat melihat kamu menangis”pinta Andrew

Nindya menatap matanya dalam-dalam, mencari celah kebohongan, namun yang ia temukan hanya kesungguhan. Hatinya yang sempat retak perlahan merekat, meski belum sepenuhnya utuh.

Andrew mengecup keningnya dengan lembut lalu menariknya ke dalam pelukan hangat. Dalam dekapan itu, seolah semua jarak yang tadi terasa dingin mulai memudar.

Keesokan paginya, Nindya terbangun karea mencium aroma yang familiar ,aroma roti panggang dan kopi tercium dari dapur.

Nindya terperangah mendapati Andrew sibuk di meja dapur . Apron yang keecilan melingkar di tubuhnya, dan roti panggang terlihat sedikit lebih coklat.

“Drew… Apa yang kamu lakukan?” suara Nindya pelan, namun cukup membuat Andrew menoleh cepat.

“Oh!... Kamu sudah bangun? aku cuma… pengen bikin sesuatu buatmu.” Ia menggaruk tengkuknya, kikuk.

Nindya tersenyum tipis—belum sepenuhnya lega dari luka semalam, tapi hangatnya usaha itu sulit ditolak.

“Rotinya habis tanning?” candanya lirih.

Andrew terkekeh, lega mendengar nada bercanda yang jarang ia dengar belakangan ini.

“Bukan tanning , tapi sunburn.”

Mereka pun duduk bersama. Suasana belum kembali seperti dulu, tapi senyum kecil yang tercipta pagi itu seakan menjadi awal yang baik.

Beberapa minggu kemudian, waktu berjalan cepat. Tanggal di kalender menunjukkan momen istimewa tiga tahun pernikahan mereka.

Andrew menyiapkan kejutan makan malam istimewa di sebuah hotel berbintang dengan lilin dan bouqet mawar merah besar. Sementara Nindya hanya menyiapkan hadiah sebuah mushaf cantik yang ia pesan khusus untuk Andrew.

Saat malam itu tiba, Nindya tertegun melihat meja makan berhias bunga putih dan lilin, Andrew berdiri dengan jas sederhana, senyum hangat tersungging.

“Happy 3rd anniv sayang ,” Ucapnya pelan sambil mencium kening Nindya

Nindya menatapnya, haru.

“ Happy anniv sayang ,tiga tahun yang penuh warna… dan aku bersyukur masih bisa di sini bersamamu.”

Mereka saling bertukar hadiah, tawa kecil pun mengalun. Meski luka semalam belum sepenuhnya sirna, malam itu menjadi pengingat bahwa cinta mereka masih berdenyut, dan masih layak diperjuangkan.

1
Uthie
Andrew niiii belum berterus terang dan Jujur apa adanya soal mualaf nya dia sama Ustadz nya 😤
Uthie
Hmmmm.... tapi bagaimana dengan ujian ke depan dari keluarga, dan juga wanita yg telah di hamilinya untuk kali ke dua itu?!??? 🤨
Uthie
semoga bukan janji dan tipuan sementara untuk Nindya 👍🏻
Uthie: Yaaa... Sad Ending yaa 😢
total 2 replies
partini
ini kisah nyata thor
partini: wow nyesek sekali
total 3 replies
Uthie
harus berani ambil langkah 👍🏻
Uthie
Awal mampir langsung Sukkkaaa Ceritanya 👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻
Uthie
apakah Andrew sudah memiliki Istri?!???
Uthie: 😲😲😦😦😦
total 2 replies
Uthie
Seruuuu sekali ceritanya Thor 👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻
Seroja86: terimaksih sudah mampir🙏🙏
total 1 replies
sukensri hardiati
mundur aja Nin...
sukensri hardiati
nindya....tagih dokumennya
Seroja86: terimaksih atas kunjungan dan dukungannyanya ... 😍😍
total 1 replies
sukensri hardiati
baru kepikiran...sehari2 yudith sama siapa yaa....
Seroja86: di titip ceritanaya kk
total 1 replies
sukensri hardiati
masak menyerah hanya karena secangkir kopi tiap pagi...
sukensri hardiati
betul nindya...jangan bodoh
sukensri hardiati
mampir
Seroja86: terimaksih sudah mampir🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!