NovelToon NovelToon
Perjodohan Berdarah Menantu Misterius

Perjodohan Berdarah Menantu Misterius

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Romantis / Mafia / Percintaan Konglomerat / Identitas Tersembunyi / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Portgasdhaaa

Dulu, dia hanyalah seorang anak jalanan—terlunta di gang sempit, berselimut kardus, hidup tanpa nama dan harapan. Dunia mengajarinya untuk tidak berharap pada siapa pun, hingga suatu malam… seorang gadis kecil datang membawa roti hangat dan selimut. Bukan sekadar makanan, tapi secercah cahaya di tengah hidup yang nyaris padam.

Tahun-tahun berlalu. Anak itu tumbuh menjadi pria pendiam yang terbiasa menyimpan luka. Tanpa nama besar, tanpa warisan, tanpa tempat berpijak. Namun nasib membawanya ke tengah keluarga terpandang—Wijaya Corp—bukan sebagai karyawan, bukan sebagai tamu… tapi sebagai calon menantu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Portgasdhaaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Penculikan SOP Premium

Setelah perjalanan yang terasa begitu panjang dan menguras mental. Mobil itu akhirnya berhenti di depan sebuah kediaman bergaya minimalis. Tidak terlalu besar, tapi tampak terawat. Pagar putih setinggi dada membingkai halaman mungil dengan beberapa pot tanaman yang tertata rapi.

 

Laras langsung menegakkan duduknya, memandang ke luar jendela dengan kening berkerut.

 

“Arka...” suaranya berat, nyaris seperti menahan diri untuk tidak mencakar jok mobil. “Kita. Di. Mana. Sih?”

Arka mematikan mesin mobil dengan santai. “Tempat aman.”

“Tempat aman?!” Laras melotot. “Tempat siapa? Kamu? Tantemu? Atau kamu nyasar dan gak mau ngaku?”

Arka membuka pintu mobil tanpa menjawab. Udara segar masuk ke kabin. Ia melangkah ke sisi Laras dan membuka pintunya dari luar.

“Turun dulu.”

“Enggak!” Laras masih duduk tegak. “Aku gak turun sampe kamu kasih penjelasan! Jangan-jangan ini rumah markas rahasia kamu buat nyekap orang!”

Arka menatapnya datar. “Kalau aku mau nyekap kamu, tadi juga udah aku borgol sekalian.”

“BORGOL?!?!” Laras membelalak. “APAAN SIH KAMU NIH—”

Arka menahan pintu agar tidak tertutup. Ia mendekat sedikit dan bicara dengan nada lebih tenang, tapi cukup tegas.

“Laras. Ini rumah milik keluarga Wijaya. Disiapkan untuk keadaan darurat. Lokasinya gak terdata di peta perusahaan, gak banyak yang tahu. Aman, gak terlacak, dan dilengkapi semua kebutuhan.”

Laras sempat terdiam. Matanya berkedip pelan.

“Keluarga Wijaya?”

“Ya.”

Ia menelan ludah. “…Tapi, aku belum ngasih tahu Ayah. Nanti kalau aku dicariin gimana?”

Arka menarik napas pelan. Kali ini, nada bicaranya lebih lembut.

“Tenang aja. Ini juga atas perintah Tuan Wijaya.”

Laras terkejut. “Kakek?”

Arka mengangguk. “Beliau yang suruh kamu dibawa ke sini. Demi keselamatanmu. Setelah rapat keluarga kemarin, beberapa pihak mungkin gak suka sama keputusan beliau.”

Laras mengerutkan kening. Untuk beberapa detik, ia hanya menatap wajah Arka yang serius itu. Tak ada tanda-tanda bercanda.

Akhirnya, ia mendesah panjang... dan mengangkat tangan.

“Oke. Fine. Aku turun.”

Arka mundur sedikit, memberi ruang. “Hati-hati, langkah pertama agak tinggi.”

Laras memutar bola mata sambil turun dari mobil. “Aku bukan anak kecil.”

Arka menyahut kalem, “Tetap aja refleks kamu belum tentu bagus. Jangan salahin aku kalau kamu keseleo gara-gara batu kerikil.”

Laras menatapnya sebal. “Batu kerikilnya kamu kutuk biar ganggu aku, ya?”

“Belum sempat,” jawab Arka santai.

Laras menggeleng pelan, antara pasrah dan malas berdebat. “Ya Allah… sabarkan hambamu ini menghadapi bodyguard mulutnya kayak Google Translate mode deadpan…”

Begitu Laras melangkah ke teras, pintu rumah tiba-tiba terbuka perlahan dari dalam.

Seorang perempuan muda berdiri di ambang pintu. Rambutnya dikuncir rendah, wajahnya manis dengan senyum ramah yang langsung memancar. Ia mengenakan apron tipis dan kaos polos lengan panjang.

“Selamat datang, Kak Laras,” sapanya sopan, sambil sedikit membungkuk.

Laras langsung menghentikan langkah. Matanya menyipit.

“…Kamu siapa?”

Gadis itu tersenyum lebar. “Saya Lena, pelayan yang ditugaskan buat bantu Kakak selama tinggal di sini.”

Laras menoleh ke Arka cepat-cepat, penuh kecurigaan. “Arka, kamu nyewa pelayan juga?!”

Arka merespons tenang. “Bukan nyewa. Dia memang sudah ditugaskan dari awal buat ngurusin kamu di sini.”

Lena mengangguk manis. “Iya Kak, saya sudah standby dari tadi pagi. Semua sudah disiapkan. Kamar, makanan, sampai baju ganti Kakak.”

Laras memutar kepala ke kiri, lalu ke kanan.

“…Kalian ini sebenernya bawa aku ke safe house atau ke camp pelatihan ala militer sih?”

Arka mengabaikan komentar itu dan menoleh pada Lena. “Kamu pastikan tidak ada yang terlewat, ya. CCTV dan perimeter aktif?”

“Sudah dicek semua. Kondisi aman.”

Arka mengangguk puas. Lalu, ia membalikkan badan dan berkata pelan, “Kalau begitu, aku pamit dulu. Ada urusan yang harus diselesaikan.”

Laras langsung menoleh dengan kecepatan 180 derajat. Matanya membelalak.

“Hah?! HAH?!”

Arka baru melangkah satu kaki ke arah mobil saat terdengar suara Laras lagi—kali ini lebih nyaring dan panik.

“WOY! KAMU YANG BAWA AKU KESINI, MASA KAMU NINGGALIN AKU GITU AJA?!”

Arka berhenti. Menoleh pelan.

“Kan udah aku titipin ke Lena.”

“ITU BUKAN MASALAHNYA!!!”

Laras nyaris loncat di tempat. “Apa kamu pikir aku anak paket yang bisa dititip ke resepsionis?!”

Arka menatapnya datar. “Tenang aja. Lena bisa diandalkan.”

Laras melipat tangan. “Aku gak kenal dia!”

Lena cepat-cepat maju setengah langkah, tangannya terangkat panik. “Saya aman kok, Kak! Saya gak gigit!”

Laras melirik Lena sejenak, lalu kembali menatap Arka seperti akan melempar sandal.

“Aku juga gak tahu rumah ini! Gak tahu password WiFi! Gak tahu posisi remote TV! KAMU MAU AKU STRES DI DALAM SENDIRIAN?!”

Arka tampak berpikir sejenak, lalu mengeluarkan sesuatu dari saku kemejanya dan menyerahkannya ke Laras.

“Ini kertas password. Dan... remote-nya ada di bawah bantal sofa.”

Laras menerima kertas itu dengan ekspresi setengah tak percaya.

“…Bener-bener deh. Kamu tuh robot bodyguard ya?”

Arka hanya tersenyum tipis. “Aku pergi gak lama. Kalau ada apa-apa, tinggal hubungi Lena. Dia tahu harus lapor ke siapa.”

Laras menatap Lena yang berdiri di dekat pintu sambil tetap tersenyum seperti sales yang gak punya niat jahat.

“…Kamu yakin dia bukan robot juga?”

Lena tertawa kecil. “Saya manusia asli, Kak. Bisa masak juga kalau Kakak lapar.”

Laras menghela napas panjang. Menatap Arka untuk terakhir kalinya sebelum cowok itu melangkah menuju mobil lagi.

“Hati-hati di jalan, Mr. Overthinking…”

Arka tak menjawab. Ia hanya menoleh sebentar, memberi satu anggukan pendek, lalu masuk ke mobil.

Begitu mesin mobil menyala dan perlahan meninggalkan halaman, Laras berdiri diam di depan pintu, lalu mendesah...

“…Aku baru sadar. Aku udah resmi diculik... dengan prosedur SOP premium.”

Lena membuka pintu lebar-lebar sambil senyum.

“Kalau begitu... selamat datang di tempat persembunyian Kak!”

Laras mendecak pelan dan masuk ke rumah.

“Ya ampun… semoga kamu gak gila, Lena. Soalnya aku udah cukup stres setelah kenal Arka.”

 

Begitu pintu rumah tertutup, Laras berdiri kikuk di ruang tamu. Matanya menyapu ruangan sekali lagi—sofa empuk, meja kopi, karpet hangat, bahkan ada diffuser kecil yang menyala di pojokan.

Lena berdiri beberapa langkah darinya, masih dengan senyum profesional khas pelayan pelatihan Swiss.

“Kalau Kakak butuh air minum atau teh hangat, saya bisa bikinkan. Atau kalau Kakak mau duduk dulu juga gak apa-apa,” ucap Lena ramah.

Laras menoleh pelan. “Eh… iya. Makasih. Tapi aku... mungkin mau langsung ke kamar aja.”

“Oh, tentu. Kamarnya di lantai atas. Sudah disiapkan dan dibersihkan dari pagi.”

Lena melangkah lebih dulu, namun tetap menjaga jarak, tidak terlalu dekat agar Laras tidak merasa ditekan. Ia menunjuk ke tangga kecil yang mengarah ke atas.

“Yang paling ujung sebelah kanan ya, Kak. Sprei baru, handuk juga sudah diganti. Kalau ada yang kurang, bisa panggil saya aja.”

Laras mengangguk canggung. “Oke. Makasih, Lena.”

Sempat ada jeda canggung dua detik.

Lena, yang menyadari situasi ini, mencoba mencairkan suasana dengan senyum kecil.

“Oh iya... Kakak lebih suka suhu ruangan yang hangat atau agak dingin?”

Laras sempat bingung menjawab. “Umm… biasa aja sih. Gak terlalu dingin, tapi juga jangan kayak sauna.”

Lena tertawa pelan. “Siap. Saya atur ke mode normal yah.”

Laras tak bisa menahan senyum tipis. Tapi tetap mengangguk tanpa banyak komentar.

“Kalau gitu aku ke atas dulu ya…”

“Silakan, Kak. Kalau butuh apapun, tinggal panggil.”

Laras berjalan menaiki anak tangga pelan. Begitu mencapai lantai atas, ia menemukan kamar yang dimaksud—pintu putih dengan hiasan kecil di gagangnya. Ia membuka pelan dan masuk.

Kamar itu cukup luas. Dindingnya berwarna lembut, ranjang queen size dengan seprai bersih dan bantal empuk. Ada jendela besar menghadap ke halaman belakang, dan lemari dengan gantungan baju rapi.

Laras berdiri di tengah ruangan, memandangi sekeliling. Perlahan, ia menjatuhkan tubuh ke kasur dan menghembuskan napas panjang.

Lalu… barulah ia mengeluh.

“Ughhhh…”

Ia menutupi wajah dengan bantal.

“AR-KAAA…” suaranya tertahan oleh bantal. “Kenapa kamu tuh selalu nyebelin banget?!”

Ia mengangkat kepala, menatap langit-langit.

“Ya ampun… kamu yang nyeret aku kesini, kamu yang bilang ‘harus jagain’, kamu yang nyetir kayak siput... EH malah ditinggalin gitu aja?!”

Laras duduk, melipat kaki di atas kasur.

“Kalau niatnya mau ninggalin, mending dari tadi aku naik ojol sekalian! Minimal supirnya gak sok misterius dan penuh rahasia kayak kamu!”

Ia menoleh ke tasnya yang sudah rapi di pojok kamar, lalu ke jendela.

“Dan sekarang aku dikasih pelayan manis yang kayak robot servis premium… bagus sih, ramah... tapi tetep aja, AKU GAK KENAL!”

Laras mendengus, lalu menjatuhkan diri lagi ke kasur.

“…Duh, kenapa sih harus Arka… kenapa bukan bodyguard biasa aja yang kalau ninggalin tuh pamitnya pakai emoji atau sesuatu…”

Ia memejamkan mata pelan, tapi sudut bibirnya masih tertarik ke bawah. Antara kesal, bingung, dan... sedikit kepikiran cowok itu.

Dalam hati kecilnya, Laras tahu. Ia marah bukan karena ditinggal.

Tapi karena... ia sebenarnya mulai merasa nyaman.

Dan itu, justru yang paling bikin kesal.

 

 

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!